Newsletter

Usai Libur Panjang, IHSG- Rupiah Langsung Ngebut Cuan atau Ambles?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
27 May 2024 06:00
Ilustrasi Wall Street. (AP/J. David Ake)
Foto: Infografis/Ini 10 Saham Untuk Warisan Anak Cucu: BBCA Hingga ROTI/Aristya rahadian

Beralih ke AS, bursa saham Wall Street sepanjang pekan lalu cenderung bervariasi, di tengah ketidakpastian terkait berakhirnya era suku bunga tinggi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada tahun ini.

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau ambruk 2,34%. Namun untuk S&P 500 berhasil naik tipis 0,03% dan Nasdaq Composite melonjak 1,41%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, Dow Jones ditutup naik tipis 0,01%, S&P 500 menguat 0,7%, dan Nasdaq berakhir melesat 1,1%.

Ketidakpastian terkait berakhirnya era suku bunga tinggi The Fed membuat pelaku pasar di AS cenderung bimbang pada pekan lalu.

Risalah pertemuan kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April -1 Mei oleh The Fed yang dirilis pada Rabu malam atau Kamis dini hari waktu Indonesia menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pemangkasan kebijakan suku bunga acuan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat the Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

Untuk diketahui, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) AS pada April 2024 berada di angka 3,4% (year-on-year/yoy). Dengan kata lain, masih ada selisih 1,4 poin persentase hingga akhirnya inflasi AS sesuai dengan target The Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas"

Beberapa pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell dan Gubernur The Fed Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga.

Akibat itu, kini peluang penurunan suku bunga kian menyusut, melansir survei CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 51,4% penurunan suku bunga the Fed sebesar 25 basis poin (bp) pada September dan pada Desember, diperkirakan pemangkasan suku bunga tidak akan terjadi.

Ketidakpastian ini membuat The Fed masih akan melanjutkan kebijakan ketatnya atau mempertahan suku bunga tetap di level yang tinggi. Imbasnya, DXY akan cenderung perkasa yang berujung pada tekanan terhadap mata uang lainnya.

Selain itu, pasar aset berisiko seperti saham, terutama saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga tinggi cenderung akan sulit bangkit pada tahun ini, karena masih belum pasti kapan suku bunga akan dipangkas.

Namun, Wall Street berhasil bangkit meski masih cenderung terbatas. Hal ini terjadi setelah membaiknya prospek konsumen terhadap inflasi.

Di lain sisi, Departemen Perdagangan mengatakan pesanan baru untuk barang-barang modal manufaktur utama AS meningkat lebih dari perkiraan pada April lalu, sementara Universitas Michigan melaporkan bahwa ekspektasi inflasi konsumen membaik pada akhir Mei setelah memburuk pada awal bulan.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular