Pabrik Bata Tutup di Tengah Serbuan Sepatu Impor, Nilainya Rp 15 T

Revo M, CNBC Indonesia
14 May 2024 13:45
Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Suasana lengang Toko sepatu Bata di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024), tetap beroperasi pascapenutupan pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - - Industri alas kaki masih dirundung sejumlah masalah,  mulai dari penutupan pabrik, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga banjir sepatu impor.

Penutupan pabrik sepatu PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menjadi alarm bagi industri alas kaki. Sebagai produsen sepatu yang sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia ini mengaku berat menjalankan operasional buntut rugi yang membengkak.

Direktur BATA Hatta Tutuko mengatakan, BATA telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat. Namun sayang, upaya tersebut belum optimal dan berujung penutupan pabrik.

Untuk diketahui, mengacu pada laporan keuangan per 31 Desember 2023, BATA mencatat rugi tahun berjalan yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp190,29 miliar. Nilai ini membengkak 79,65% dari Rp105,92 miliar di tahun 2022.

Ambruknya BATA ini terjadi salah satunya akibat adanya aturan Verifikasi Kemampuan Industri tahun 2023 menambah beban bagi perusahaan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan mengakibatkan produk dari industri alas kaki pasti kalah kompetitif apalagi kalau melawan impor ilegal.

Menurutnya, kebijakan-kebijakan itu menambah beban biaya karena semakin menambah panjang pengurusan perizinan.

"Aturan verifikasi itu untuk setiap pabrik yang mengimpor harus diverifikasi secara fisik. Aturanya tahun 2023 dan masih ada, akibatnya izin semakin panjang dan mahal," terangnya.

Rangkaian proses akibat peraturan Permendag seperti Persetujuan Impor (PI), Laporan Surveyor (LS), hingga Peraturan Teknis (Pertek), menyebabkan harga produk Indonesia jadi lebih mahal dibandingkan harga FOB produk China.

Impor Alas Kaki di Indonesia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), impor alas kaki cenderung mengalami kenaikan setelah sempat anjlok pada 2020 karena adanya Covid-19.

Pada saat itu, impor alas kaki hanya sebesar US$617,3 juta atau sekitar Rp 9,95 triliun (US$1= Rp 16.128) dan terus mengalami kenaikan menjadi US$732,2 juta pada 2021. Kemudian menjadi US$883,2 juta pada 2022 dan kembali naik sebesar US$968,9 juta ( Rp 15,63 triliun) pada 2023. Dengan kata lain, dalam empat tahun terakhir, rata-rata kenaikan impor alas kaki sebesar 16,31% setiap tahunnya.

Tidak sampai di situ, sepanjang kuartal I-2024, impor alas kaki tercatat cukup tinggi yakni sebesar US$241,5 juta. Angka ini di atas kuartal I-2023 dengan jumlah US$241,2 juta.

Hal ini semakin menunjukkan bahwa banjirnya produk impor dengan harga yang cenderung lebih murah menjadi pesaing bagi sepatu lokal. Selain itu, kualitas sepatu impor juga tak kalah dengan sepatu lokal diikuti dengan semakin modernnya variasi bentuk sepatu menjadi nilai tambah. Alhasil masyarakat cenderung memilih produk impor daripada sepatu lokal.

Dilansir dari Trademap.org, impor alas kaki pada 2021 dan 2022 paling besar mayoritas berasal dari China.

Pada 2021 dan 2022, lebih dari 50% impor alas kaki berasal dari China. China sebagai negara dengan produk yang terkenal murah namun berkualitas dan mengikuti perkembangan zaman menjadi kendala tersendiri bagi sepatu lokal untuk dapat bersaing di dalam negeri.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation