BATA Merana: Pabrik Bubar, Catat Rugi Rp80 M & Utang Melesat 300%

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
13 May 2024 06:35
Sepatu Bata
Foto: Dok PT Sepatu Bata

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) tengah disorot setelah pabrik sepatu Bata di Purwakarta dengan terpaksa ditutup karena penurunan permintaan sehingga mengakibatkan kerugian besar selama beberapa tahun terakhir.

Penutupan pabrik sepatu Bata di Purwakarta berimbas kepada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 233 pekerja.

Kondisi emiten BATA dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang tidak baik-baik saja.

Pendapatan anjlok serta mencatatkan rugi. Bahkan setelah beberapa tahun ekonomi Indonesia, sebagai lead indicator emiten ritel, pendapatan BATA masih belum kembali ke posisi sebelum Covid-19.

Tidak hanya itu, tingkat utang BATA pun meningkat signifikan. Walaupun dengan rasio solvency masih berada di batas aman, namun peningkatan ini bisa menjadi alarm performa BATA untuk tahun-tahun berikutnya.

Apalagi seiring dengan utang yang meningkat, bunga utang tiap tahun yang harus dibayarkan pabrik sepatu yang sudah melegenda di Bumi Pertiwi pun semakin menggerus laba operasional.

BATA yang saat ini sedang menapaki jalan berbatu sejak Covid-19 juga harus menerima terjangan dari pelemahan ekonomi global dan harga murah di berbagai platform digital.

Rugi Perusahaan Makin Parah, Tembus Rp80 Miliar

Menurut laporan keuangan perusahaan pada sembilan bulan 2023 (9M2023), pendapatan yang berhasil dikantongi senilai Rp488,48 miliar. Jumlah ini lebih rendah Rp2,1 miliar atau -0,4% dibandingkan periode yang sama pada 2022 (year-on-year/yoy)).

Menurut segmen usaha, penurunan penjualan terjadi untuk ritel dan industri, Sementara penjualan di e-commerce dan ekspor meningkat.

Meskipun pendapatan perusahaan sedikit turun, namun beban pokok yang meningkat Rp13,35 miliar atau 4,7% yoy membuat laba kotor perusahaan anjlok 7,5% yoy. Hal ini berimbas kepada marjin laba kotor yang makin menyempit.

Pada 9M2023, marjin laba kotor perusahaan mencapai 39,23%, lebih kecil dibandingkan 9M20222 yakni 42,21%.

Meskipun kinerja top line BATA cenderung stabil, namun bottom line perusahaan mengalami kerugian yang makin dalam. Penyebabnya adalah tingginya biaya penjualan dan pemasaran serta administrasi dan umum yang membuat BATA mengalami rugi usaha.

Pada 9M2023, jumlah beban penjualan dan pemasaran BATA sebesar Rp158,84 miliar. Sementara jumlah administrasi dan umum sebesar Rp74,93 miliar.

Total kedua beban ini adalah Rp233,78 setelah ditambah kerugian pelepasan aset dan rugi usaha lainnya, maka ditemukan rugi usaha BATA senilai Rp42,52 miliar.

Jumlah beban meningkat makin membebani rugi BATA yang sudah besar tersebut. Tercatat pada periode Januari hingga September 2024, BATA harus mengeluarkan kocek Rp9,89 miliar untuk membayar bunga utang. Jumlah tersebut setara 5% dari laba kotor yang diperoleh perusahaan.

Beban pajak penghasilan badan semakin menggerus rugi usaha yang sudah diderita BATA. Jumlahnya mencapai Rp28,32 miliar.

Sehingga rugi perusahaan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp80,45 miliar. Rugi tersebut jauh lebih parah ketimbang 9M2022 senilai Rp20,34 miliar.

Laba Belum Pulih Sejak Covid-19 Tapi Utang Meroket 300%!

Performa keuangan BATA saat ini masih jauh dibandingkan sebelum adanya Covid-19, khususnya dari segi profitabilitas.

Penjualan perusahaan pada 2023 jika menggunakan metode trailing twelve month (TTM) diperkirakan akan mencapai Rp641,36 miliar. Jumlah tersebut baru mencapai 70% dari penjualan pra pandemi. Pada 2019, perusahaan berhasil membukukan Rp931,27 miliar.

Adanya pandemi Covid-19 membuat penjualan BATA jatuh. Pada 2020 penjualan BATA hanya tercatat Rp459,58, anjlok 50,65% yoy.

Sedangkan sisi bottom line perusahaan pada 2023 hingga September 2023 mencapai Rp80 miliar diperkirakan akan bertambah hingga akhir tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi 2019 di mana perusahaan mencatatkan laba Rp 23,44 miliar.

Bahkan pada 2019, beban bunga atas pinjaman tercatat Rp2,36 miliar. Jumlah tersebut meningkat bahkan nyaris 5 kali lipat hingga nyaris senilai Rp10 miliar per September 2023.

Kala perusahaan mencatatkan kerugian, besaran utang pun makin tinggi, Per September 2023, jumlah utang bersih (utang berbunga) BATA mencapai Rp129,63 miliar.

Jumlah utang bersih atau net debt BATA meroket 363% hanya dalam kurun waktu 4 tahun dari posisi akhir 2019 sebesar Rp28 miliar saja.Jika dilihat dari strukturnya, utang BATA paling besar adalah utang jangka pendek.

Per September 2023, nilai utang jangka pendek perusahaan mencapai Rp104,23 miliar yang terdiri dari pinjaman jangka pendek Rp95,1 miliar dan liabilitas sewa Rp9,13 miliar.

Namun akan sangat berbahaya di masa depan karena kondisi perusahaan yang tengah mengalami rugi jumbo. Ada potensi gagal bayar jika utang jangka pendek terus membengkak sementara laba tidak dapat diraih.

Pinjaman jangka pendek tersebut mayoritas jatuh tempo pada September 2023. Jika melihat kondisi kantong kas perusahaan sebesar Rp4 miliar saja dan arus kas bersih operasi perusahaan sebesar Rp40,74 miliar, maka ada potensi perusahaan akan melakukan pinjaman lagi sehingga akan ada gali lubang tutup lubang yang tentu saja tidak menyehatkan.

Selain itu perusahaan kemungkinan akan mengajukan restrukturisasi yang membuat pinjaman menjadi jangka panjang dan semakin membebani laba rugi karena harus membayar bunga lebih banyak.



CNBC INDONESIA RESEARCH

(ras/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation