Tunggu Aba-Aba dari Amerika, Investor Memilih Wait and See?
Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam dengan dominasi pelemahan.
Mayoritas Wall Street melemah kemarin di tengah wait and see pelaku pasar akan data inflasi Amerika Serikat
Data ekonomi RI, China dan AS diperkirakan akan menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Awal pekan ini pasar keuangan bergerak beragam dengan cenderung melemah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, rupiah melemah, sedangkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) naik sebagai indikasi penurunan harga. Rupiah masih berada di atas level psikologis Rp16.000/US$1, mendekati level Rp16.100/US$.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada hari ini. Pergerakan IHSG dan rupiah akan dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting sepanjang pekan ini.
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (13/5/2024) ditutup menguat 0,15% di level 7.099,26. Tercatat turnover IHSG berada di angka Rp14,56 triliun. Transaksi berasal dari volume saham sebanyak 21,54 miliar lembar, dimana 251 saham naik, 302 turun dan 233 tidak berubah.
Berdasarkan data Refinitiv, penguatan IHSG didorong dari kenaikan lima sektor di mana sektor bahan dasar menjadi sektor dengan kenaikan terbesar sebesar 1,5%, kemudian disusul sektor teknologi sebesar 1,09%.
Saham pertambangan Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penopang terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 11 indeks poin.
Sebagai informasi, saham AMMN menjadi penghuni baru di Indeks LQ45 terbaru pada periode 2 Mei 2024 sampai 31 Juli 2024.
Sedangkan, PT Bank Central Asia (BBCA) mencatat laba bersih konsolidasi mencapai Rp 48,6 triliun di sepanjang 2023. Catatan laba tersebut naik 19,4% dibandingkan dengan capaian 2022.
Dari sisi top line,pendapatan bunga bersih perusahaan dan entitas anak sepanjang tahun lalu naik 17,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 75,4 triliun dengan pendapatan selain bunga tumbuh 5,5% menjadi Rp 23,9 triliun.
Pertumbuhan ini didorong oleh ekspansi volume kredit, perbaikan kualitas pinjaman, imbal hasil yang lebih tinggi, serta kenaikan pendapatan fee dan komisi selaras dengan peningkatan jumlah transaksi.
BBCA juga mencatat, kenaikan kinerja ini ikut ditopang oleh kredit yang tumbuh 13,9% menjadi Rp 810,4 triliun, dengan kredit macet (non-perfoming loan/NPL)terjaga di angka 1,9%
Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup terdepresiasi 0,22% di angka Rp16.075/US$ pada hari ini, Senin (13/5/2024).
Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah sikap pelaku investor dalam menunggu data inflasi AS yang akan diumumkan pada Rabu (15/5/2024).
Data ini menjadi yang paling ditunggu-tunggu pelaku pasar di seluruh dunia karena akan menentukan arah kebijakan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Jika inflasi AS melandai maka optimisme pemangkasan suku bunga akan semakin meningkat demikian juga sebaliknya.
Sebagai informasi, inflasi AS mencapai 3,5% (yoy) untuk periode Maret 2024. Begitu pula dengan inflasi inti yang lebih panas dari konsensus yang memperkirakan angka 3,7% yoy. Namun kenyataannya mencapai 3,8% yoy pada Maret 2024, sama seperti bulan sebelumnya.
Tidak hanya itu, beberapa pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) juga akan mengutarakan pendapatnya disepanjang pekan ini khususnya dari sisi makroekonomi dan pandangan mengenai kebijakan The Fed ke depannya.
Hal ini juga ditunggu pelaku pasar untuk melihat tendensi mayoritas pejabat The Fed apakah ada kecenderungan untuk dovish atau masih konsisten dalam sikap hawkish dengan data ekonomi maupun ketenagakerjaan yang ada saat ini.
Sementara dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun kembali naik sebesar 0,9% di level 7,035% pada perdagangan Senin (13/5/2024). Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali menjual surat berharga negara (SBN).
(mza/mza)