Newsletter

The Fed Belum Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga, Awas RI Jadi Korban!

Revo M, CNBC Indonesia
Kamis, 02/05/2024 06:00 WIB
Foto: ilustrasi Jerome Powell (Edward Ricardo/ CNBC Indonesia)
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Selasa pekan ini, IHSG menguat sementara rupiah masih loyo
  • Wall Street ditutup beragam, hanya Dow Jones yang menguat
  • Keputusan suku bunga The Fed, inflasi, serta aktivitas manufaktur diperkirakan akan menjadi sentimen utama penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Selasa (30/4/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbang sementara nilai tukar rupiah mengalami depresiasi begitu pula Surat Berharga Negara (SBN) kembali dilepas investor asing.

Pasar keuangan diperkirakan masih bergerak cukup volatil pada hari ini, Kamis (2/5/2024) dengan terdapat beberapa agenda dan data yang akan keluar. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini

Pada penutupan perdagangan Selasa (30/4/2024), IHSG ditutup melonjak 1,1% secara harian atau 78,41 poin menuju posisi 7.234,19. 

Posisi penutupan IHSG  selaras dengan penguatan Senin (29/4/2024) sebesar 1,7%.

Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan pada Selasa lalu mencapai sekitar Rp17,3 triliun dengan melibatkan 27 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,15 juta kali.

Beberapa saham terpantau menjadi penggerak atau movers IHSG. Berikut daftarnya.

Saham himbara Bank Rakyat Indonesia (BBRI) akhirnya kembali menjadi penopang terbesar IHSG, yakni mencapai 20,1 indeks poin.

Investor asing terpantau melakukan net sell pada pasar negosiasi dan tunai sebesar Rp246,6 miliar. Namun secara keseluruhan pasar, investor asing melakukan net buy sebesar Rp728,29 miliar.

Sementara dari pasar mata uang, rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan kemarin 0,03% ke angka Rp16.255/US$. Posisi ini semakin memperpanjang tren penurunan rupiah selama empat hari beruntun.

Direktur Departemen Asia Pasifik IMF, Krishna Srinivasan, mengatakan kebijakan moneter oleh bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed), menjadi penyebab dolar terus menguat hingga menghantam mata uang di dunia termasuk rupiah.

Bank sentral AS, ujar Krishna, menunda penurunan suku bunga karena ekonomi AS masih kuat.

"Jadi poin yang ingin kami sampaikan adalah, Anda telah melihat kebijakan kebijakan moneter AS berada pada tahap di mana karena kuatnya kekuatan ekonomi AS, inflasi mengejutkan AS, dan kebijakan moneter AS, penurunan suku bunga kini ditunda," tutur Krishna dalam konferensi pers IMF Asia.

Dia mengatakan, suku bunga acuan negara-negara kawasan ASEAN masih rendah, sementara negara maju seperti AS tingkat suku bunga acuannya cukup tinggi. Ini membuat aliran dana di dunia beralih ke negara-negara maju, dan menekan mata uang negara berkembang.

Bila mendengar paparan Krishna, terlihat bahwa kebijakan bunga tinggi The Fed membuat tekanan akan terus terjadi ke nilai tukar negara berkembang, termasuk rupiah. Apalagi The Fed masih terus menunda penurunan suku bunganya, seperti yang disampaikan Krishna.

Dari pasar mata uang, rupiah kembali melemah pada perdagangan Selasa (30/4/2024). Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah tipis 0,03% di angka Rp 16.255/US$. Dengan ini, maka rupiah sudah melemah selama empat hari beruntun.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami kenaikan menjadi 7,268% pada penutupan perdagangan Selasa lalu.

Posisi ini juga merupakan yang tertinggi sejak 10 November 2022 atau sekitar 1,5 tahun terakhir.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan minat investor  melepas lagi ke SBN.


(rev/rev)
Pages