Koalisi Prabowo Makin Kuat, Sanggup Lawan Tekanan AS di Pasar RI?
Kebangkitan pasar keuangan RI tak bertahan lama, kemarin IHSG ambruk lagi, rupiah melemah, hingga yield obligasi acuan menyentuh level tertinggi tahun ini.
Wall Street juga ambruk setelah hasil laporan keuangan Meta tak sesuai ekspektasi
Pasar hari ini akan memantau sejumlah data eksternal, termasuk PCE AS, kemudian data dalam negeri terkait mendinginnya politik hingga melambungnya yield obligasi RI.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI ditutup koreksi lagi, setelah sempat sumringah sehari. Pasar keuangan Indonesia diharapkan bangkit pada hari ini, Jumat (26/4/2024).
Sentimen selengkapnya yang potensi mempengaruhi pasar pada hari ini, Jumat (26/4/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, Kamis (25/4/4024) terpantau koreksi 0,27% menuju 7.155,29. Depresiasi ini menghentikan laju penguatan IHSG yang terjadi selama dua hari beruntun.
Nilai transaksi kemarin cukup ramai mencapai Rp14,92 triliun, dengan 26,71 miliar lembar saham berpindah tangan sebanyak 1,11 juta kali. Adapun saham yang menguat ada 208, kemudian 235 tidak berubah, sementara yang terkoreksi ada 338 saham.
Asing tercatat net sell lagi dalam jumlah besar, mencapai Rp1,30 triliun. Padahal satu hari sebelumnya sudah mulai net buy tipis sebesar Rp7,84 triliun di keseluruhan pasar.
Secara rinci asing mencatat jual bersih Rp1,13 triliun di pasar reguler, ditambah penjualan bersih lagi di pasar tunai dan nego sebesar Rp169,29 miliar.
Saham bank BUMN RI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) jadi yang paling banyak dilego, mencapai Rp881,9 miliar oleh asing. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga ikut dijual asing dengan net sell mencapai Rp33,2 miliar.
Beralih ke nilai tukar rupiah, pada perdagangan kemarin pasca Bank Indonesia (BI) menyatakan menaikkan suku bunga terpantau langsung melemah lagi, bahkan sempat menembus ke atas Rp16.200/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah pada kemarin berakhir di posisi Rp16.185/US$, melemah 0,22% dalam sehari. Ini menandai berakhirnya tren penguatan dalam tiga hari beruntun.
Pelemahan rupiah terjadi pasca Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga dan merilis sejumlah data lanjutan seperti perkembangan uang beredasr.
Merilis data uang beredar dalam arti luas (M2) menunjukkan kenaikan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. M2 pada Maret 2024 tumbuh sebesar 7,2% year on year/yoy mencapai Rp8.888,4 triliun. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat saat Ramadan dan jelang Idul Fitri.
BI menjelaskan perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,9% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy).
Perkembangan M2 pada Maret 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat.
Hal ini berpotensi menaikkan angka inflasi Indonesia yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,05% yoy pada Maret 2024.
Lebih lanjut, pelemahan rupiah ini sebenarnya tidak cukup mengejutkan sebenarnya karena secara historis, setelah BI menaikkan suku bunga pada Rabu kemarin, rupiah cenderung mengalami pelemahan.
Sepanjang Agustus 2022 hingga April 2024, BI sudah mengerek suku bunga sebanyak delapan kali. Dalam delapan kali kenaikan tersebut, rupiah hanya naik sekali sehari setelahnya. Sebaliknya, rupiah cenderung melemah sehari setelah BI rate naik dalam tujuh kali kenaikan lainnya.
Untuk diketahui, BI rate saat ini telah dinaikkan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% dari yang sebelumnya 6%.
Menyusul kenaikan BI rate, di pasar obligasi juga terjadi kenaikan imbal hasil yang menunjukkan investor masih jual obligasi negara.
Berdasarkan data Refinitiv, imbal hasil obligasi acuan RI selama 10 tahun pada penutupan kemarin menyentuh posisi 7,12%. Ini menjadi level paling tinggi sejak Oktober 2023 atau enam bulan terakhir.
Perlu diketahui, dalam obligasi pergerakan imbal hasil dan harga itu berlawanan arah. Jika imbal hasil naik, maka harga turun, karena banyak investor jualan.
Halaman 2 >>>
(tsn/tsn)