Pekan Panas: Ada Putusan Sengketa Pilpres MK, Nasib Suku Bunga-Perang
- Pasar keuangan RI setelah lebaran ambruk berjamaah ditengarai banyak risiko eksternal mencuat.
- Bursa saham Amerika Serikat (AS) bergerak volatile pekan lalu disebabkan perekonomian yang kuat, membuat suku bunga sulit turun.
- Pekan ini ada banyak sentimen yang mempengaruhi pasar, mulai dari pengumuman sidang MK, rilis neraca dagang hingga suku bunga acuan RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI usai lebaran ambruk berjamaah lantaran banyak risiko eksternal yang terjadi ketika libur panjang. Hal tersebut membuat tekanan jual cukup deras.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile sepanjang pekan ini. Sentimen selengkapnya yang potensi mempengaruhi pasar pada hari ini, Senin (22/4/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Beralih membahas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir pekan, Jumat (19/4/2024) ditutup koreksi 1,11% menuju angka 7087,31. Selama seminggu, IHSG merosot cukup dalam sekitar 2,30%. Ini menjadi tiga minggu beruntun indeks seluruh saham RI mengalami penurunan.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan Jumat lalu (19/4/2024) mencapai Rp13,78 triliun, melibatkan 18,92 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,21 juta kali. Ada 115 saham yang menguat, 204 tidak berubah, sementara 456 terdepresiasi.
Koreksi IHSG seiring dengan investor asing melakukan jual bersih sepanjang pekan hingga Rp7,91 triliun di seluruh pasar, rinciannya dari pasar reguler sebanyak Rp3,93 triliun, sementar di pasar nego dan tunai sebesar Rp3,97 triliun.
Saham yang paling banyak dilego asing masih dari big bank yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp1,3 triliun, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp963,8 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp291,8 miliar, dan PT Bank Mandiri Rp226,2 miliar.
Di luar perbankan, ada saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dijual asing cukup besar hingga Rp1,3 triliun, PT Astra International Tbk (ASII) Rp337,4 miliar, dan PT Indofood Sukses Makmur (INDF) Rp158,9 miliar.
Beralih ke nilai tukar rupiah, pada sepanjang pekan lalu pergerakannya sangat volatile. Rupiah menembus ke atas level Rp16.200/US$ yang menjadi posisi terpuruknya sejak empat tahun lalu.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,49% di angka Rp16.250/US$ pada penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024). Secara mingguan rupiah terpantau ambles 2,08% menjadikan pelemahan terburuk mingguan sejak 3 Juli 2020 atau ketika pandemi Covid-19 melanda.
Rupiah tertekan terhadap dolar AS pekan lalu utamanya disebabkan oleh ketegangan Timur Tengah antara Iran dan Israel dan kekhawatiran publik atas kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang berkemungkinan kembali bersikap hawkish.
Melansir ABC News, pejabat senior Amerika Serikat mengatakan Israel meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) dini hari.
Menanggapi masalah ini, Iran mengaktifkan sistem pertahanan udaranya di beberapa kota untuk mengantisipasi serangan rudal balasan atas serangan drone dan rudal tanpa awak yang dilancarkan oleh negara tersebut pada Sabtu lalu.
Sementara itu, fokus investor juga terpengaruh oleh pernyataan pejabat The Fed yang memberikan sinyal tersirat bahwa bank sentral akan tetap mempertahankan sikap yang hawkish mengingat tingkat inflasi yang masih di atas target.
Ketua Fed dalam sebuah diskusi panel menyatakan bahwa data terbaru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga menyoroti kurangnya kemajuan lebih lanjut dalam mencapai target inflasi 2% sepanjang tahun ini.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa The Fed cenderung akan tetap mempertahankan kebijakan yang hawkish dalam jangka waktu dekat, yang berpotensi memberikan tekanan terhadap mata uang lainnya.
Akibat sejumlah tekanan eksternal yang mencuat tersebut, pasar obligasi juga ikut terkoreksi. Ini tercermin dari yield yang melonjak.
Perlu diketahui, gerak harga dan yield obligasi itu berkebalikan. Jadi, ketika yield naik ini menandakan harga sedang terkoreksi atau banyak investor menjual obligasi.
Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil acuan SBN pada penutupan perdagangan terakhir pekan lalu berada di angka 7,043% atau naik 1,92%. Imbal hasil ini merupakan yang tertinggi sejak 31 Oktober 2023 atau hampir enam bulan terakhir.
Halaman 2 >>>
(tsn/tsn)