
Fed Masih Galak: Awas! Tsunami Berlanjut, IHSG-Rupiah Longsor Lagi?

Pada perdagangan hari ini pasar keuangan RI akan menghadapi tantangan dari beragam sentimen, terutama dari luar negeri.
Paling baru, ketua The Fed Jerome Powell mengatakan perekonomian AS belum melihat inflasi kembali sesuai target bank sentral, hal ini menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga tidak akan segera terjadi dalam waktu dekat.
"Data yang lebih baru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga kurangnya kemajuan lebih lanjut sepanjang tahun ini karena kembalinya target inflasi 2%," kata Ketua Fed dalam diskusi panel.
Senada dengan pernyataan pejabat bank sentral baru-baru ini, Powell mengindikasikan tingkat kebijakan saat ini kemungkinan besar akan tetap berlaku sampai inflasi mendekati target 2%.
"Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk mencapai kepercayaan tersebut," katanya dalam forum bank sentral.
Powell menambahkan bahwa sampai inflasi menunjukkan kemajuan lebih lanjut, "Kita dapat mempertahankan tingkat pembatasan saat ini selama diperlukan."
Komentar tersebut menyusul data inflasi hingga tiga bulan pertama tahun 2024 yang lebih tinggi dari perkiraan. Indeks harga konsumen untuk Maret menunjukkan inflasi berada pada tingkat tahunan 3,5%, jauh dari puncaknya sekitar 9% pada pertengahan tahun 2022 tetapi melonjak lebih tinggi sejak Oktober 2023.
Powell mencatat ukuran inflasi pilihan The Fed, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi, menunjukkan inflasi inti sebesar 2,8% pada bulan Februari dan tidak banyak berubah selama beberapa bulan terakhir.
Dalam laporan terkininya, pejabat FOMC pada bulan Maret mengindikasikan bahwa mereka memperkirakan akan ada tiga pemotongan suku bunga tahun ini. Namun, beberapa pembuat kebijakan dalam beberapa hari terakhir menekankan sifat kebijakan yang bergantung pada data dan belum berkomitmen untuk menetapkan tingkat pengurangan.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch memperkirakan suku bunga acuan The Fed tetap dipertahankan di 5,25% - 5,5% hingga September 2024, mundur dari keyakinan sebelumnya pada Juni.
![]() Peluang Suku Bunga The Fed |
Investor akan fokus pada data-data pekerjaan AS seperti pada Kamis nanti (18/4/2024) juga akan ada rilis data klaim pengangguran awal AS periode 18 April 2024, klaim pengangguran berkelanjutan AS periode 18 April 2024, dan klaim pengangguran AS rata-rata empat minggu periode 18 April 2024.
Selain itu, investor juga terus memantau kondisi geopolitik Iran-Israel yang masih menunggu respon lanjutan dari negara terkait serta negara lainnya di dunia.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) meyakini bahwa tanggapan Israel terhadap serangan Iran ke negara itu hanya akan fokus kepada proksi Tehran di luar Iran. Hal ini disampaikan empat pejabat AS kepada NBC News, Selasa (16/4/2024).
Mengutip Times of Israel, pejabat itu menyebut kurangnya kerusakan serius yang disebabkan oleh Tehran dapat menyebabkan Yerusalem mencari tanggapan yang kurang agresif. Selain itu, Tel Aviv juga sedang berupaya menghindari konflik yang lebih luas.
Laporan tersebut menambahkan bahwa AS mengharapkan Israel untuk memberikan informasi terkini mengenai keputusan yang diambilnya. Namun, Washington tidak bermaksud untuk mengambil bagian dalam reaksi pembalasan apa pun.
Sementara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tehran mengeluarkan imbauan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Iran setelah terjadinya serangan ke Israel.
Mengutip postingan di akun Instagram @indonesiaintehran, KBRI Tehran menyebut saat ini status masuk ke Siaga II bagi WNI di Iran, sehingga pihaknya mengeluarkan beberapa imbauan, salah satunya meminta WNI di Iran pulang ke Indonesia secara mandiri.
Konflik berkepanjangan Iran-Israel akan memicu pergolakan harga komoditas dunia, terutama minyak mentah karena Timur Tengah merupakan lumbung produksi minyak dunia.
Harga minyak mentah acuan Brent sudah dua pekan diperdagangkan di US$0 per barel. Pada perdagangan Selasa (16/4/2024) minyak mentah Brent tercatat US$90,14 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di US$85,36 per barel.
Harga minyak mentah global yang tinggi akan memicu kenaikan harga dan inflasi akan semakin tinggi. Sehingga kecenderungan suku bunga tinggi di dunia akan awet ke depan.
Bukan tidak mungkin suku bunga Bank Indonesia terjaga tetap tinggi bahkan kembali naik jika inflasi terus merangkak naik.
BI sendiri akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23-24 April 2024 atau pekan depan.
Suku bunga BI rate di level 6,00% sejak Oktober 2023. Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, memperkirakan ada peluang 70% jika BI menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6,25% pada pekan depan.
Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi alasan disamping inflasi dari kemungkinan kenaikan tersebut.
"Rupiah bisa terus terekspos jika inflasi AS dan data tenaga kerja SS masih kuat hingga pemilihan presiden AS November mendatang," tutur Satria dalam analisanya.
Senada, ekonom BCA Barra Kukuh Mamia memperkirakan ada peluang BI menaikkan suku bunga. Namun, semuanya tergantung pada perkembangan pasar.
"Kenaikan mungkin ada dua probability. Pertama akan delay, lihat dulu apakah gejolak market blow over ketika cadev sudah US$ 135an ke bawah. Kedua, kalaupun hike akan dipasangkan dengan kebijakan akomodatif," ujar Barra, kepada CNBC Indonesia.
Dalam laporan BCA berjudul FX Reserves: Under pressure, fork in the road for BI? Menjelaskan BI mungkin masih akan menahan BI rate sampai April dan akan memilih menjaga rupiah dengan melakukan intervensi.
BCA mengingatkan BI bisa berbalik arah seperti pada Oktober 2023 jika kondisi rupiah dan cadangan devisa (cadev) turun tajam.
(ras/ras)