
RI Dikepung Tsunami Sentimen Negatif, Nasib IHSG & Rupiah Gimana?

- IHSG dan rupiah berpotensi melemah pada hari ini karena merespon berbagai sentimen negatif sepanjang libur lebaran, terutama soal serangan Iran ke Israel
- Harga minyak mentah dunia diperdagangkan di level US$90 per barel dikhawatirkan akan mendongkrak inflasi sehingga melemahkan perekonomian dunia
- Pasar pesimis The Fed akan menurunkan suku bunga pada Juni 2024 setelah inflasi AS meningkat dan tensi geopolitik di timur tengah yang memanas. Pasar melihat peluang The Fed menurunkan suku bunga pada pertemuan September 2024.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia akan kembali dibuka pada hari ini setelah libur panjang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Pasar saham dan nilai tukar rupiah diperkirakan akan terguncang karena merespon berbagai sentimen negatif selama libur, seperti serangan Iran ke Israel dan harapan pemangkasan suku bunga.
Kinerja pasar keuangan Indonesia memiliki kinerja kurang apik setelah libur panjang. Umumnya, IHSG ditutup berada di zona merah ketika terdapat sentimen negatif baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. Begitu juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau cenderung mengalami depresiasi setelah libur lebaran.
Beragam sentimen yang akan mempengaruhi dan prakiraan gerak pasar saham dan rupiah akan diulas lebih lengkap di halaman ketiga.
Sebelum masuk libur panjang, pasar saham bergerak liar. Sempat jatuh ke level 7.100, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun mampu comeback pada hari terakhir perdagangan sebelum libur lebaran.
IHSG mengakhiri perdagangan Jumat (5/4/2024) di level 7286,88, menguat 0,45% dalam sehari. Penguatan ini melanjutkan apresiasi pada sehari sebelumnya sebesar 1,22%. Kinerja mingguan IHSG melemah tipis 0,03%.
Jungkat-jungkit IHSG sepanjang pekan ini terjadi kala sidang sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung.
Berbagai sentimen lain juga membayangi pergerakan IHSG sepanjang pekan ini baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Maret 2024 mencapai 0,52% secara bulananan (month to month/mtm) pada Senin (1/4/2024).
Sementara dari luar negeri berbagai data penting dari Amerika Serikat seperti data pekerjaan juga menjadi penting karena kaitannya dengan ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserves atau The Fed.
Sementara rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada pekan terakhir jelang libur lebaran memiliki performa baik.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah pada penutupan perdagangan terakhir 5 April 2024 mengalami penguatan sebesar 0,31% di angka Rp15.840/US$. Angka ini merupakan posisi terkuat sejak 26 Maret 2024. Kinerja dalam seminggu mengalami apresiasi tipis 0,06%.
Rupiah yang menguat pada pekan itu dibantu oleh penggunaan cadangan devisa menjadi yang digunakan Bank Indonesia (BI) untuk intervensi.
Hal tersebut kemudian tercermin pada rilis BI mengenai data cadangan devisa (cadev) yang terpantau turun dibandingkan periode Februari 2024.
Cadev Indonesia per Maret 2024 sebesar kembali turun ke angka US$140,4 miliar atau turun US$3,6 miliar dari sebelumnya sebesar US$144 miliar. Penurunan ini juga merupakan yang terdalam sejak Mei 2023 yang menurun sebesar US$4,9 miliar menjadi US$139,3 miliar.
Selain untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, cadangan devisa susut ditengarai karena pembayaran utang luar negeri.
Indeks saham utama Wall Street melemah pada hari Senin karena kenaikan imbal hasil dan kekhawatiran atas konflik di Timur Tengah akan meningkatkan inflasi.
Rata-rata Industri Dow Jones turun 248,13 poin, atau 0,65%, menjadi ditutup pada 37.735,11. Indeks 30 saham tersebut anjlok dan merupakan penurunan hari keenam berturut-turut, penurunan beruntun yang belum pernah terjadi sejak Juni 2023.
S&P500 tergelincir 1,2% menjadi berakhir pada 5,061.82, meskipun diperdagangkan naik sebanyak 0,88% di awal sesi. Komposit Nasdaq jatuh 1,79% menjadi 15,885.02.
Suku bunga yang lebih tinggi meredam pemantulan pasar yang terlihat pada Senin pagi. Imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun naik di atas level penting 4,6% di sesi tersebut dan menyentuh titik tertinggi sejak pertengahan November 2023.
Imbal hasil meningkat setelah data menunjukkan penjualan ritel meningkat 0,7% di bulan Maret, memberikan indikasi terbaru bahwa konsumsi tetap kuat meskipun ada tekanan inflasi. Kecepatan tersebut berada di atas perkiraan konsensus ekonom sebesar 0,3% yang disurvei oleh Dow Jones.
Sentimen lain yang membebani investor adalah peluncuran drone dan rudal Iran ke Israel pada Sabtu malam, yang menandai serangan langsung pertama terhadap Israel dari wilayah Iran. Meskipun sebagian besar ancaman berhasil dihadang, kekhawatiran akan adanya pembalasan masih tetap ada. Indeks Volatilitas CBOE, pengukur ketakutan Wall Street, ditutup pada level tertinggi sejak Oktober 2023.
"Ini semua adalah pertukaran potongan-potongan berita yang keluar dari Timur Tengah saat ini," kata Alex McGrath, kepala investasi di NorthEnd Private Wealth. "Boleh dikatakan, hal ini membuat rasa takut menjadi sia-sia."
Harga minyak berakhir lebih rendah pada hari Senin (15/4/2024) namun masih diperdangkan di level US$90 per barel.
"Secara historis, guncangan geopolitik menyebabkan volatilitas jangka pendek, bukan penurunan pasar jangka panjang," kata Emily Bowersock Hill, CEO Bowersock Capital Partners. "Namun, dalam kondisi saat ini, risiko volatilitas dalam jangka panjang lebih tinggi, mengingat guncangan inflasi harga minyak yang mungkin berasal dari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah."
Dow dipimpin turun oleh Salesforce, yang turun lebih dari 7% di tengah laporan bahwa perusahaan perangkat lunak tersebut sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi perusahaan manajemen data Informatica. Di sisi lain, sesama anggota Dow, Goldman Sachs, melonjak hampir 3% setelah mengalahkan ekspektasi Wall Street pada kedua lini pada kuartal pertama.
Penurunan yang terjadi pada hari Senin menambah kerugian besar yang terlihat pada minggu lalu, karena kekhawatiran inflasi yang masih ada dan awal yang buruk pada musim laporan laba perusahaan yang baru membebani para pedagang. Baik Dow dan S&P 500 menunjukkan kinerja mingguan terburuk sejak tahun lalu.
IHSG dan nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengalami volatilitas pada perdagangan Selasa (16/4/2024). Pergerakan pasar keuangan RI cukup mengkhawatirkan mengingat libur lebaran 2024 yang panjang dan berbagai sentimen negatif khususnya dari eksternal.
Pada perdagangan hari ini, IHSG berpotensi melemah dengan resisten di 7.320 dan support di 7.200. Sementara nilai tukar rupiah memiliki peluang untuk mencapai Rp16.000 per dolar AS.
Iran Serang Israel, Tensi Timur Tengah Mendidih
Iran melakukan serangan udara ke Israel pada Sabtu malam (13/4/2024) dengan meluncurkan drone peledak dan menembakkan 300 rudal untuk membela diri atas upaya Negara Yahudi itu yang ingin memperluas eskalasi perang di Timur Tengah.
Kementerian Luar Negeri Iran mengungkapkan bahwa tindakan tersebut merupakan respons pembalasan atas agresi militer dari Israel ke kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024 lalu yang menewaskan tujuh Garda Revolusi Iran, termasuk dua jenderal.
Tensi geopolitik di timur tengah yang makin panas membuat para pelaku khawatir akan ada perang lebih besar yang dapat membuat ekonomi dunia makin terpuruk. Ini menimbulkan ketidakpastian di pasar.
Dampak jangka pendek yang terlihat adalah ancaman inflasi yang kembali melonjak akibat harga minyak dunia yang saat ini diperdagangkan di US$90 per barel.
Fluktuasi harga minyak dapat menimbulkan efek riak di seluruh dunia karena negara-negara sangat bergantung pada komoditas yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar seperti bensin dan solar.
Harga minyak dunia memang sensitif terhadap perang di timur tengah karena wilayah tersebut merupakan ladang minyak mentah. Jika perang terus berlanjut ada kekhawatiran pasokan minyak dunia akan seret.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi dampak rambatan dari meningkatnya tensi konflik di Timur Tengah itu akan terlihat di sektor pasar keuangan, terutama saat pembukaan perdagangan.
"Rambatan dampak (eskalasi konflik) kepada pasar finansial Indonesia baru akan terlihat saat pembukaan pasar besok pagi," kata Airlangga dikutip dari keterangan tertulis, Senin (15/4/2024).
Airlangga juga menyampaikan, konflik tersebut akan menimbulkan gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez yang akan berdampak langsung terhadap kenaikan biaya kargo. Produk yang terganggu antara lain gandum, minyak, dan komponen alat-alat produksi dari Eropa.
Sementara dalam keterangan siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI disampaikan bahwa guna meredam dampak kenaikan harga minyak global akibat konflik geopolitik Iran dan Israel, Pemerintah juga mencermati kondisi APBN agar dapat menjalankan perannya secara optimal sebagai shock absorber.
"Koordinasi lebih lanjut akan dilakukan bersama otoritas moneter dan fiskal untuk menghasilkan bauran kebijakan dalam menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi."
Pasar Pesimis The Fed Turunkan Suku Bunga pada Juni 2024
Harga minyak dunia yang saat ini diperdagangkan di level US$90 per barel dikhawatirkan bisa kembali melonjak jika perang di timur tengah tidak mereda. Dampaknya adalah inflasi yang makin tinggi, terutama di Amerika Serikat yang akan berpengaruh terhadap kebijakan suku bunga bank sentralnya.
Jika kemudian inflasi menguat, ada kemungkinan bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed akan mempertahankan tingkat suku bunga yang tinggi lebih lama dan akan mengacaukan pasar keuangan.
Inflasi Amerika Serikat (AS) periode Maret 2024 mencapai 3,5% secara tahunan (yoy), lebih panas dari prediksi pasar yang proyeksi bisa melandai ke 3,4% yoy.
Begitu pula dengan inflasi inti yang lebih panas dari konsensus yang memperkirakan angka 3,7% yoy. Namun kenyataannya mencapai 3,8% yoy pada Maret 2024, sama seperti bulan sebelumnya.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch memperkirakan suku bunga acuan The Fed tetap dipertahankan di 5,25% - 5,5% hingga September 2024, mundur dari keyakinan sebelumnya pada Juni.
Hal ini menunjukkan pasar mulai pesimis bahwa kecenderungan suku bunga tinggi akan patah pada tahun ini.
![]() Peluang Suku Bunga The Fed |
Indeks Dolar AS Melonjak, Awas Rupiah Tumbang
Ekonom Bank Maybank Myrdal Gunarto mengatakan di pasar valuta asing (valas) domestik sendiri rupiah memang belum menyentuh angka Rp16.000/US$. Namun rupiah sudah menembus level Rp16.000/US$ diperkirakan karena mekanisme transaksi yang terjadi di pasar luar negeri, seperti di pasar non-deliverable forward (NDF) Singapura.
"Rupiah terlihat melemah karena posisi dolar AS yang tengah menguat secara global maupun regional Asia. Hal itu tercermin dari posisi variabel indeks dollar AS (DXY) yang posisinya terus menanjak," ujar Myrdal.
DXY melonjak tinggi pada empat perdagangan terakhir dan mencapai posisi 106,205 pada Senin (15/4/024). Posisi ini sekaligus tertinggi sejak November 2023.
Myrdal menegaskan bahwa penguatan DXY tersebut merupakan gambaran dari perpindahan arus dana di pasar keuangan internasional yang mengarah pada pergerakan pelaku pasar global, baik di pasar saham maupun obligasi, yang ingin memindahkan aset investasinya ke pasar Amerika Serikat, terutama pasar obligasi Amerika Serikat yang terlihat lebih menarik saat yield dari surat utangnya terus meningkat dan terlihat meningkat saat ekspektasi penurunan bunga bank sentral AS (the Fed) semakin uncertain.
Secara fundamental, memang permintaan dolar AS di dalam negeri memang dalam tren yang meningkat untuk impor BBM maupun bahan pangan yang secara permintaannya meningkat untuk menghadapi faktor musiman Lebaran, maupun juga realitas bahwa harga komoditas global untuk energi maupun pangan saat ini tengah menanjak.
Kendati banyaknya faktor yang melemahkan rupiah, Myrdal meyakini pada esok hari, rupiah akan bergerak menyesuaikan dengan tren penguatan dolar AS secara global, di mana investor global akan melakukan aksi outflow dengan profit taking di pasar obligasi domestik.
Dengan kondisi saat ini, Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan melakukan aksi intervensi agar sebisa mungkin menahan volatilitas drastis dari pergerakan rupiah.
Myrdal menambahkan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar AS kelihatannya akan ditahan untuk tidak melemah ke level psikologis di atas Rp16.000/US$ pada Selasa nanti.
BI akan kembali mengandalkan cadangan devisanya untuk melakukan intervensi di pasar Spot Rupiah, DNDF, maupun pasar sekunder obligasi domestik.
Selain itu, patut juga diperhatikan berbagai sentimen penting pekan ini di halaman berikutnya.
Hari Ini (16/4/2024) Bank Indonesia akan merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia periode Maret 2024. Pada periode sebelumnya yakni Februari 2024, Survei Bank Indonesia (BI) mencatat indeks keyakinan konsumen (IKK) Indonesia terhadap ekonomi Tanah Air turun ke 123,1 dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 125.
Kemudian investor akan fokus ke Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan merilis neraca perdagangan RI periode Maret 2024 beserta data ekspor dan impor periode Maret 2024. Sebelumnya dijadwalkan rilis hari ini, namun akan mundur ke 22 Arpil 2024.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan yang lebih rendah pada bulan Februari 2024. Surplus mencapai US$ 870 juta pada Februari, turun dibandingkan surplus Januari US$ 2,02 miliar.
Pada keesokan harinya Rabu (17/4/2024), Bank Indonesia akan merilis penjualan eceran periode Februari 2024. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI), peningkatan tersebut tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2024 tercatat sebesar 210,5 atau tumbuh 1,1% secara tahunan (yoy).
Beralih dari luar negeri, dari negeri Paman Sam Amerika Serikat (AS) terdapat sentiment yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan RI.
Pada hari ini(16/4/2024) akan terdapat pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) yang akan berlanjut hingga Jumat (19/4/2024).
Selain itu masih pada hari yang sama, pidato dari para pejabat The Federal Reverse (The Fed) dan The Federal Open Market Committee (FOMC). Pidato-pidato tersebut akan berlanjut hingga pertemuan Kamis (18/4/2024).
Dari China, akan ada rilis pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024. Menurut konsensus TradingEconomics, ekonomi China akan tumbuh melambat yakni 5% dari kuartal sebelumnya 5,2%.
Selain pidato dari para pejabat The Fed, hari Kamis juga akan ada rilis data klaim pengangguran awal AS periode 18 April 2024, klaim pengangguran berkelanjutan AS periode 18 April 2024, dan klaim pengangguran AS rata-rata empat minggu periode 18 April 2024.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data makro yang terjadwal untuk hari ini:
Rilis data pertumbuhan ekonomi China Kuartal I 2024: pukul 09.00 WIB
Rilis data produksi industri China Maret 2024: pukul 09.00 WIB
Rilis data penjualan ritel China Maret 2024: pukul 09.00 WIB
Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia Maret 2024: pukul 11.00 WIB
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Pembagian Dividen ARNA
Pembagian Dividen ITMG
Pembagian Dividen WOMF
Pembagian Dividen SIKO
Initial Public Offering ATLA
Initial Public Offering MHKI
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BPII
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ERTX
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) EAST
Right Issue FREN
Right Issue WIKA
Berikut sejumlah agenda penting lainnya:
Halalbihalal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di kantor Kementerian ATR/BPN
Halalbihalal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Halalbihalal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Halalbihalal Kementerian Komunikasi dan Informatika
Halalbihalal Kementerian Perindustrian
Halalbihalal Kementerian Ketenagakerjaan
Weekly Press Briefing Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(ras/ras) Next Article Banjir Data Genting, Pasar RI Akan Baik-Baik Saja?