Selamat Datang Ramadan, Pembagian Dividen Bank Raksasa Dimulai!
- Pasar keuangan sumringah pekan lalu, IHSG berhasil pecah rekor, Rupiah berhasil kembali ke level psikologis 15.500.
- Bursa Wall Street tetap menghijau kendati inflasi AS kembali memanas, S&P 500 memimpin dengan mencetak All Time High
- Pekan ini perdagangan hanya buka tiga hari, tetapi nuansa Ramadhan mulai terasa, banyak rilis data baik dari eksternal maupun domestik
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pekan lalu berakhir happy weekend. Mulai dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pecah rekor tertinggi sepanjang masa hingga rupiah kembali ke level 15.500.
Pada penutupan perdagangan Jumat lalu, IHSG berhasil menguat 0,11% atau 7,94 poin ke posisi 7381,90. Apresiasi ini menandai IHSG melonjak selama tiga hari beruntun.
Secara intraday pada akhir pekan lalu, IHSG bahkan sempat menguat ke atas level psikologis 7400. Tepatnya menyentuh posisi tertinggi di 7.416,43.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan mencapai sekitar Rp 13,44 triliun dengan melibatkan 14,02 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,08 juta kali. Sebanyak 244 saham terapresiasi, 273 saham terdepresiasi, dan 252 saham cenderung stagnan.
Sementara itu, investor asing tercatat melakukan pembelian bersih sebesar Rp1,24 triliun miliar di seluruh pasar. Di mana transaksi inflow di pasar reguler tercatat net buy sebesar Rp1,23 miliar.
Saham yang paling banyak diburu asing masih dari big bank yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp432,3 miliar. Kemudian PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp253,3 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk mencatatkan inflow dari asing sebanyak Rp77,4 miliar.
Berikutnya ada saham bank syariah terbesar di RI, yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) sebanyak Rp82,4 miliar. Adapun di luar bank, ada PT Astra International Tbk (ASII) sebanyak Rp78,9 miliar.
Salah satu penyebab IHSG kembali mencetak rekor kemarin karena investor cenderung menyambut baik dari pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell yang mengindikasikan akan memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini. Namun, penurunan suku bunga belum dapat dipastikan kapan waktunya.
Alasan lainnya terkait dengan prospek pembagian dividen yang cukup menarik di saham-saham perbankan raksasa. Ini ditambah beberapa saham batu bara.
Beberapa emiten Himbara sudah mengumumkan nominal dividen yang akan dibagikan pasca RUPS seperti BBRI, BBNI, BMRI, dan BBTN. Saham batu bara seperti PTBA juga sudah mulai merilis kinerja keuangan sepanjang 2023 dan kemungkinan besar sebentar lagi akan menggelar RUPS.
Beralih ke pergerakan nilai tukar rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu terpantau perkasa. Melansir data Refinitiv, rupiah berakhir di angka Rp15.585/US$ setelah menguat 0,42% secara harian pada Jumat.
Apresiasi ini menjadi yang ketiga hari beruntun dalam sepekan. Sehingga, dalam seminggu rupiah berhasil menguat 0,7% dan menjadikan posisi saat ini yang terkuat sejak 15 Januari 2024.
Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi daya ungkit rupiah menguat cukup signifikan pada pekan ini. Di antaranya meningkatnya spekulasi the Fed akan memangkas suku bunga tahun ini, neraca dagang China surplus, hingga cadangan devisa RI yang memadai.
Beberapa lembaga memproyeksikan pemangkasan pemangkasan suku bunga terjadi pada pertengahan tahun ini semakin meningkat. Menurut Fedwatch Tool CME, saat ini para pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 74% pada bulan Juni, dibandingkan sekitar 63% pada tanggal 29 Februari.
Pendongkrak rupiah selanjutnya adalah sentimen positif dari China terkait dengan surplus neraca dagang yang melonjak. Sepanjang Januari-Februari 2024, neraca dagang sang Naga Asia ini tercatat surplus US$ 125,16 miliar.
Berikutnya ditopang dari posisi cadangan devisa RI yang masih memadai. Kendati, nilainya ada penurunan pada periode Februari 2024 menjadi US$ 144 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$ 145,1 miliar.
Posisi cadangan devisa tersebut masih setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Halaman 2>>>
(tsn/sef)