Newsletter

Pemerintah Tebar Insentif, Mampukah Bawa IHSG-Rupiah Terbang?

Revo M, CNBC Indonesia
23 February 2024 06:02
Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam acara Konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024 di Kementerian Keuangan, Selasa (30/1/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam acara Konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024 di Kementerian Keuangan, Selasa (30/1/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang akan menggerakkan pasar keuangan hari ini, baik dari dalam negeri ataupun luar negeri.
Sentimen dalam negeri akan datang dari data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) serta hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden (pilpres).

Kementerian Keuangan, kemarin, juga mengumumkan sejumlah insentif perpajakan yang diharapkan bisa menjadi sentimen positif pada pasar keuangan hari ini.

Dari luar negeri, sentimen yang perlu diperhatikan adalah rilis rapat Federal Open Market Committee (FOMC) minutes, pernyataan Fed Jefferson, hingga laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto Final Jerman.

Hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Februari 2024 pukul 23:00 WIB menunjukkan pasangan calon (paslon) 2 yang jauh di meninggalkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Data yang terbaru tersebut dengan 75,26% data Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah tertampung dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kokoh di posisi pertama dengan perolehan suara 58,89%.

FOMC Minutes & Pernyataan Fed Jefferson

Pada Kamis dini  hari kemarin, pejabat The Fed kembali mengindikasikan pada pertemuan terakhir mereka bahwa mereka tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dan menyatakan optimisme dan kehati-hatian terhadap inflasi.

Keputusan pemangkasan suku bunga akan diambil jika pejabat The Fed memiliki keyakinan yang besar bahwa inflasi terus melandai.

Ringkasan rapat tersebut juga menunjukkan adanya rasa optimisme secara umum bahwa langkah kebijakan The Fed telah berhasil menurunkan laju inflasi yang pada pertengahan tahun 2022 mencapai level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.

Namun, para pejabat mencatat bahwa mereka ingin melihat lebih banyak hal sebelum mulai melonggarkan kebijakan, sambil mengatakan bahwa kenaikan suku bunga kemungkinan besar akan berakhir.

Sebelum pertemuan tersebut, serangkaian laporan menunjukkan bahwa inflasi meskipun masih tinggi namun sudah mengarah menuju target The Fed sebesar 2%. Meskipun notulensi tersebut menilai "kemajuan solid" yang telah dicapai, komite memandang beberapa kemajuan tersebut sebagai sesuatu yang "istimewa" dan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak akan bertahan lama.

Oleh karena itu, para anggota mengatakan mereka akan "menilai dengan hati-hati" data yang masuk untuk menilai ke mana arah inflasi dalam jangka panjang. Para pejabat mencatat adanya risiko positif dan negatif serta khawatir akan penurunan suku bunga yang terlalu cepat.

Tidak sampai di situ, pada kemarin malam waktu Indonesia, Wakil Ketua Federal Reserve Philip Jefferson mengatakan bahwa ia masih mengincar penurunan suku bunga "akhir tahun ini" meskipun ada pembacaan baru mengenai inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan.

"Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, mungkin akan tepat untuk mulai menarik kembali pembatasan kebijakan kita pada akhir tahun ini," kata Jefferson dalam pidatonya di Peterson Institute for International Economics di Washington.

Jefferson memperkirakan belanja konsumen akan melambat, namun terdapat risiko bahwa belanja konsumen bisa menjadi lebih tangguh, yang dapat menyebabkan terhentinya kemajuan inflasi.

Ia melihat setidaknya terdapat tiga risiko utama selain belanja konsumen yang berpotensi lebih tangguh, yakni lapangan kerja bisa melemah karena faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi memudar. Selain itu, risiko geopolitik masih tetap tinggi, dan meluasnya konflik di Timur Tengah dapat berdampak lebih besar terhadap harga komoditas, seperti minyak, dan pasar keuangan global.

Laju PDB Final Jerman

Pada siang hari nanti waktu Indonesia, Jerman akan merilis data laju PDB secara kuartalan dan tahunan secara final untuk kuartal IV-2023. Sebelumnya pada laporan kuartal IV-2023 secara flash menunjukkan bahwa laju PDB Jerman berada di teritori negatif 0,2%, sejalan dengan ekspektasi pasar dan menyusul revisi kontraksi 0,3% pada periode tiga bulan sebelumnya.

Untuk diketahui, negara dengan perekonomian terbesar di Eropa ini memasuki resesi teknis untuk pertama kalinya sejak tahun 2020-2021, karena kenaikan harga dan biaya pinjaman berdampak pada aktivitas dan permintaan.

Saat ini, guncangan ekonomi masih akan melanda Eropa. Terbaru, ekonomi terbesar wilayah itu, alhasil Jerman diramalkan akan memasuki resesi menyusul Inggris yang secara teknis telah masuk ke masa resesi.

Bank Sentral Jerman, Bundesbank, menyebutkan bahwa ini disebabkan permintaan industri eksternal Jerman kemungkinan akan tetap lemah. Di sisi lain, konsumen akan terus berhati-hati dalam berbelanja dan berinvestasi di dalam negeri akibat tingginya suku bunga.

"Masih belum ada pemulihan bagi perekonomian Jerman. Beberapa faktor stres mungkin akan tetap ada pada kuartal pertama tahun 2024. Oleh karena itu output perekonomian akan kembali menunjukkan sedikit penurunan," tulis lembaga itu dikutip Russia Today, Selasa (20/2/2024).

Para analis menghubungkan lemahnya kinerja perekonomian Jerman dengan dampak krisis energi yang melanda negara tersebut setelah pecahnya konflik di Ukraina. Negara-negara Barat memberlakukan banyak pembatasan ekonomi terhadap Rusia, yang menyebabkan blok tersebut kehilangan akses terhadap energi murah asal Moskow.

Hal ini memberikan pukulan telak terhadap perekonomian Jerman yang sarat industri. Sebagian perusahaan di negara itu pun mulai mengeluhkan biaya produksi yang tinggi.

Transaksi Berjalan dan NPI Indonesia

Bank Indonesia (BI) telah merilis data transaksi berjalan dan NPI kemarin yang dapat memengaruhi pasar keuangan dan perspektif investor.

Transaksi berjalan Indonesia tercatat mengalami defisit sebesar US$1,3 miliar (0,38% dari Produk Domestik Bruto/PDB) pada kuartal IV-2023, meningkat dibandingkan dengan defisit US$ 1,0 miliar (0,3% dari PDB) pada kuartal III-2023.

Transaksi berjalan Indonesia jika dilihat secara setahun penuh, maka 2023 mengalami defisit US$1,6 miliar (0,1% dari PDB). Ini adalah kali pertama transaksi berjalan mengalami defisit sejak 2020 atau dalam tiga tahun terakhir. Kondisi ini juga berbanding terbalik jika dibandingkan akhir 2022, ketika transaksi berjalan RI mencatat surplus US$13,2 miliar.

Sebaliknya,NPI Indonesia justru mengalami surplus yang cukup besar yakni US$8,6 miliar pada kuartal IV-2023 dan surplus sebesar US$6,3 miliar sepanjang 2023. Bila dirupiahkan dengan kurs per Kamis (22/2/2024) yakni Rp15.585/US$1 maka angkanya mencapai Rp134,03 triliun untuk kuartal IV dan Rp98,19 triliun.

Surplus NPI ini ditopang oleh kuatnya kinerja transaksi modal dan finansial, terutama karena asing sudah mulai masuk kembali ke investasi portofolio.

M2 (Jumlah Uang Beredar)

Pagi hari ini, BI juga akan merilis data M2 (jumlah uang beredar) yang diperkirakan akan meningkat untuk Januari 2024. Sebelumnya pada Desember 2023, M2 mengalami kenaikan sebesar 3,5% menjadi Rp8.824,7 triliun.

Data ini patut diperhatikan karena akan berhubungan dengan inflasi. Jika jumlah uang beredar terlalu banyak, maka inflasi di suatu negara akan semakin meningkat. Namun uang beredar yang terlalu sedikit juga tidak akan menjadi hal yang baik mengingat roda perekonomian masyarakat akan terhambat karena perputaran uang yang sedikit.

Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan Tahun Ini
Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani mengatakan pihaknya sudah mendapatkan dukungan dari Menteri Kesehatan agar kebijakan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) bisa diterapkan tahun 2024 ini.

"Dapat kami sampaikan Menkes sangat mendukung untuk mengimplementasikan ini pada 2024," kata Askolani dalam konpers APBN Kita edisi Januari 2024, Kamis (22/2/2024).

Askolani menuturkan meski demikian, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) terkait rencana penerapan aturan ini. Menurut dia, koordinasi dengan Kementerian dan lembaga lainnya juga terus dilakukan guna mempersiapkan regulasi

Rencana penerapan cukai MBDK sebenarnya sudah mencuat sejak tahun 2016. Kebijakan ini sempat ditargetkan akan diterapkan pada 2023, namun akhirnya mundur. Cukai mengenai MBDK muncul lantaran efek minuman berpemanis ini terhadap kesehatan masyarakat.

Pemberlakuan cukai MBDK ini bisa berdampak besar terhadap emiten produsen minuman manis. DI antaranya adalah PT Unilever Indonesia (UNVR), Indofood Group, PT Mayora Indah (MYOR), dan PT. Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY).

Perpanjangan Insentif Pembelian Rumah & Insentif Pajak Hiburan

Pemerintah akan memperpanjang pemberian insentif pajak untuk pembelian rumah hingga akhir tahun ini, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7 Tahun 2024.
Perpanjangan insentif ini diharapkan akan menggairahkan sektor properti dan berdampak besar ke sejumlah emiten, mulai dari PT Bumi Serpong Damai (BSDE),  PT Sentul City Tbk. (BKSL),  PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN),  PT Bekasi Asri Pemula Tbk. (BAPA), hingga  PT Bumi Citra Permai Tbk (BCIP).

Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak Rp 5 miliar itu berlaku sejak 13 Februari 2024.

Berdasarkan Pasal 7 PMK ini, PPN DTP yang diberikan terbagi atas dua periode. Untuk penyerahan rumah periode 1 Januari 2024 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 100% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk penyerahan periode 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50% dari DPP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyetujui pemberian insentif alias diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian mobil listrik. Pembeli cukup membayar 1%, lebih kecil dari tarif normal yang sebesar 11%.

Meski demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Antara lain KBL Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%. Kemudian KBL Berbasis Baterai Bus Tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40% dan sampai dengan kurang dari 40%.

Mobil listrik akan mendapatkan diskon besar, yaitu 1%. Sementara bus listrik dikenakan 6%.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga berencana akan memberikan insentif pajak hiburan yang disesuaikan dengan Undang-Undang Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

Dirjen Perimbangan Keuangan Luki Alfirman mengatakan insentif fiskal yang akan diberikan berupa keringanan, pengurangan atau pembebasan dan penghapusan, yang merupakan kewenangan kepala daerah yang ditetapkan dalam perkara.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjanjikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) Badan ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10% belum akan terealisasi dalam waktu dekat.

(rev/rev)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular