Ini Strategi BI Buat Rupiah Perkasa, Soal Pangkas Bunga Nanti Dulu

Revo M, CNBC Indonesia
22 February 2024 09:30
Jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam konferensi pers pada Rabu (21/2/2024). (CNBC Indonesia/Arrijal Rachman)
Foto: Jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam konferensi pers pada Rabu (21/2/2024). (CNBC Indonesia/Arrijal Rachman)

Jakarta, CNBC Indonensia - Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00% pada bulan ini. Tingkat suku bunga BI Rate di level 6,00% sudah berlaku sejak Oktober 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan mempertahankan BI Rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability.

"Yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024," kata Perry saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Perry juga menambahkan bahwa kebijakan mempertahankan suku bunga acuan itu didasari dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik dibanding proyeksi sebelumnya. Meskipun BI anggap ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi.

"Ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,1% pada 2023 dan 3,0% pada 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya masing-masing sebesar 3,0% dan 2,8%," ucap Perry.

Sementara ketidakpastian global masih terus terjadi dibuktikan oleh kuatnya indikator-indikator ekonomi AS yang melampaui ekspektasi, melambatnya perekonomian China, dan resesi teknis di Inggris dan Jepang.

Terlepas dari tantangan yang ada, BI tetap yakin untuk memproyeksikan penurunan Fed Fund Rate (FFR) yang dijadwalkan pada semester kedua 2024, dengan mengantisipasi penurunan total sebesar 75 basis poin (bps).

Outlook Suku Bunga BI

Dalam beberapa waktu ke depan, suku bunga acuan BI tampaknya masih akan tetap dipertahankan khususnya untuk menghadapi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan imported inflation.

"Sehingga kenapa narasinya BI Rate tetap. Fokusnya tetap untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan imported inflation tetap akan terkendali," kata Perry.

Dua hal ini, menurut Perry, sangat penting. Hal ini menyikapi faktor risiko ketiga dari global, yaitu bahwa ada gangguan mata rantai yang berisiko menaikkan harga komoditas pangan.

Kendati demikian, Perry tetap membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan BI pada semester II-2024 mengingat The Fed pun akan menurunkan suku bunganya di paruh kedua tahun ini.

Sejalan dengan BI, Bank Danamon pun mengungkapkan proyeksinya bahwa BI akan memangkas suku bunga namun dengan jumlah yang lebih konservatif yakni 50 bps.

Sementara Bank Mandiri mengatakan bahwa dengan tekanan inflasi AS yang ada saat ini, maka sangat kecil ruang bagi bank sentral (AS dan Indonesia) untuk memulai penurunan suku bunga pertamanya pada semester I-2024.

"Namun, kami memperkirakan akan ada lebih banyak kebijakan yang condong ke arah pro-pertumbuhan (yaitu kemungkinan penurunan rasio cadangan wajib/RRR) untuk mendukung target pertumbuhan Indonesia di atas 5% tahun ini."tutur kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro kepada CNBC Indonesia.

Bagaimana dengan Rupiah?

Suku bunga yang ditahan ini menjadi salah satu cara untuk mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar tidak terjadi depresiasi yang tajam.

Hal ini terbukti pasca BI memutuskan suku bunganya, rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,16% di angka Rp15.630/US$. Penguatan ini mematahkan tren pelemahan yang telah terjadi empat hari beruntun.

Di samping itu, Perry pun menegaskan bahwa ke depan, nilai tukar mata uang Garuda diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong berlanjutnya aliran modal asing didukung kebijakan stabilitas BI serta penguatan strategi operasional promarket dengan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

"Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing, didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia, serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI," ujar Perry.

Sebagai informasi dalam laporan terbarunya, BI mengungkap hasil lelang SRBI senilai total Rp392 triliun per 20 Februari 2024, disertai arus masuk asing sebesar Rp89 triliun. Pada saat yang sama, lelang SVBI menghasilkan hampir US$2 miliar, sementara US$265 juta dilaporkan untuk SUVBI.

BI juga terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk implementasi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Instrumen-instrumen ini diharapkan mampu menarik modal asing dan berujung pada kuatnya rupiah dihadapan dolar AS.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation