Macro Insight

Bos BI Buka Rahasia Asing Incar Portofolio RI, Borong Sampai Rp47 T

Revo M, CNBC Indonesia
18 January 2024 12:15
Pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur bulan Januri 2024 dengan Cakuoan Triwulan. (YouTube/Bank Indonesia)
Foto: Pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur bulan Januri 2024 dengan Cakuoan Triwulan. (YouTube/Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 6% pada Rabu (17/1/2024). Gubernur BI Perry Warjiyo juga memberi ruang pemangkasan suku bunga yang sejalan dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang diperkirakan menurunkan suku bunganya pada 2024.

BI dalam keputusan kemarin juga menahan suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. Dengan demikian, BI sudah menahan suku bunga selama tiga bulan beruntun.

"Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024," kata Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Keputusan BI sejalan dengan hasil konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Dari 10 institusi/lembaga sepakat berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya.

Sebelumnya, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan 12-13 Desember 2023 juga memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di angka 5,25-5,5%.

Dalam dokumen dot plot The Fed mengisyaratkan jika akan memangkas suku bunga acuan sebanyak 3 kali sebesar 75 basis poin (bps) pada 2024. Bahkan sedikit partisipan mengisyaratkan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps.

The FedFoto: Dokumen Dot Plot Desember 2023
Sumber: The Fed

Dalam pemaparannya kemarin, BI juga menegaskan bahwa siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diprakirakan telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I-2024, dengan kemungkinan akan mulai menurun pada semester II-2024.

BI pun memperkirakan FFR akan diturunkan lebih besar daripada perkiraan sebelumnya.

"Semula kami perkirakan 2 kali, bacaan kami terakhir adalah 3 kali 75 bps," ungkap Perry.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah BI juga akan memangkas suku bunganya pada 2024? BI tidak menutup kemungkinan suku bunga acuan atau BI rate dipangkas dalam beberapa waktu ke depan.

"Ruang penurunan BI rate ke depan masih akan ada," imbuh Perry.

Perry pun menegaskan setidaknya terdapat tiga hal yang mempengaruhi kebijakan suku bunga acuan, yakni seberapa besar penguatan nilai tukar rupiah, inflasi yang terjaga rendah, serta dukungan kredit dalam pembiayaan ekonomi.

Sementara Bank Danamon memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin (bps) ke level 5,5%. Ekspektasi penurunan 50 bps ini tidak sebanding dengan The Fed, mengingat antisipasi tren defisit transaksi berjalan yang semakin melebar.

Senada dengan Bank Danamon, Bank Mandiri juga sepakat bahwa BI rate akan dipangkas sebesar 50 bps pada tahun 2024 sejalan dengan ekspektasi terkendalinya inflasi dan nilai tukar yang relatif stabil.

Investor Asing Doyan Masuk ke RI

Secara umum, investor asing tercatat masih rajin menanamkan modal di pasar keuangan RI. Perry mengungkapkan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio ke pasar keuangan domestik terus berlanjut.

"Pada Januari 2024 hingga [tanggal] 15 Januari 2024 tercatat [aliran masuk modal asing] sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp46,8 triliun (asumsi kurs US$1 = Rp15.600)," ungkap Perry.

Sementara selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen s.d. 28 Desember 2023, investor asing melakukan aksi beli neto Rp80,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp10,74 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp52,81 triliun di SRBI.

Lebih lanjut, berbagai instrumen investasi pun telah terbukti menarik investor untuk masuk ke pasar keuangan domestik.

BI terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market yang telah diterbitkan selama tahun 2023, yaitu SRBI, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) untuk memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk ke dalam negeri.

Lelang SRBI dan SVBI hingga 16 Januari 2024 masing-masing telah mencapai Rp296,03 triliun dan US$896,50 juta. Instrumen SRBI juga telah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder tecermin dari kepemilikan investor asing yang mencapai Rp75,44 triliun.

Sedangkan lelang SUVBI yang diterbitkan sebagai instrumen moneter valas telah mencapai US$244 juta hingga periode yang sama.

Berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan diharapkan dapat terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.

BCAFoto: Komponen Penempatan di BI
Sumber: BCA

Instrumen DHE Kurang Laku?

Sebelumnya, pemerintah merilis aturan baru Devisa Hasil Ekspor (DHE) khusus Sumber Daya Alam (SDA). Kebijakan DHE itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2023 tentang DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam sebagai pengganti PP nomor 1 tahun 2019. Aturan tersebut dinyatakan berlaku efektif per 1 Agustus 2023.

Peraturan pemerintah itu mewajibkan pengusaha untuk memarkir 30% DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Disebutkan dalam Pasal 6 Ayat (1), DHE sumber daya alam (SDA) dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui rekening khusus pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan/atau bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

Pemarkiran devisa wajib dilaksanakan paling lambat akhir bulan ketiga setelah pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor (PPE).

Kemudian pada Ayat 2 pasal tersebut memaparkan, penempatan DHE SDA dalam rekening khusus diwajibkan terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada PPE paling sedikit US$250.000 atau ekuivalennya.

Kendati DHE sudah dirancang sedemikian rupa dan ditargetkan DHE yang disimpan di dalam negeri mencapai US$8-9 miliar per bulan, namun pada kenyataannya hal ini jauh dari target yang diharapkan.

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti memaparkan bahwa total DHE yang disimpan dalam Term Deposit Valas (TD Valas) mencapai US$2,2 miliar pada akhir Desember 2023. Angka ini pada dasarnya cenderung menurun dibandingkan dengan paparan BI sebelumnya yang mengatakan DHE telah mencapai US$2,4 miliar.

"TD (valas) DHE itu kalau kita lihat datanya relatif stabil di US$ 2,2 miliar," kata Destry.

Destry mengungkapkan besaran dana yang masuk ke dalam TD Valas ini berasal dari 156 perusahaan, dengan partisipasi 18 bank. Adapun, lanjutnya, pengusaha mayoritas memilih TD Valas dengan tenor 3 bulan.

Lebih lanjut, seretnya DHE masuk ke perbankan dalam negeri disebabkan oleh kemudahan dan cuan bunga deposito valas yang ditawarkan Negeri Jiran, Singapura.

Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan kecenderungan eksportir menempatkan dolarnya di bank-bank Singapura ketimbang perbankan dalam negeri karena tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Mereka menawarkan tingkat bunga hingga 3-4% untuk dolar AS yang biasanya ditempatkan di deposito berjangka.

Sementara itu, tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan bank-bank di Indonesia menurutnya rata-rata hanya dikisaran 1,25-1,75% saja dalam satu tahun. Akibatnya selisih suku bunga ini yang membuat para eksportir dalam negeri tak tertarik menempatkan dolarnya di dalam negeri.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation