polling CNBC Indonesia

Rupiah Aman, BI Rate Diramal Nggak Akan ke Mana-mana

Revo M, CNBC Indonesia
21 May 2024 12:05
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024. (CNBC Indonesia/Hadijah Alaydrus)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024. (CNBC Indonesia/Hadijah Alaydrus)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menahan suku bunga acuan atau BI rate pada bulan ini. Rupiah makin terjaga menjadi alasan utama mengapa BI akan menahan suku bunga pada bulan ini.

BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini dan berakhir besok, Rabu (21-22 Mei 2024).  Sebelumnya, pada RDG BI periode April 2024, BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%. Hal ini di luar dari ekspektasi pelaku pasar yang secara konsensus justru memperkirakan BI masih menahan suku bunganya.

Untuk bulan ini, BI diyakini akan menahan suku bunganya di 6,25%. Suku bunga Deposit Facility diperkirakan ditahan di 5,50% sementara suku bunga Lending Facility di 7,00%.

Polling CNBC Indonesia menunjukkan pelaku pasar berekspektasi BI menahan suku bunga. Dari 14 institusi yang terlibat polling, seluruhnya memperkirakan BI akan menahan suku bunga.

Terkait kenaikan suku bunga bulan lalu Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

"Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegasnya, pada konferensi pers RDG bulan lalu.

Ia pun menyampaikan kendati suku bunga dinaikkan, namun kebijakan makroprudensial longgar itu untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.

Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan melalui perluasan cakupan sektor prioritas, yakni sektor penunjang hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, Listrik-Gas-Air Bersih (LGA), dan jasa sosial; serta penyesuaian besaran insentif untuk setiap sektor yang berlaku mulai 1 Juni 2024.

Lebih lanjut, Perry juga menambahkan bahwa seluruh kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan risiko faktor eksternal, yang berpotensi memengaruhi ekonomi domestik. Di antaranya karena perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi AS mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat bank sentral AS (The Fed).

Hal ini tercermin dengan kenaikan indeks dolar AS (DXY) yang pada pertengahan April sempat menyentuh angka 106 atau tertinggi sejak awal November 2023.

Lonjakan DXY ini pada akhrnya memberikan tekanan bagi rupiah hingga akhirnya sempat tembus di atas Rp16.200/US$.

Namun setelah BI menaikkan suku bunganya, rupiah memang sempat mengalami depresiasi selama satu minggu dan dilanjutkan dengan apresiasi bahkan sempat menyentuh titik terkuatnya pada 16 Mei 2024 di angka Rp15.920/US$.

Berbeda halnya dengan Mei 2024, secara bulanan hingga 21 Mei 2024 pukul 11:07 WIB, rupiah terpantau menguat 1,45%. Hal ini berbeda jauh dengan periode April 2024 yang secara bulanan rupiah anjlok 2,56%.

Menanggapi situasi saat ini yang lebih stabil dibandingkan bulan sebelumnya, CNBC Indonesia Research telang melakukan polling terhadap 14 institusi perihal proyeksi BI rate esok hari (22/5/2024).

Secara keseluruhan dan absolut, 14 institusi tersebut memperkirakan BI akan menahan suku bunganya di 6,25%.

"BI rate masih ada ruang untuk wait and see dalam satu hingga dua bulan ke depan untuk kembali menaikkan suku bunga atau tidak," kata Fithra.

Fithra pun mengungkapkan dengan besarnya dana asing yang masuk ke dalam negeri belakangan ini, maka kenaikan BI rate tidak diperlukan terlebih dahulu.

Hal ini tercermin dari arus dana asing terus membanjiri Indonesia dan tercatat masuk ke Indonesia dalam tiga pekan beruntun.

BI merilis data transaksi 13-16 Mei 2024, bahwa investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp22,06 triliun terdiri dari beli neto Rp5,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp2,40 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp19,17 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Jumlah tersebut adalah rekor tertinggi tahun ini. Bila ditarik lebih jauh maka ini adalah rekor tertinggi setidaknya dalam sejak Januari 2023 atau 14 bulan terakhir.

Inflow tertinggi sebelumnya tercatat pada pekan kedua Maret 2024 yakni Rp21,72 triliun rupiah. Inflow pekan lalu juga memperpanjang tren positif. Dalam tiga pekan terakhir, dana asing terus tercatatnet buydengan total mencapai Rp29,16 triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation