Newsletter

Usai 2 Kabar Buruk dari AS, China Bisa Sebar Sentimen Negatif Hari Ini

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
12 January 2024 06:00
New York Stock Exchange (NYSE)
Foto: REUTERS/Carlos Barria/File Photo

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ditutup cenderung mendatar pada perdagangan Kamis kemarin waktu AS atau Jumat dini hari waktu Indonesia, karena rilis data inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar dan tanda-tanda masih panasnya pasar tenaga kerja. Keduanya dapat mengurangi harapan penurunan suku bunga lebih awal oleh bank sentral AS tahun ini.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat tipis 0,04% ke posisi 37.711,02 dan Nasdaq naik tipis 0,529 poin (+0,00%) ke 14.970,18. Namun untuk indeks S&P 500 berakhir turun tipis 0,07% menjadi 4.780,24.

Wall Street yang cenderung sideways di akhir sesi perdagangan Kamis terjadi setelah dirilisnya data inflasi konsumen (consumer price index/CPI) AS periode Desember 2023.

Berdasarkan data dari Biro Statisik AS, inflasi AS pada Desember 2023 naik menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023. Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam pada Desember 2023 juga naik menjadi 0,3%, dari sebelumnya sebesar 0,1% pada November 2023.

Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan inflasi AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy) dan 0,2% (mtm).

Namun untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif juga cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.

Kenaikan inflasi AS terjadi karena adanya seasonality natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.

Di lain sisi, angka klaim pengangguran mingguan Negeri Paman Sam untuk periode pekan yang berakhir 6 Januari 2024 juga masih cukup panas.

Berdasarkan data dari Departemen Ketenagakerjaan AS, angka klaim pengangguran awal turun 1.000 menjadi 202.000 pada pekan yang berakhir 6 Januari lalu.

Ini merupakan level terendah sejak pertengahan Oktober. Angka tersebut juga lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan orang Amerika mengajukan klaim pengangguran sebanyak 203.000.

Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup panas, sehingga dapat merubah pandangan The Fed terkait pemangkasan suku bunga acuannya di tahun ini.

Angka inflasi terbaru ditambah dengan masih panasnya data tenaga kerja AS membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat lebih berhati-hati dalam merubah sikapnya menjadi lebih dovish, karena hingga saat ini inflasi AS masih belum mendekati target yang ditetapkan di 2%.

Pada bulan lalu mereka menyatakan kemungkinan telah selesai menaikkan suku bunga, sehingga memicu perdebatan mengenai kapan mereka akan mulai menurunkan suku bunga acuannya.

Meski begitu, ekspektasi pasar terkait The Fed yang akan mulai menurunkan suku bunga pada Maret mendatang justru kembali meningkat, meski masih lebih rendah dari perkiraan pasar pekan lalu.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch menunjukkan peluang The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) naik menjadi 71,8%, lebih besar dari peluang pada Rabu lalu yang mencapai 66,1%, tetapi masih lebih rendah dari peluang sebesar 79% pada pekan lalu.

Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) berbalik melandai setelah dirilisnya data inflasi konsumen pada akhir 2023. Yield US Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi pemerintah AS turun 6,2 bp menjadi 3,968%.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular