
Usai 2 Kabar Buruk dari AS, China Bisa Sebar Sentimen Negatif Hari Ini

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kembali memanasnya inflasi AS serta rendahnya klaim pengangguran dari AS diperkirakan akan menjadi sorotan utama pelaku pasar. kedua kabar tersebut bisa memberi sentimen negatif hari ini. Setelah data dari AS, investor akan mencermati data inflasi China yang keluar hari ini.
Adapun berikut sentimen pasar dari dalam dan luar negeri pada hari ini.
1. Inflasi Amerika Serikat
AS pada Rabu atau Kamis malam (11/1/2024) mengumumkan data inflasi konsumen (CPI) periode Desember 2023. Inflasi Paman Sam pada akhir 2023 naik menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam pada Desember 2023 juga naik menjadi 0,3%, dari sebelumnya sebesar 0,1% pada November 2023.
Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan CPI AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy) dan 0,2% (mtm).
Namun untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif juga cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.
Kenaikan inflasi AS terjadi karena adanya seasonality Natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.
Setelah dirilisnya data inflasi konsumen AS semalam, pada malam hari ini giliran data inflasi produsen (PPI) AS periode Desember 2023 yang akan dirilis pada hari ini, Jumat (12/1/2024).
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PPI pada Desember 2023 diprediksi naik menjadi 0,1% (mtm) dan 1,3% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 0% (mtm) dan 0,9% (yoy).
Adapun PPI inti diperkirakan juga naik menjadi 0,2% (mtm) dan 1,9% (yoy) pada Desember 2023, dari sebelumnya sebesar 0% (mtm) dan 2% (yoy) pada November 2023.
Angka inflasi terbaru AS kemungkinan akan membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) lebih berhati-hati dalam menyatakan kemenangan dalam perjuangan melawan inflasi, karena hingga saat ini inflasi AS masih belum mendekati target yang ditetapkan di 2%.
Namun, inflasi di negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini telah turun tajam sejak mencapai puncaknya sebesar 9,1% pada Juni 2022, ketika perang di Ukraina menyebabkan biaya energi melonjak.
The Fed menanggapinya dengan menaikkan biaya pinjaman secara signifikan untuk mendinginkan perekonomian dan mengurangi tekanan harga.
Pada bulan lalu mereka menyatakan kemungkinan telah selesai menaikkan suku bunga, sehingga memicu perdebatan mengenai kapan mereka akan mulai menurunkan suku bunga acuannya.
Ekspektasi pasar terkait The Fed yang akan mulai menurunkan suku bunga pada Maret masih kencang meski masih lebih rendah dari perkiraan pasar pekan lalu.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch menunjukkan peluang The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) naik menjadi 71,8%, masih lebih rendah dari peluang sebesar 79% pada pekan lalu.
2. Klaim Pengangguran Mingguan Amerika Serikat
Tak hanya inflasi konsumen terbaru di AS, data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 6 Januari 2024 juga telah dirilis Kamis malam (11/1/2024).
Berdasarkan data dari Departemen Ketenagakerjaan AS, angka klaim pengangguran awal turun 1.000 menjadi 202.000 pada pekan yang berakhir 6 Januari lalu.
Ini merupakan level terendah sejak pertengahan Oktober. Angka tersebut juga lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan orang Amerika mengajukan klaim pengangguran sebanyak 203.000.
Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup panas, sehingga dapat menahan The Fed terkait untuk memangkas suku bunga acuannya di tahun ini.
Proyeksi peningkatan klaim pengangguran ini memang berdampak buruk bagi pasar tenaga kerja, akan tetapi bagi keseluruhan ekonomi AS dan prospek inflasi ini berdampak positif lantaran semakin mendukung kondisi pasar tenaga mendingin yang memicu inflasi melandai.
3. Inflasi China
Setelah data inflasi AS yang mengecewakan, China juga diperkirakan memberi kabar buruk soal inflasi hari ini. Pada hari ini, Jumat (12/1/2024), China akan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir 2023 atau Desember 2023. Rilis data ekonomi China ini sangat penting dicermati pelaku pasar, pasalnya China merupakan penopang ekonomi Asia, serta mitra dagang ekspor dan impor terbesar RI.
Indeks Harga Konsumen (IHK) China untuk periode Desember 2023 diperkirakan masih akan turun atau mengalami deflasi lebih dalam sebesar 0,7% (yoy), lebih dalam dibandingkan deflasi pada November 2023 sebesar 0,5%.
Deflasi China menunjukkan kondisi ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut masih cukup lesu. Ini terjadi lantaran efek pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti negara tersebut serta krisis sektor properti yang belum usai.
Deflasi yang terjadi di China ini juga menyebabkan prospek perdagangan ekspor-impor terganggu. Untuk impor China pada Desember 2023 yang akan rilis pada Jumat diperkirakan masih akan terkontraksi sebesar -0,5% yoy, menurut penghimpun data Trading Economics.
Di lain sisi, untuk ekspor China pada Desember 2023 diproyeksi akan ada perbaikan dengan pertumbuhan sekitar 0,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,5% yoy.
Dengan begitu, neraca perdagangan China di akhir tahun 2023 diperkirakan bisa membaik atau meningkat ke US$ 76 miliar, dibandingkan bulan November 2023 sebesar US$ 68,39 miliar.
China adalah motor utama ekonomi Asia, mitra dagang terbesar bagi Indonesia, serta salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Lesunya ekonomi China tentu menjadi kabar buruk bagi Indonesia.
4. Pertumbuhan Ekonomi Inggris
Di Inggris, data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) periode November 2023 diprediksi akan meningkat, namun tidak cukup kuat untuk mencegah risiko resesi pada akhir tahun 2023.
Konsensus pasar memprediksi PDB Inggris pada November 2023 naik menjadi 0,2%, setelah berkontraksi 0,3% pada Oktober 2023. Hal serupa akan diperlukan pada Desember untuk mencegah Inggris memenuhi definisi teknis resesi.
Sementara itu, para pengambil kebijakan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) berjuang antara prospek ekonomi yang rentan dan tekanan harga yang tinggi.
Gubernur BoE, Andrew Bailey menegaskan kembali dalam kesaksiannya di depan Komite Treasury Inggris pada Rabu lalu bahwa membawa inflasi ke target 2% sangatlah penting.
(chd/chd)