
Bank Dunia Beri Kabar Buruk: Awas, Pasar RI Rawan Tergelincir!

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Mayoritas Wall Street yang melemah bisa menjadi kabar buruk bagi pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Kabar buruk dari Bank Dunia juga bisa menjadi sentimen negatif pada perdagangan hari ini.
Adapun berikut sentimen pasar dari dalam dan luar negeri pada hari ini.
1. Penjualan Ritel Indonesia
Pada hari ini, data penjualan ritel nasional untuk periode November 2023 akan dirilis. Diprediksi, penjualan ritel November 2023 naik 3,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), menurut lembaga penghimpun data, Trading Economics.
Sebelumnya, penjualan ritel Indonesia pada Oktober 2023 tumbuh 2,4% yoy, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1,5% yoy.
Pertumbuhan positif tersebut melanjutkan tren penguatan selama tiga bulan terakhir dan merupakan laju terkuat sejak Juni 2023.
Berdasarkan kelompoknya, peningkatan pertumbuhan terjadi pada kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya sebesar 5,2% yoy. Kemudian didorong juga oleh pertumbuhan sub kelompok sandang sebesar 10,0% secara tahunan, serta kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang tumbuh 3,3% yoy.
Meski demikian, ada kelompok penjualan yang mencatat penurunan penjualan, yaitu kelompok peralatan informasi dan komunikasi yang turun 8,6% yoy dan kelompok barang budaya dan rekreasi yang turun 4,0% yoy.
Selain karena peningkatan kebutuhan untuk persiapan natal dan tahun baru, faktor peningkatan penjualan ritel di akhir tahun juga disinyalir berkat beberapa campaign yang diselenggarakan perusahaan seperti diskon, promo, dan lainnya yang mampu meningkatkan minat beli konsumen.
2. Hasil Neraca Perdagangan Amerika Serikat.
Pada kemarin malam waktu Indonesia, data neraca perdagangan AS periode November 2023 telah dirilis. Data menunjukkan bahwa defisit perdagangan Negeri Paman Sam secara tak terduga menyempit pada November 2023, karena impor menurun, berdasarkan data dari Biro Sensus Departemen Perdagangan AS.
Defisit perdagangan menyusut 2% menjadi US$ 63,2 miliar pada November 2023. Data per Oktober 2023 direvisi sedikit untuk menunjukkan kesenjangan perdagangan melebar menjadi US$ 64,5 miliar, bukan US$ 64,3 miliar seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Adapun ekspor AS pada November 2023 mengalami penurunan menjadi US$ 253,7 miliar, yang berarti lebih rendah dari posisi Oktober 2023. Impor juga turun menjadi US$ 316,9 miliar. Penurunan defisit barang dan peningkatan surplus jasa berkontribusi terhadap penurunan defisit secara keseluruhan.
3. Harga Energi Global Mulai Bangkit?
Dalam beberapa hari terakhir, harga energi global terpantau berjatuhan. Namun pada pertengahan perdagangan Selasa kemarin, beberapa komoditas energi mulai berbalik arah ke zona hijau, meski potensi terjadinya koreksi masih cukup besar.
Di komoditas energi batu bara, pada perdagangan Selasa sesi siang atau Rabu dini hari waktu Indonesia, merujuk data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Februari terpantau melesat 3,28% ke US$ 134 per ton. Pergerakan ini terpantau terjadi pada pukul 00:35 WIB.
Sebelumnya pada Senin lalu, harga batu bara sempat ditutup melemah 0,57% di posisi US$ 129,75 per ton. Pelemahan pada Senin lalu pun mematahkan tren penguatan harga sepanjang tiga hari beruntun sebelumnya.
Sedangkan untuk harga minyak mentah global, pada perdagangan Selasa kemarin, harganya juga berbalik melonjak. Untuk minyak jenis Brent melonjak 2,14% ke US$ 77,75 per barel. Sedangkan untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) atau light sweet melompat 2,4% menjadi US$ 72,47 per barel.
Pada perdagangan Senin lalu, harga minyak Brent juga sempat jatuh 3,3% menjadi US$ 76,19 per barel, sementara WTI jeblok 4,3% ke US$ 70,63 per barel.
Harga minyak ambruk setelah raksasa Arab Saudi, Saudi Aramco, memangkas harga minyak ke konsumen Asia sebesar US$ 2 per barel. Pemangkasan ini dilakukan karena terus melemahnya permintaan, terutama dari China.
Perbaikan harga energi diharapkan menjadi dorongan positif bagi pasar saham Indonesia mengingat banyaknya emiten yang bergerak di sektor energi. Di antaranya adalah PT Indika Energy (INDY), PT Medco Energi Internasional (MEDC), PT Adaro Energy Indonesia (ADRO), hingga PT Elnusa (ELSA).
4. Bank Dunia Ingatkan Ekonomi Dunia Masih Berat
Bank Dunia dalam laporan terbarunya Global Economic Prospects January 2024 memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4% pada tahun ini dibandingkan 2,6% pada 2023.
Lembaga multinasional tersebut memang tidak merevisi proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini tetapi memangkas cukup signifikan untuk proyeksi tahun depan.
Ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7% pada 2025, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0%.
Pertumbuhan sebesar 2,6% pada 2023 juga akan menjadi yang terendah dalam 50 tahun, di luar resesi global saat pandemi. Bank Dunia juga menyebut ini adalah kali pertama mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi terus melandai selama tiga tahun beruntun.
Dengan hanya tumbuh di kisaran 2%, Bank Dunia menyebut awal 2020an (2020-2024) sebagai periode terburuk dalam 30 tahun terakhir. Bank Dunia menyebut periode awal 2020 sebagai "dekade dari terbuangnya peluang " dari yang seharunsya 'dekde transformatif".
Menurut Bank Dunia, ekonomi dunia akan melemah karena terimbas dampak pengetatan kebijakan moneter, terbatasnya ekspansi finansial, serta lemahnya investasi dan perdagangan dunia.
Bank Dunia juga mengingatkan adanya risiko besar untuk pertumbuhan ke depan dari konflik di Timur Tengah, gangguan di pasar komoditas, mahalnya ongkos pinjaman, bengkaknya utang, melandainya ekonomi China, inflasi yang masih tinggi, serta perubahan iklim yang ekstrem.
"Untuk dua tahun ke depan, outlooknya gelap. Mayoritas negara, baik negara maju dan berkembang, akan tumbuh lebih lambat pada 2024 dan 2025 dibandingkan dekade sebelum Covid-19," tulis Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects January 2024 yang keluar pada Selaa (9/1/2024).
Untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9%. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9%, dari 5,0% pada proyeksi Juni lalu.
Bank Dunia mengingatkan jika Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah lonjakan harga komoditas untuk tahun ini dan depan. Seperti negara Asia, Indonesia juga akan terimbas oleh melandainya ekonomi China.
Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi China menjadi 4,5% pada 2024, lebih rendah dibandingkan 4,6% pada proyeksi Juni. Ekonomi China juga diperkirakan hanya akan tumbuh 4,3% pada tahun depan, lebih rendah dibandingkan 4,4% pada proyeksi sebelumnya.
Perlambatan ekonomi China akan berdampak besar terhadap pertumbuhan regional melalui jalur perdagangan serta pariwisata.
"Anda berhadapan dengan invasi Rusia dan konflik yang serius di Timur Tengah. Eskalasi konflik ini akan berimplikasi serius terhadap harga energi dan berimbas ke inflasi serta pertumbuhan ekonomi," tutur Ayhan Kose, deputy chief economist and director of the Prospects Group Bank Dunia, kepada CNBC Indonesia.
Bank Dunia juga mengingatkan jika kemiskinan masih menjadi persoalan besar ke depan.
Menurut Bank Dunia, 1 dari empat negara berkembang dan 40% dari negara berpenghasilan rendah akan lebih miskin dibandingkan pada periode pandemi..