Pariwisata, Ekonomi Kreatif, dan Pilpres 2024

Taufan Rahmadi, CNBC Indonesia
09 January 2024 14:10
Taufan Rahmadi
Taufan Rahmadi
Taufan Rahmadi merupakan pria asli Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang sudah berkarier selama 20 tahun di bidang pariwisata. Ia pernah menjabat sebagai staf khusus di era Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2014-2019. Kini di era Menparekraf Sandiag.. Selengkapnya
Pemerintah giat dorong Tidore Kepulauan jadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, ditonjolkan dalam Harnus 2023. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sampaikan komitmen di Pantai Tugulufa, 13 Desember 2023. (Dok. BKIP Kemenhub)
Foto: Suasana Hari Nusantara di Pantai Tugulufa, Tidore, Maluku Utara, 13 Desember 2023. (Dokumentasi BKIP Kemenhub)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Sebagai pegiat pariwisata yang sudah berkecimpung selama 20 tahun, saya sangat sadar bahwa isu pariwisata belum menjadi isu yang populis di politik demokrasi Indonesia. Isu pariwisata masih kalah populis dengan isu politik praktis, ekonomi, ataupun isu pertahanan seperti belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista).



Sekilas, mungkin ada yang mengatakan "naif" kepada saya karena mengangkat isu pariwisata yang masih kalah populis dengan isu lainnya. Saya sangat memahami pernyataan semacam itu dan tidak membantahnya.

Namun, setelah politik demokrasi menerapkan sistem one person one vote, isu pariwisata adalah sleeping giant atau raksasa yang tertidur. Saya akan mengulas kenapa julukan itu pantas disematkan kepada pariwisata.

Pariwisata adalah Raksasa yang Tertidur
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya terdapat 33 juta orang yang merupakan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).

Pariwisata dan ekonomi kreatif perlu dipahami sebagai satu kesatuan yang tak terpisah karena pariwisata pasti melibatkan aktivitas kreatif. Pariwisata adalah tempat di mana imajinasi manusia menemukan rumahnya.

Melihat besarnya data pelaku parekraf, dengan menggunakan kacamata one person one vote, maka dapat dikatakan bahwa isu pariwisata dapat menyumbang 33 juta suara. Jumlahnya sangat besar. Fantastis.

Jumlah itu bahkan jauh di atas kluster Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang selama ini kerap menjadi pembahasan nasional. Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), per November 2023 jumlah PMI sebanyak 19.501 orang. Secara kumulatif, dari Januari sampai November 2023 jumlahnya mencapai 257.476 orang.

Selain soal jumlah, potensi ekonomi dari sektor parekraf juga sangat luar biasa. Berdasarkan laporan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO), pada tahun 2022 pendapatan negara-negara yang concern terhadap isu pariwisata dapat mencapai puluhan hingga ratusan miliar dolar.

Amerika Serikat menempati peringkat pertama dengan US$ 132 miliar, Spanyol US$ 73 miliar, Inggris US$ 68 miliar, Uni Emirat Arab US$ 61 miliar, Prancis US$ 60 miliar, Italia US$ 44 miliar, Turki US$ 41 miliar, dan Jerman US$ 32 miliar.

Berdasarkan data dari Kemenparekraf, per September 2023 kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 3,83%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,6%. Per September 2023, nilai devisa pariwisata Indonesia sudah menyentuh angka US$ 10,46 miliar.

Menghimpun dua angka besar itu, yakni jumlah pelaku parekraf dan potensi ekonomi parekraf, maka sangat pantas apabila isu pariwisata disebut sebagai sleeping giant atau raksasa yang tertidur. Kita perlu membangunkan raksasa ini agar menjadi suara dan roda ekonomi yang luar biasa.

Kartu AS Satu Putaran
Sekali lagi saya tekankan, dengan potensi suara sebesar 33 juta suara, bukankah isu pariwisata dapat memastikan kemenangan di Pilpres 2024. Bahkan dapat memastikan kemenangan satu putaran bagi yang lihai menggarapnya.

Dapat pula kita katakan bahwa para pelaku parekraf merupakan kluster suara swing voters yang begitu besar. Selama ini swing voters kerap hanya dirujuk kepada pemilih muda, yakni Milenial dan Gen Z. Rujukan itu bertolak dari data bahwa 52% Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pemilu 2024 merupakan pemilih muda.

Dengan jumlah yang mencapai ratusan juta suara, partai politik dan figur politik berlomba-lomba memainkan isu Milenial dan Gen Z demi mendulang suara. Kita semua sudah melihat ini.

Nah, di sana saya melihat opportunity yang besar pada isu pariwisata. Karena berbagai pihak hanya fokus pada pemilih muda, mereka lupa bahwa pelaku parekraf juga merupakan kelompok swing voters yang besar.

Berdasarkan pengamatan saya, sejauh ini belum ada partai politik dan figur politik yang fokus memainkan isu pariwisata. Oleh karenanya, bagi mereka yang melihat peluang itu dan lihai memainkan isu pariwisata, mereka akan mendapatkan potensi suara sebesar 33 juta suara.

Khusus membahas Pilpres 2024, dengan berbagai rilis survei menunjukkan elektabilitas tertinggi di angka 40-an persen, isu pariwisata dapat memastikan kemenangan satu putaran. Jika isu pariwisata serius digarap, ada potensi 33 juta suara yang dapat mengunci kemenangan di Pilpres 2024.

Sebagai penutup, saya ingin mengajak bersama-sama untuk melihat ada raksasa yang selama ini tertidur. Raksasa itu perlu dibangunkan. Namanya pariwisata, tepatnya elektoral pariwisata.


(miq/miq)