Economic Outlook

Selamat Datang 2024, Hidup Tak Akan Lebih Mudah

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
02 January 2024 07:11
Indonesia era baru
Foto: pexels
  • Ketidakpastian ekonomi dan politik membayangi dunia dan Indonesia tahun ni
  • Indonesia akan memiliki presiden dan pemerintahan baru pada 2024
  • Inflasi yang melandai, kebijakan suku bunga yang lebih dovish, serta tahun politik diharapkan menopang ekonomi Indonesia tahun ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian ekonomi dan politik diperkirakan masih kencang mewarnai dunia dan Indonesia tahun ini. Namun, optimisme juga datang dari berbagai sudut, terutama dari kehadiran pemerintahan baru.

Untuk menyambut lembaran baru 2024, CNBC Indonesia hari ini secara khusus menghadirkan edisi khusus membahas prospek ekonomi 2024. Prospek tersebut akan dilihat dari berbagai sudut mulai dari kerangka ekonomi global dan nasional dari kebijakan fiskal dan moneter.  Bagaimana dampak perkembangan global dan nasional terhadap pergerakan rupiah, bursa saham, dan harga komoditas tahun ini selengkapnya bisa dibaca pada halaman 1-5 artikel ini.

Banyak Keraguan di Tengah Optimisme
Dunia menatap tahun baru 2024 dengan sejumlah optimisme dan keraguan. Di satu sisi, melandainya inflasi global dan isyarat dovish dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) membuat ekonomi dunia bergairah.

Di sisi lain, mesin ekonomi China sebagai penggerak ekonomi Asia diproyeksi masih macet. Melandainya harga komoditas juga menjadi tantangan bagi sejumlah negara, seperti Indonesia. Belum lagi, krisis pangan yang masih menghantui dunia.
Perekonomian global juga dihadapkan pada tantangan memanasnya suhu politik dunia tahun ini.

Masih tingginya ketidakpastian itulah yang membuat Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi global untuk 2024.
Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi global pada Juni 2023 lalu untuk 2024 menjadi 2,4% dari sebelumnya 2,7%. IMF juga merevisi pertumbuhan global untuk 2024 menjadi 2,9% dari sebelumnya 3,0%.

Namun, inflasi global diproyeksi melandai drastis ke 5,8% pada 2024 dari 8,7% pada 2022.  Lalu, seperti apa gambaran perekonomian global dan Indonesia pada tahun ini?

The Fed Isyaratkan Dovish Tapi Suku Bunga Masih Higher for Longer?
The Fed dalam pertemuan Desember 2023 mulai mengisyaratkan pemangkasan suku bunga setelah mengereknya sebesar 525 bps menjadi 5,25-5,5% sejak Maret 2022.
Dalam dokumen dot plot Federal Open Market Committee (FOMC), s
ebanyak delapan anggota memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga setidaknya 75 bps pada tahun depan sementara lima lainnya memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps.
Pelaku pasar pun kemudian memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini dan mulai dilakukan pada Maret 2024.

Sinyal dovish The Fed tentu akan memberi banyak positif kepada pasar keuangan Indonesia. Pasalnya, satu kekhawatiran dan ketidakpastian utama global akan hilang pada tahun ini. Sebagai catatan, pasar keuangan global dan Indonesia terus menerus mendapat tekanan hebat setiap kali The Fed mengirim sinyal hawkish.

"Ini memberi harapan paling tidak muncul optimisme karena situasi, berarti shock yang terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati," katanya dalam Seminar Outlook Perekonomian Indonesia," Jumat (22/12/2023).

Kendati demikian, Sri Mulyani mengingatkan jika suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi pada jangka waktu yang lama (higher for longer) meski ada sinyal pemangkasan.

"Untuk 2024 kalau dengan situasi suku bunganya tinggi dan bertahan agak lama, sekarang diskusinya lama itu berapa lama? Ada yang bilang 24 bulan, 18 bulan, dan sekarang lebih pendek lagi," imbuhnya.Berkaca dari masa lampau, secara umum suku bunga BI akan beriringan dengan suku bunga The Fed. Jika suku bunga The Fed menurun, maka suku bunga BI akan turut menurun, begitu pun sebaliknya.

Hal ini bisa memberi angina segar jika ada potensi pemangkasan BI rate juga untuk tahun depan.

Misalnya, saat The Fed memangkas suku bunga secara agresif sebesar 400 bps dari 4,25% pada akhir 2007 menjadi 0,00-0,25% pada akhir 2009. Pemangkasan secara agresif dilakukan untuk mendongkrak ekonomi AS yang ambruk karena Krisis Subprime Mortgage.

Di saat yang bersamaan, BI kemudian mengikuti kebijakan The Fed dengan memangkas suku bunga sebesar 275 bps dari 9,25% pada 2008 menjadi 6,50% pada akhir 2009.

Ekonomi AS Soft Landing, China Lesu, Eropa Stagnan
Pergerakan ekonomi global diperkirakan akan berjalan berbeda arah. AS yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia diproyeksi akan melambat. Ekonomi AS diyakini menjauh dari resesi tetapi hanya mengalami soft landing. Salah satunya karena proyeksi kebijakan The Fed yang lebih dovish akan membuat ekonomi AS lebih kuat menahan gejolak.
Sebaliknya, ekonomi terbesar kedua di dunia yakni China diperkirakan masih limbung. Krisis properti, melandainya kepercayaan konsumen, dan konsumsi warga Tiongkok membuat China masih sulit bangkit dari keterpurukan.

Sementara itu, Eropa diperkirakan mampu keluar dari ancaman resesi meski pertumbuhannya tetap berada di zona "0%".

IMF memperkirakan ekonomi AS melandai sebesar 2,9% pada tahun ini tetapi sebaliknya Bank Dunia melihat ekonomi Paman Sam akan lebih baik. Hal ini berbeda dengan China di mana kedua lembaga tersebut sama-sama memperkirakan ekonomi Tiongkok akan melemah.
Tanda-tanda perlambatan terlihat di aktivitas manufaktur dan tercatatnya deflasi selama dua beruntun pada Oktober dan November 2023.

Bagi Asia dan Indonesia, China adalah motor utama penggerak pertumbuhan kawasan karena menyerap banyak permintaan ekspor serta menjadi penopang investasi asing.

Melambatnya China bisa menjadi persoalan besar bagi Indonesia. Ekonom senior yang juga merupakan mantan menteri keuangan, Chatib Basri mengungkapkansetiap perlambatan ekonomi China melemah atau turun sebesar 1%, maka akan memberikan dampak perlambatan hingga 0,3% terhadap perekonomian Indonesia.

Harga Komoditas Melandai, Perdagangan Global Membaik, Harga Pangan Masih Jadi Ancaman

Harga komoditas diperkirakan melandai pada tahun ini setelah terbang pada 2022 dan ada di posisi tinggi pada 2023. Kembali normalnya pasokan menjadi alasan mengapa harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO).

Sebagai catatan, harga komoditas pangan dan energi terbang pada 2022 karena perang Rusia-Ukraina.
Harga energi diproyeksi sudah melandai tetapi harga pangan diperkirakan masih menjadi ancaman. Larangan sejumlah negara terhadap ekspor pangan masih berlangsung. Belum lagi ancaman perubahan iklim yang ekstrem masih mengintai. Kondisi ini bisa kembali memicu inflasi serta kerawanan pangan global.

Seperti diketahui, harga pangan terutama beras mencetak rekor tertinggi pada 2023 karena kekeringan parah di berbagai pelosok dunia. 

Kabar baiknya, aktivitas perdagangan global diperkirakan membaik.
Badan Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan akan meningkat menjadi 3,3% pada 2024, melesat dibandingkan 0,8% pada 2023.
WTO merevisi proyeksi pada Oktober sejalan dengan membaiknya pasokan, pemulihan ekonomi di beberapa wilayah seperti Eropa, serta mulai dovishnya kebijakan suku bunga di tingkat global.

Dunia Gaduh oleh Tahun Politik
Suhu politik dunia diproyeksi memanas pada tahun ini karena banyaknya negara yang menggelar hajatan pemilu baik parlemen atau presiden/perdana menteri.

Dilansir dari Times, stidaknya ada 64 negara, termasuk anggota Uni Eropa, akan menggelar pemilu tahun ini. Hajatan besar tersebut akan melibatkan sekitar 49% populasi di dunia serta 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Beberapa pemilu yang akan menjadi perhatian dunia adalah pemilu AS pada November, pemilu India pada April/Mei, pemilu Indonesia pada Februari, pemilu Rusia pada Maret.

Allianz Research dalam laporannya Looking Back, Looking Forward: Global Economic Outlook 2023-25 menyebut ketidakpastian kebijakan ekonomi akan meningkat 13% lebih tinggi pada bulan sebelum dan sesudah pemilu.
Ketidakpastian meningkat karena ada popularisasi pandangan hingga sikap wait and see investor.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengakhiri pemerintahan satu dekadenya pada tahun ini.
Indonesia dipastikan akan memiliki presiden baru pada tahun ini. Pemilihan presiden (pilpres) akan digelar pada 14 Februari 2024. Jika belum ada pemenang mayoritas maka pilpres putaran kedua akan digelar pada 26 Juni.

Presiden baru akan dilantik pada Oktober 2024 untuk menggantikan Jokowi. Ada tiga nama yang bertarung dalam pilpres 2024 yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.
Siapapun presiden yang terpilih nanti, dia tidak akan memiliki banyak waktu untuk menggenjot ekonomi 2024 karena waktu yang sangat sempit.

Artinya, pertumbuhan akan sangat bertumpu pada tahun terakhir pemerintahan Jokowi. Tahun 2024 menjadi kesempatan terakhir Jokowi menuntaskan segala ambisi dan target sekaligus meletakkan dasar penting bagi ekonomi Indonesia ke depan.

Ekonomi di era Jokowi rata-rata tumbuh 4,2% sepanjang kuartal III-2014- kuartal III-2023. Pertumbuhan tersebut jauh di atas ambisi Jokowi yang ada di angka 7%. 

Dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Proyeksi pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi Bank Dunia ataupun IMF.


Setelah diterjang pandemi pada 2020, ekonomi Indonesia mulai pulih pada 2023. Hingga kuartal III-2023, ekonomi Indonesia secara kumulatif tumbuh 5,05%.

Melandainya inflasi menjadi modal penting bagi pemerintahan Jokowi untuk menggenjot konsumsi masyarakat. Konsumsi juga diharapkan melesat karena ada kampanye dan pemilu.

Namun, pemilu di sisi lain investasi bisa tertahan karena investor memilih wait and see. Investasi diperkirakan baru akan naik setelah pemenang pilpres diketahui.

Satu motor pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lesu pada tahun ini adalah ekspor. Bila ekspor 2022 dan 2023 melonjak karena harga komoditas maka durian runtuh tersebut sepertinya sudah tidak ada lagi tahun ini sejalan dengan normalisasi pasokan.


Tugas Berat APBN di 2024
APBN diharapkan bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan lain selain konsumsi. 
Sayangnya, realisasi anggaran di tahun politik justru lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini bisa dipahami mengingat banyak pemerintah daerah yang tidak ekspansif.

Jalannya pemerintahan juga tidak akan maksimal mengingat ada masa transisi setelah presiden terpilih. Data Kementerian Keuangan menunjukkan rata-rata penyerapan belanja negara di man ada di angka 95,6%, di bawah rata-rata yakni 96.2%.

Dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 triliun. Belanja negara direncanakan sebesar Rp3.325,1 triliun sehingga da defisit 2,29% PDB atau secara nominal sebesar Rp522,8 triliun.
Kepala ekonom BCA, David Sumual, menjelaskan belanja fiskal pada tahun ini krusial dalam menjaga daya beli masyarakat, terutama bagi masyarakat menengah-bawah. Menurutnya, belanja fiskal dapat disesuaikan untuk menargetkan hal yang dapat mengancam daya beli masyarakat seperti harga beras di pasar domestik.

"Belanja fiskal juga penting dalam menjaga momentum investasi terutama pembangunan infrastruktur seiring kondisi suku bunga riil saat ini yang cukup tinggi dan dapat menekan minat investasi swasta," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

Senada, ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Wisnubroto mengingatkan kebijakan fiskal masih harus tetap akomodatif, terutama untuk sektor-sektor yang memiliki multiplier dan penyerapan tenaga kerja yang tinggi, untuk mendorong perekonomian.

Salah satu dorongan besar dari APBN untuk ekonomi tahun ini akan datang dari belanja pemilu. Untuk Pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun di mana Rp 38,2 triliun akan disalurkan pada tahun ini. Belanja sebesar itu diharapkan bisa menggerakkan banyak sektor mulai dari makanan dan minuman hingga percetakan.

Selain menjadi motor belanja konsumsi masyarakat, APBN juga memiliki tugas berat untuk membiayai pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pada tahun ini, pemerintah akan menggelontorkan anggaran sekitar Rp 40,6 triliun untuk membiayai pembangunan IKN ynag tersebar di sejumlah kementerian/lembaga, seperti Kementerian Pekerjaan Umum.

Kredit Diharapkan Naik, Likuiditas Aman?
Pertumbuhan kredit diharapkan bisa meningkat pada tahun ini setelah lesu pada 2023. BI memperkirakan kredit perbankan akan tumbuh 10-12% pada tahun ini, naik dibandingkan perkiraan pada 2023 sebesar 9-11%. Kredit sendiri tumbuh 9,74% per November 2023.

Sebagai informasi, pada awalnya BI menargetkan pertumbuhan kredit 2023 mencapai 10%-12%. Kemudian pada pertengahan tahun Bank Sentral merevisi target menjadi 9%-11%.

Kenaikan kredit akan ditopang oleh pemulihan ekonomi, kebijakan suku bunga yang diperkirakan akan melunak pada tahun ini serta besarnya belanja pemerintah, termasuk infrastruktur.

Sejumlah analis memperkirakan BI akan mulai memangkas suku bunga pada semester II-2024 seiring melunaknya kebijakan The Fed. Kendati demikian, ada risiko dalam proyeksi kenaikan kredit yakni terbatasnya likuiditas.

Persoalan likuiditas bahkan menjadi kritikan Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia November lalu.
Dia pun meminta agar perbankan tidak menghabiskan likuiditas untuk membeli instrumen yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti Surat Berharga Negara (SBN),Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI).


Dalam catatan BI, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus melandai dari 6,54% pada September 2022 menjadi 3,43% pada Oktober dan 3,04% pada November.
Perbankan juga harus bersaing dengan Kementerian Keuangan yang akan menyerap likuiditas melalui penerbitan SBN.

Dalam catatan Kemenkeu, Sejak 2023, Kementerian Keuangan sudah menerbitkan tujuh SBN ritel dengan total penerbitan sekitar Rp 127,4 triliun. BI juga aktif mengeluarkan instrumen seperti SRBI serta menyerap likuiditas rupiah demi menjaga stabilitas rupiah melalui operasi moneter.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang 2023 menghadapi berbagai tekanan. Mata uang Garuda diharapkan menguat pada tahun ini sejalan dengan meredanya ketidakpastian global.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat secara year to date/ytd sebesar 1,09% di angka Rp15.395/US$. Apresiasi ini terjadi mengingat pada akhir Desember 2022 rupiah ditutup di angka Rp15.565/US$.

Penguatan rupiah ini juga cukup menarik mengingat sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang secara tegas mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah akan terus menguat ke depannya.

Dalam Rancangan Anggaran Tahunan BI (RATBI, rupiah diperkirakan menguat ke posisi Rp 15.510 pada tahun ini.



"Ada 5 alasan nilai tukar rupiah akan secara menguat dan kembali ke fundamentalnya," ungkap Perry dalam acara Economic Outlook 2023 dengan tema "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Faktor pertama adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua adalah inflasi yang terkendali di level yang rendah sementara ketiga, imbal hasil atau yield dari surat berharga negara (SBN) menarik. Keempat adalah kondisi neraca perdagangan dan defisit neraca pembayaran tetap surplus.

Faktor kelima adalah komitmen BI dalam menstabilkan nilai tukar dengan sederet instrumen.

Tekanan Terhadap Rupiah di 2023
Rupiah mengalami tekanan hebat pada beberapa bulan tahun lalu. Depresiasi rupiah terjadi pada awal Maret dan periode Juni hingga Oktober 2023. Sejumlah faktor membuat rupiah tertekan mulai dari pernyataan hawkish The Fed, krisis perbankan AS, hingga perang Israel vs Hamas.

Sikap The Fed yang hawkish dan terus menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali sejak Mei hingga Juli dengan total 75 basis poin (bps).


Sedangkan jika dihitung sepanjang 2023 ini, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 100 bps menjadi 5,25-5,5%.

Kebijakan The Fed tentu membuat dolar AS terbang dan melemahnya mata uang negara lainnya termasuk rupiah. Dalam rentang sekitar lima bulan tersebut, rupiah terdepresiasi dari Rp14.665/US$ menjadi Rp15.935/US$.
Indeks dolar sempat menembus 106,9 di akhir Oktober 2023, tertinggi dalam 12 bulan sementara imbal hasil US Treasury terbang ke level tertinggi 16 tahun.

BI sebenarnya melakukan banyak upaya untuk mengangka nilai tukar rupiah tahun lalu mulai dari operasi moneter, merevisi aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE), hingga mengeluarkan sejumlah instrumen mulai dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI). Instrumen ini diharapkan bisa mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dan menarik dolar.

Ada Pilpres 2024, Rupiah Aman?

Pada 2024, tantangan yang dihadapi Indonesia masih cukup pelik mengingat kondisi global saat ini belum dapat terbilang normal dan stabil. Berbagai peristiwa yang berpotensi mengguncangkan dunia masih akan hadir.

Sebagai contoh yakni tensi geopolitik yang semakin tinggi dapat menciptakan dunia yang semakin terfragmentasi serta memutarbalikkan tren globalisasi menjadi deglobalisasi. Kondisi ini dapat berimbas pada perdagangan nasional serta fluktuasi harga komoditas yang kemudian dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia.

Kemudian laju inflasi global yang cukup tinggi menciptakan kondisi high(er) for longer. Kondisi ini membuat likuiditas global tetap ketat dan meningkatkan cost of fund. Gejolak perbankan global juga menambah risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang tentunya dapat berdampak di pasar keuangan nasional.

Tantangan lain yang tidak kalah penting yakni diselenggarakannya pilpres pada Februari 2024 namun jika mengharuskan hingga putaran kedua, maka pilpres akan dilanjutkan pada Juni 2024.

Menjelang pilpres, investor cenderung melakukan aksi wait and see hingga terpilih siapa yang akan menjadi pemimpin dan menjalankan pemerintahan Indonesia. Bahkan para investor cenderung untuk memarkirkan uangnya di luar negeri selama tahun politik ini.

Lebih lanjut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan Pilpres 1 putaran akan lebih menguntungkan untuk investasi langsung ke Indonesia.

Sejak Pilpres 2004 hingga Pilpres 2019, rupiah dua kali mengalami depresiasi yakni pada 2004 dan 2014 serta mengalami apresiasi pada 2009 dan 2019 terhadap dolar AS.

Lebih lanjut, CNBC Indonesia juga melihat bahwa rupiah relatif menguat satu minggu sebelum pilpres ke hari H disaat pilpres. Sementara satu minggu setelah pilpres justru rupiah biasanya mengalami pelemahan.

The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga di 2024, Rupiah Apa Kabar?

Dengan melandainya tingkat inflasi dan perekonomian yang bertahan, para pengambil kebijakan di Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dengan suara bulat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pinjaman semalam dalam kisaran yang ditargetkan antara 5,25-5,5%.

Seiring dengan keputusan untuk tetap mempertahankan suku bunga, anggota komite memperkirakan setidaknya tiga kali penurunan suku bunga pada tahun 2024.

Sebanyak delapan anggota memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga setidaknya 75 bps pada tahun depan sementara lima lainnya memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps. Median ekspektasi suku bunga ada di angka 4,6% dalam dot plot terbaru, turun dibandingkan 5,1% pada proyeksi September.

Pasar telah mengantisipasi secara luas keputusan untuk tetap mempertahankan suku bunga tersebut, yang dapat mengakhiri siklus kenaikan suku bunga sebanyak 11 kali, mendorong suku bunga The Fed ke level tertinggi dalam lebih dari 22 tahun.

Lebih lanjut, dalam dokumen tersebut, komite berekspektasi bahwa akan terdapat empat pemotongan lagi pada tahun 2025, atau satu poin persentase penuh (1 percentage point).

Mulai dovishnya Teh Fed akan menjadi sentimen positif melalui dua jalur. Jalur pertama adalah meredanya ketidakpastian global karena The Fed tak lagi galak. Kondisi ini akan membuat tekanan terhadap rupiah pun berkurang.
Jalur kedua adalah derasnya inflow ke pasar keuangan domestik. Dengan kebijakan The Fed yang dovish, dolar mulai ditinggalkan dan investor mencari instrumen di luar dolar yang lebih menarik seperti rupiah ataupun SBN.

Sepanjang 2023, investor asing mencatat beli neto Rp80,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp10,74 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp52,81 triliun di SRBI. Kondisi ini berbanding terbalik dengan 2022 di mana tercatat  jual neto Rp128,66 triliun.

 

Fed dot plot Desember 2022Foto: CNBC Indonesia Research
Fed dot plot Desember 2022

 

Proyeksi Rupiah Tahun 2024? Menguat atau Melemah?

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan rupiah berada di angka Rp15.380/US$ pada 2024.

Hasil polling tersebut mengindikasikan bahwa rupiah diekspektasikan kembali menguat di tahun depan mengingat tahun ini rupiah ditutup 15 poin lebih tinggi tepatnya di posisi Rp15.395/US$.

Hal tersebut bukan tanpa alasan karena perekonomian Indonesia tampak masih cukup solid di tengah berbagai ketidakstabilan yang masih membayangi 2024.

Berbagai instrumen yang diluncurkan oleh BI untuk menarik dana asing pun memberikan angin segar bagi nilai tukar rupiah ditambah juga dengan imbal hasil yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain.

Dibandingkan pasar mata uang, bursa saham menatap 2024 dengan lebih optimis. Kinerja Wall Street yang diyakini akan tetap cemerlang pada tahun ini serta menggeliatnya ekonomi nasional membuat bursa saham diproyeksi lebih bergairah. Belum lagi, ada suntikan berupa derasnya capital inflow.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan terakhir 2023, Jumat (29/12/2023) ditutup di posisi 7.272,79 dengan penguatan sepanjang  2023 sebesar 6,16% dan sempat mencetak rekor tertingginya pada perdagangan Kamis (29/12/2023) dengan menyentuh posisi 7.303,88.
Kenaikan IHSG pada tahun lalu lebih besar dibandingkan 2022 yang tercatat 4,06%.


Pergerakan IHSG pada tahun 2023 juga sejalan dengan bursa Asia dan Wall Street di mana hampir semua menguat tajam meski di pertengahan tahun sempat babak belur. 


Adapun dari awal tahun hingga Desember 2023, BEI mencetak rekor sejarah IPO terbanyak dimana sudah ada 79 perusahaan melakukan pencatatan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO), dengan total perolehan dana mencapai Rp 54,14 triliun. Capaian IPO tersebut tercatat sebagai rekor tertinggi sepanjang masa, dari sebelumnya 66 IPO pada 1990.

 Meski BEI mencetak rekor baru dalam hal jumlah IPO terbanyak sepanjang masa, namun kinerja mayoritas sahamnya justru berbanding terbalik. Dari 79 saham IPO 2023, hanya 28 saham yang mencatatkan kinerja positif, alias harga terakhirnya sudah berada di atas harga IPO atau jauh di atas harga IPO.

Sedangkan sisanya yakni 51 saham masih mencatatkan kinerja buruk dari harga IPO-nya hingga perdagangan akhir Desember 2023.

Beralih ke rekor lainnya, IHSG mencetak rekor baru dari sisi nilai kapitalisasi pasar. Pada 28 Desember 2023, nilai kapitalisasi pasar IHSG mencapai Rp11.762 triliun. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah. Selanjutnya, rekor volume transaksi harian tertinggi sepanjang sejarah pada 31 Mei 2023 yakni dengan 89 miliar lembar saham.

Selain itu, BEI juga mencatat milestone baru dengan berbagai kebijakan kembali ke normal setelah terpukul pandemi Covid-19 tiga tahun lalu.

Berbagai kebijakan kembali ke normal antara lain penerapan normalisasi jam perdagangan seperti sebelum Covid-19 dimana sesi I dimulai pukul 09.00 - 12.00 WIB kemudian dilanjutkan sesi II pada 13.30 - 16.00 WIB. Normalisasi tersebut resmi dimulai pada 3 April 2023 lalu.

Selanjutnya ada peluncuran indeks papan akselerasi dan papan pemantauan khusus hybrid, serta penerapan Auto Reject Atas (ARA) dan Auto Reject Bawah (ARB) simetris secara bertahap dimana tahap pertama dilakukan pada 5 Juni 2023 dengan batas maksimal 15%, kemudian tahap kedua berlaku pada 4 September 2023 dengan penerapan simetris, 20%, 25%, dan 35%.

Tak hanya itu, pada 26 September 2023 lalu BEI menorehkan milestone baru dengan peluncuran bursa karbon. Hingga akhir 2023, bursa karbon telah mencatatkan 1.757.949 tCO2e karbon kredit. Sementara volume perdagangan yang tercatat sebanyak 494.254 tCO2e senilai Rp30,91 miliar yang berasal dari dua instrumen atau project dan 46 user.

Sanggupkah IHSG Bertahan di Tengah Panasnya Tahun Pemilu?

Kini perhatian investor beralih memprediksi bagaimana pergerakan lanjutan IHSG pada 2024 mendatang. Tahun baru tak lepas dari tahun politik dimana Indonesia akan menggelar pemilihan umum (pemilu) Presiden dan Wakil Presiden periode 2024 hingga 2029 serta pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Secara historis, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung positif selama gelaran pemilu beberapa edisi terakhir.

Lima pemilu sebelumnya bisa dibilang menghasilkan presiden terpilih yang secara umum bisa diterima oleh pasar. Sudah ada tiga nama calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk tahun 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dengan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dengan nomor urut 3.

Pada edisi pemilu tahun depan, amunisi belanja masyarakat tampaknya akan mendapat tambahan asupan dari tetesan 'uang politik' menjelang Pemilu 2024. Untuk Pemilu 2024, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun yang akan tersebar di beberapa kementerian/lembaga.

Catatan historis setiap jelang pemilu membuktikan bagaimana uang "promosi suara" para politisi dan partai politik membantu menggerakkan roda ekonomi. Belum lagi ada multiplier effect dari hajatan berupa kenaikan konsumsi.

Dalam lima tahun sekali, Indonesia melakukan pemilu dengan dana cukup besar, money multiplier-nya cukup kuat. Dari sisi konsumsi terutama dari lembaga non-profit akan cukup besar menyumbang pertumbuhan untuk beberapa sektor seperti retail terkait pakaian, lalu media, logistik, dan transportasi.Sektor tersebut biasanya pertumbuhannya akan lebih cepat.

Data BEI juga menunjukkan investor tetap melakukan net buying selama tahun politik. Kapitalisasi market juga meningkat meski ada gelaran pilpres. 

Pada pilpres 2014, misalnya, investor asing mencatat net buy sebesar Rp 42,6 triliun sementara pada tahun politik 2019 tercatat net buy Rp 49,2 triliun.

kinerja beberapa sektor berpotensi tumbuh positif, seperti sektor barang konsumen, layanan komunikasi, keuangan, dan lain-lain

Pasar Modal Indonesia cenderung mencatatkan pertumbuhan positif pada tahun-tahun politikFoto: BEI
Pasar Modal Indonesia cenderung mencatatkan pertumbuhan positif pada tahun-tahun politik

Sektor Potensial 2024

Beberapa sektor lain yang diproyeksi akan diuntungkan oleh pilpres adalah sektor emiten consumer goods, ritel, hingga telekomunikasi yang punya katalis pertumbuhan di tengah sentimen jelang Pemilu 2024 diprediksi bisa tahan banting.

Selain tiga sektor yang diprediksi bertumbuh karena dorongan dari domestik efek tahun pemilu, terdapat pula satu sektor yang akan terdorong kenaikannya dari sentimen global. Sektor tersebut berasal dari komoditas, namun bukan komoditas minyak ataupun batu bara, melainkan komoditas emas.

Sepanjang tahun 2023 harga emas di pasar spot telah mengalami kenaikan sebesar 17,06% saat menyentuh level tertinggi sepanjang tahun 2023 pada 4 Desember 2023 di level US$2.135,4 per troy ons. Harga emas berhasil melewati All Time High nya pada 7 Agustus 2020 di posisi US$2072,50.

Kebijakan The Fed yang mulai dovish juga akan menguntungkan sektor teknologi, properti, hingga perbankan. Dengan adanya pelonggaran The Fed maka BI diharapkan juga akan memangkas suku bunga sehingga permintaan kredit naik dan ongkos pinjaman turun.
Sektor infrastruktur juga diperkirakan akan diuntungkan tahun ini sejalan dengan upaya Presiden Jokowi menggenjot pembangunan proyek di tahun terakhirnya.

Proyeksi IHSG Pada 2024 

Arjun Ajwani, Senior Research Infovesta Kapital Advisory menyatakan proyeksi IHSG 2024 bisa mencapai 7500.

"Proyeksi IHSG akhir tahun 2024 sebesar 7.500, dengan return sebesar 4,15% untuk tahun 2024 full year. Ini berdasarkan asumsi akhir tahun ini 2023 IHSG akan menutup di level 7.200" Ungkap Arjun

Lainnya ada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyatakan proyeksinya untuk IHSG pada 2024 bisa mencapai 8000, dengan sektor bank yang masih akan bullish.

"IHSG bisa ke 8000 dan sektor yang masih menarik tetap perbankan" Tutur Rudiyanto pada CNBC Indonesia.

Polling dari  10 lembaga/sekuritas yang dikumpulkan CNBC Indonesia Research memproyeksikan pergerakan IHSG akan positif pada tahun politik dengan berada di kisaran level 7.950.

Prospek IHSG bergerak ke arah positif tahun depan dengan catatan dapat tercapai jika sektor-sektor di tahun pemilu kompak meningkat serta ekonomi Indonesia terus bergerak surplus. Akan tetapi, jika setelah masa pemilu masalah geopolitik dan inflasi makin meningkat dan tak terkendali, maka tidak menutup kemungkinan IHSG dapat bergerak bearish di kisaran 6.700.

 



 

Harga mayoritas komoditas energi dan pangan melandai pada 2023 setelah terbang pada 2022. Normalisasi pasokan dan permintaan membuat harga lebih terkendali. Perekonomian global yang melambat juga menjadi alasan lainnya.

Lesunya pasar komoditas juga menjangkit sektor perkebunan, terutama pasar minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO). Sepanjang 2023, harga CPO bursa Malaysia tercatat melemah 11,33% dibandingkan 2022. Pada perdagangan hari ini, Jumat (29/12/2023) pada pukul 12.09 tercatat MYR 3.701 per ton.

Pelemahan CPO sepanjang 2023 disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah penurunan permintaan impor dari beberapa negara utama seperti China dan India, pelemahan harga minyak nabati lainnya sebagai subtitusi seperti minyak dan penurunan harga minyak dunia.

 

Melihat 2024, harga CPO global diperkirakan akan lebih bullish karena produksi yang stagnan di produsen utama yakni Indonesia dan Malaysia. Sementara permintaan akan bertambah terutama untuk kebutuhan pembuatan biodiesel.

Menurut konsensus S&P Global Commodity Insights, rata-rata harga minyak kelapa sawit bursa berjangka Malaysia diperkirakan sebesar MYR 4.000 per ton pada 2024. Harga tersebut lebih tinggi 5% dibandingkan dengan rata-rata harga CPO pada 2023 yakni MYR 3.798 per ton.

Kenaikan harga salah satunya ditopang oleh program biodiesel. Permintaan untuk biodiesel akan bertambah pesat didorong oleh Indonesia. Ekspektasi penggunaan CPO untuk biodiesel di Indonesia aken meningkat menjadi 11 sampai 12 juta ton pada 2024. Sekaligus melewati permintaan untuk konsumsi pangan sebesar 10 juta ton pada 2024.

 

Dari sisi produksi, El Nino akan menjadi tantangan utama bagi Malaysia dan Indonesia pada 2024 sehingga diperkirakan tidak akan tumbuh signifikan.

Produk minyak sawit Indonesia diperkirakan akan stabil 48,5 juta ton dan Malaysia 18,5 juta ton pada 2024.

Berdasarkan data historis, selama Ninao pada 2015-2016 hasil panen kelapa sawit turun sebesar 17% di Indonesia dan 9% di Malaysia.

 


Siap Rekor Lagi! Sinar Emas Semakin Gemerlap pada 2024

Pada 2023 harga emas mengalami jatuh bangun. Sempat terpuruk pada Maret dan September, harga emas dunia berhasil bangkit. Pada Maret dan September harga emas dunia tersungkur ke US$1.800-an.

Kebangkitan emas dunia terasa pada kuartal terakhir 2023, di mana emas sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang masa di US$2.135 per troy ons.

Sepanjang 2023, harga emas dunia di pasar spot menguat 13,34%. Pada perdagangan hari ini, Jumat (29/12/2023) pada pukul 16.49 tercatat US$2.067 per troy ons.

 

Harga emas dunia diperkirakan akan berkilau pada 2024 seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed).

Wong dari OANDA memperkirakan bahwa harga emas spot dapat menguat di rentang US$2.250 sampai US$2.330 per troy ons.

Proyeksi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni The Fed dan lebih rendahnya imbal hasil riil Treasury AS 10-tahun menjelang tahun 2024, jelasnya.

 Probabilitas Suku Bunga Teh Fed

 

Potensi Batu Bara Makin Gelap di 2024

Harga batu bara sepanjang tahun ini telah ambruk 64,55% menjadi US$ 136,95 per ton per Jumat (29/12/2023).

Pengendalian inflasi melalui pengetatan suku bunga yang mengerem permintaan, produksi berbagai negara penghasil terbesar yang semakin tinggi, dan normaslisasi rantai pasok akibat perang Rusia-Ukraina yang semakin terkendali menjadi faktor penurunan harga batu bara. Selain itu, berbagai sentimen mengiringi perjalanan harga batu bara sepanjang 2023.

Adapun sentimen yang sempat mengungkit harga batu bara global dalam jangka pendek yakni suhu panas yang menyebabkan lonjakan permintaan batu bara untuk sumber energi pendingin ruangan dan perang Israel-Hamas yang membuat kekhawatiran pasokan batu bara global.

Kemudian, sentimen penyebab penurunan harga dalam jangka pendek diantaranya, China yang kembali membuka keran impor dari Australia, lesunya perekonomian China, dan musim dingin Eropa yang relatif lebih hangat dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

Ahmad Zuhdi, Analis Industri Pertambangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memperkirakan harga batu bara pada 2024 diproyeksi berada di rata-rata di kisaran harga US$117 per ton, jauh di bawah rata-rata sepanjang 2023 yang mencapai US$175 per ton.

Meski terjadi penurunan, proyeksi harga masih di atas level psikologis US$ 100 per ton, menunjukkan level yang masih lebih tinggi dibanding pra pandemi, dengan catatan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga dapat memacu sisi permintaan kembali.

Zuhdi menjelaskan bahwa kebijakan pengetatan suku bunga lebih berdampak pada demand side daripada supply side, dan keadaan saat ini lebih dipengaruhi oleh supply shock pasca pandemi.

 

Minyak Mentah, Menggantungkan Nasib ke OPEC

 Harga minyak Brent dan WTI mengalami fluktuasi panjang (sideways) sepanjang tahun 2023 Faktor utama yang mempengaruhi pergerakan harga kedua patokan ini antara Januari hingga Desember adalah pengurangan pasokan yang diumumkan oleh OPEC+ ditambah munculnya ketegangan akibat perang Israel-Hamas.

Perusahaan minyak besar seperti Arab Saudi dan Rusia telah memperjuangkan pengurangan produksi minyak sebagai langkah pencegahan untuk menstabilkan pasar minyak. Harga minyak jenis brent ambles 10,1% sementara WTI jeblok 10,9% sepanjang tahun ini.

 

Harga minyak tetap bergerak fluktuatif sepanjang 2023 meskipun pertemuan terakhir OPEC+ menunjukkan terbatasnya pengurangan pasokan. Hal ini disinyalir akibat pengetatan suku bunga yang membuat sisi permintaan mengalami perlambatan.

Adanya sentimen pelonggaran moneter pada 2024 diperkirakan akan menjadi katalis permintaan akan membaik dan harga minyak dapat terus bertahan di level tinggi. Sebagai catatan, harga minyak terus melemah hingga akhir tahun, namun ketegangan di Timur Tengah yang menjadikan adanya kekhawatiran pasokan menciptakan tren penguatan dalam sesi terakhir di Desember.

Analis memperkirakan harga minyak mentah bisa mencapai kisaran US$ 89-90 per barel pada akhir 2023, dan pergeseran pasokan serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi faktor kunci dalam menentukan prospek harga minyak mentah WTI dan Brent untuk 2024.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular