Saatnya Cak Imin-Mahfud-Gibran Bertarung Gagasan & Adu Pesona
- IHSG dan rupiah melemah pada perdagangan kemarin sementara SBN masih diminati investor
- Wall Street kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau setelah sempat kebakaran pada Rabu
- Debat cawapres, data ekonomi AS, dan economic outlook 2024 bisa menjadi sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas pasar keuangan Indonesia mencatat kinerja mengecewakan pada perdagangan kemarin (21/12/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah dan rupiah mengalami depresiasi, namun Surat Berharga Negara (SBN) masih diminati investor.
Pasar keuangan diperkirakan menguat pada perdagangan hari ini, simak prospek pergerakan pasar lebih lanjut pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan perdagangan kemarin berada pada posisi 7.209,619 atau turun 0,14%. Meski terkoreksi, tetapi IHSG masih bertahan di level psikologis 7.200.
Nilai transaksi IHSG pada hari ini mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan hampir 19 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 197 saham naik, 322 saham turun dan 245 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi pemberat terbesar IHSG di hari ini, yakni sebesar 0,49%. Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan kemarin, seperti Emiten tambang tembaga Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi pemberat terbesar IHSG yakni mencapai 6,7 indeks poin.
Lebih lanjut, Net Foreign Buy terjadi di seluruh market dengan angka Rp382,6 miliar. PT Bank Central Asia (BBCA) diborong asing sebanyak Rp379,5 miliar, PT Bank Mandiri (BMRI) dibeli asing sebanyak Rp111 miliar, dan PT Telkom Indonesia (TLKM) diborong asing sebesar Rp81,8 miliar.
Beralih ke nilai tukar rupiah, mata uang Garuda ini melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.520/US$ atau terdepresiasi 0,1%. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif mata uang Garuda setelah pada Rabu (20/12/2023) juga melemah 0,03%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.57 WIB kemarin terlihat turun tipis 0,06% menjadi 102,34. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (20/12/2023) yang berada di angka 102,4.
Pelemahan IHSG dan rupiah terjadi pasca hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang menunjukkan suku bunga kembali ditahan di level 6%.
"Keputusan mempertahankan BI rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang prostabilty," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/12/2023).
Pro stabilitas yang dimaksud, berkaitan dengan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah. Perry menambahkan, kebijakan tersebut juga mempertimbangkan kondisi ke depan, termasuk dalam menjaga inflasi.
"Kebijakan makro prudential tetap pro-growth untuk dukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Perry.
Hasil ini selaras dengan konsensus yang telah dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi yang secara keseluruhan juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 6,00%.
Kendati demikian, tekanan juga datang dari pertumbuhan ekonomi AS yang mengalami penguatan pada kuartal III-2023.
Perekonomian AS tumbuh sebesar 4,9% secara tahunan pada kuartal III-2023, sedikit di bawah 5,2% pada perkiraan kedua, namun menyamai 4,9% yang dilaporkan pada perkiraan awal. Pertumbuhan ini masih merupakan pertumbuhan terkuat sejak kuartal IV-2021.
Ketika perekonomian AS tumbuh dengan pesat, hal ini perhatian pelaku pasar karena artinya roda perekonomian AS cukup kencang yang berdampak pada inflasi AS cukup sulit untuk ditekan menuju target bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yakni di kisaran 2%.
Dampak lanjutannya yakni pelaku pasar khawatir bahwa suku bunga AS berpotensi berada pada level yang tinggi dalam waktu yang cukup lama untuk menjaga agar lonjakan inflasi tidak terjadi.
Sementara di pasar SBN, terjadi penyusutan imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang menjadi kabar gembira yang menunjukkan investor mulai melirik lagi ke pasar obligasi. Perlu dicatat, pergerakan harga dan yield obligasi adalah berlawanan arah, ketika yield turun maka harga naik. Hal inilah yang menjadi alasan dana investor terutama asing mulai masuk lagi ke Tanah Air.
(rev/rev)