
IHSG Loyo, 6 Saham Ini Jadi Biang Kerok

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada akhir perdagangan Kamis (21/12/2023), meski Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya pada hari ini.
IHSG ditutup turun 0,14% ke posisi 7.209,619. Meski terkoreksi, tetapi IHSG masih bertahan di level psikologis 7.200 pada hari ini.
Nilai transaksi IHSG pada hari ini mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 19 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 197 saham naik, 322 saham turun dan 245 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi pemberat terbesar IHSG di hari ini, yakni sebesar 0,49%.
Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Amman Mineral Internasional | AMMN | -6,75 | 6.300 | -5,00% |
Astra International | ASII | -3,38 | 5.550 | -2,18% |
Barito Pacific | BRPT | -2,60 | 1.475 | -1,26% |
Bank Negara Indonesia (Persero) | BBNI | -1,82 | 5.150 | -2,15% |
Merdeka Battery Materials | MBMA | -1,41 | 540 | -0,45% |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -1,16 | 3.950 | -0,88% |
Sumber: Refinitiv
Emiten tambang tembaga Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi pemberat terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 6,7 indeks poin.
IHSG berakhir di zona merah meski BI memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya pada hari ini.
BI telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 6%. Hal ini merupakan hasil putusan dari RDG BI yang telah dilaksanakan sejak Rabu dan berakhir pada Kamis (20-21 Desember 2023).
"Keputusan mempertahankan BI rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro stabilty," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/12/2023)
Adapun pro stabilitas yang dimaksud, berkaitan dengan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah. Perry menambahkan, kebijakan tersebut juga mempertimbangkan kondisi ke depan, termasuk dalam menjaga inflasi.
"Kebijakan makro prudential tetap pro-growth untuk dukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Perry.
Hasil ini selaras dengan konsensus yang telah dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi yang secara keseluruhan juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 6,00%.
Di lain sisi, ketidakpastian global dan volatilitas pasar keuangan yang masih ada khususnya dari AS tentunya membuat sentimen pasar masih belum pasti.
Salah satu tekanan terhadap rupiah datang dari proyeksi data pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada kuartal III-2023.
Konsensus menilai laju pertumbuhan PDB meningkat menjadi 5,2% (year-on-year/yoy) dari yang sebelumnya 2,1% yoy pada kuartal II-2023. Jika hal tersebut terjadi, maka pertumbuhan terkuat terjadi sejak kuartal IV-2021.
Ketika perekonomian AS tumbuh dengan pesat, hal ini perhatian pelaku pasar karena artinya roda perekonomian AS cukup kencang yang berdampak pada inflasi AS cukup sulit untuk ditekan menuju target The Fed yakni 2%.
Dampak lanjutan yakni pelaku pasar khawatir bahwa suku bunga AS berpotensi berada pada level yang tinggi dalam waktu yang cukup lama untuk menjaga agar lonjakan inflasi tidak terjadi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sesi 1 IHSG Parkir di Zona Hijau, Ditopang Sektor Kesehatan