NEWSLETTER

Jokowi Ngamuk! Uang Warga RI Lari Ke Mana?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
30 November 2023 05:59
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023.
Foto: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini, baik dari dalam ataupun luar negeri. Sentimen luar negeri bisa datang dari beragamnya bursa Wall Street, data ekonomi AS, dan proyeksi kebijakan The Fed ke depan.

Dari dalam negeri, sentimen bisa datang dari pernyataan keras Jokowi mengenai likuiditas serta proyeksi Bank Indonesia ke depan.

Jokowi Ngamuk Karena Peredaran Uang Kering, Sektor Riil Bisa Terdampak

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2023, di Grha Bhasvara Icchana, Kantor Pusat Bank Indonesia, Rabu (29/11/2023). Acara tahunan yang digelar BI tersebut dihadiri ratusan bankir Tanah Air, pelaku usaha, hingga pemangku kebijakan mulai dari Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sebagai catatan, tahun ini kemungkinan besar menjadi yang terakhir di mana Jokowi hadir di PTBI sebagai Kepala Negara. PTBI 2024 diperkirakan sudah dihadiri presiden baru hasil pemilu.
Berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jokowi banyak menyentil isu ekonomi dalam negeri dan menyoroti kinerja pemerintahan hingga perbankan pada PTBI tahun ini.

Satu pernyataan keras Jokowi adalah soal kondisi likuiditas di perbankan yang mulai kering. Jokowi mulai mengkhawatirkan makin keringnya likuiditas di perbankan karena bisa mengganggu sektor riil, terutama dalam penyaluran kredit.

Mantan Gubernur DKI tersebut mengatakan dia sudah mendapat keluhan dari pengusaha mengenai keringnya peredaran uang di masyarakat karena perbankan lebih senang menghabiskan likuiditas untuk membeli surat berharga dibandingkan menyalurkan kredit ke masyarakat.

Dia pun meminta agar perbankan tidak menghabiskan likuiditas untuk membeli instrumen yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI)

"Meskipun kalau kita lihat kadang-kadang di bawah tadi saya sampaikan ke Pak Gub, Pak Gubernur saya mendengar dari banyak pelaku usaha ini kelihatannya kok peredaran uangnnya makin kering. Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi umkm," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023)

Pernyataan Jokowi terkait keringnya peredaran uang memang tercermin dalam sejumlah data. Uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 hanya tumbuh 3,4% (year on year/yoy) pada Oktober 2023. Pertumbuhan tersebut adalah yang terendah dalam sejarah Indonesia. Anjloknya uang beredar juga diperparah dengan pertumbuhan kredit yang jalan di tempat serta Dana Pihak Ketiga (DPK).

DPK per Oktober 2023 hanya tumbuh 3,43% atau jauh lebih rendah dibandingkan September yang tercatat 6,54%. DPK terus melambat dari 9% pada akhir tahun lalu menjadi di kisaran 3% pada Oktober. Kondisi ini mencerminkan makin tipisnya dana yang tersedia di bank.

Jika dilihat lebih rinci, DPK dalam Giro Korporasi melandai signifikan dari 13,8% yoy pada September menjadi hanya tumbuh 5,6% yoy pada Oktober menjadi Rp1.878,1 triliun.

Sedangkan DPK dalam Giro perorangan dan lainnya (pemda, koperasi, yayasan, dan swasta lainnya) bahkan berada di teritori negatif masing-masing 15,3% yoy dan 4,8% yoy.

Di sisi lain, kredit perbankan juga tumbuh stagnan di angka 9%. Kredit perbankan hanya tumbuh 8,99% per Oktober 2023, naik tipis dibandingkan September 2023 yang tercatat 8,96%. 
Kredit perbankan bahkan dalam tren penurunan sejak akhir tahun dari 11,35% per Desember 2022 menjadi di kisaran 9%.


Biasanya DPK akan melambat sejalan dengan kenaikan kredit perbankan atau karena belanja masyarakat yang terus naik. Namun, tahun ini DPK dan kredit justru berjalan sama-sama melambat. Pertumbuhan konsumsi masyarakat juga melambat 5,06% (year on year/yoy) pada kuartal III-2023 dibandingkan 5,22% (yoy) pada kuartal II-2023.

Terkait likuiditas, Jokowi a menyinggung kondisi sektor riil, di mana pelaku usaha mengeluhkan minimnya peredaran uang imbas dari pembelian instrumen keuangan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

Dalam catatan CNBC Indonesia, Kementerian Keuangan dan BI memang sama-sama aktif melakukan penerbitan instrumen tahun ini. Sejak Januari 2023, Kementerian Keuangan sudah menerbitkan enam SBN ritel dengan total penerbitan sekitar Rp 102 triliun. BI juga aktif mengeluarkan instrumen seperti SRBI  serta menyerap likuiditas rupiah demi menjaga stabilitas rupiah melalui operasi moneter.

Sebagai catatan, rupiah ambruk secara bulanan selama enam bulan beruntun sejak Mei hingga Oktober 2023. Selama Oktober 2023, rupiah bahkan jeblok 2,78% yang membuat BI melakukan operasi moneter dengan membeli rupiah dan menjual dolarnya. Kondisi ini ikut menyerap likuiditas perbankan.

Masih terkait peredaran uang di masyarakat, Jokowi juga mengkritisi keras Kementerian Keuangan yang belum mampu menyerap belanja secara maksimal. padahal, belanja pemerintah bisa mendongkrak uang beredar di masyarakat sekaligus memicu pertumbuhan.

Jokowi mengungkapkan realisasi belanja pemerintah daerah baru mencapai 64% per akhir November 2023. Mantan walikota Solo ini juga menyinggung realisasi belanja pemerintah pusat hanya mencapai 76%. Akibat data ini, Jokowi mengaku dirinya menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Data Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja per akhir Oktober 2023 mencapai Rp2.240,8 triliun atau 73,2%  dari pagu. 

"Menteri Keuangan saya telepon. Hal-hal seperti ini hampir setiap hari selalu saya ikuti dan saya telepon tapi gak telepon pak Gubernur nanti intervensi. Menteri Keuangan saya telepon ini kondisinya seperti apa," papar Jokowi, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Rabu (29/11/2023).

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Akan Lebih Baik

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam paparannya daam acara PTBI membeberkan sejumlah proyeksi ekonomi ke depan. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,7-5,5% pada 2024 dan 4,8-5,6% pada 2025. Pertumbuhan akan lebih tinggi dibandingkan proyeksi tahun ini yakni maksimal 4,5-5,3%.

"Salah satu tertinggi di dunia. Konsumsi dan investasi akan meningkat. Didukung kenaikan gaji ASN, Pemilu, infrastruktur di IKN. Selain ekspor, didukung hilirisasi," tutur Perry.

Inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan diperkirakan menembus 10-12% pada 2024 dan meningkat ke 11-13% pada 2025.
Kredit akan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun ini yang diproyeksi 9-11%.

(chd/chd)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular