Ada Kabar Baru Soal Suku Bunga AS, RI Bisa Kena Getahnya!

- Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin di mana IHSG dan imbal hasil SBN merah tetapi rupiah menguat
- Wall Street mengakhiri perdagangan dengan melemah setelah risalah FOMC keluar
- Risalah FOMC, penetapan UMP, dan RDG Bank Indonesia diperkirakan akan menggerakkan pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan kemarin, Selasa (21/11/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi, rupiah menguat, dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) meningkat.
Pergerakan pasar keuangan hari ini rawan koreksi terutama dengan perkembangan sentimen dari Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini. Para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4 serta kinerja bursa saham Amerika Serikat (AS) sebagai ekonomi terbesar dunia pada halaman 2.
IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (21/11/2023), ditutup melemah 0,47% ke posisi 6.961,79. IHSG pada perdagangan kemarin turun sehingga membuat bursa domestik gagal menembus level psikologis 7.000, meski menyentuh level psikologis tersebut pada awal pembukaan perdagangan.
Sebanyak 225 saham bergerak naik, 297 bergerak turun dan 339 tidak berubah dengan transaksi turnover Rp 9 triliun dengan 22,29 miliar saham. Penurunan juga terjadi seiring investor asing mencatat net sell sebesar Rp 338,26 miliar.
Pelemahan IHSG dikontribusikan terbesar oleh penguatan sektor utilitas yang terkoreksi 6,92%, kesehatan 0,78%, bahan dasar 0,53%. Sementara, penguatan terjadi pada sektor teknologi 0,89%, energi 0,39%, dan konsumen siklikal 0,10%.
Koreksi IHSG pada perdagangan kemarin mematahkan tren penguatan dua hari perdagangan, menjadikan indikator pasar modal domestik belum mampu menembus level 7.000.
Sentimen penurunan IHSG didukung oleh Bank Indonesia (BI) yang merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan transaksi berjalan pada kuartal III-2023. NPI pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$ 1,5 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada kuartal sebelumnya sebesar US$ 7,4 miliar.
Penurunan ini ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang membaik. BI juga mencatat, neraca transaksi berjalan membaik ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa yang tetap solid.
Pada kuartal III-2023, transaksi berjalan mencatat defisit US$ 900 juta atau 0,2% dari PDB, jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada triwulan sebelumnya.
Kemudian pada Kamis pekan ini, BI juga akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan terbarunya. Diprediksi, BI akan menahan suku bunga acuannya kali ini.
Selain itu, penurunan IHSG besar diakibatkan oleh emiten energi baru dan terbarukan milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang malah berbalik arah menjadi bottom movers IHSG kemarin, yakni turun 20,34 indeks poin atau ditutup melemah 7,72% menjadi Rp 6.275 per saham.
Penurunan saham BREN menjauhkan kapitalisasi pasarnya yang sedang mengejar saham Bank Central Asia (BBCA) sebagai kapitalisasi pasar terbesar. Valuasi saham BREN tersisa Rp 839 triliun.
Koreksi ini terjadi seiring dengan pasar yang mulai melakukan aksi penjualan menjelang cum date pembagian dividen hari ini. Selain kapitalisasi pasarnya yang sudah 'pepet' BBCA, harga saham BREN sejak IPO telah melesat 700% dari harga IPO-nya di Rp 780/saham.
Prospek EBT sendiri sejatinya cenderung positif karena pemerintah saat ini berupaya untuk mengurangi ketergantungan akan energi fosil dan upaya untuk mengurangi perubahan iklim yang sudah ekstrim.
Namun, valuasi emiten ini jauh terlalu mahal dengan rasio valuasi yang sudah jauh dari harga wajar dan rata-rata industri. Penurunan ini mengindikasikan pelaku pasar yang khawatir dengan valuasi tidak wajarnya dengan pertumbuhan kinerja yang timpang.
Penurunan ini memungkinkan gelembung 'bubble' saham BREN sudah akan meletus. Pada dasarnya, pergerakan harga saham akan kembali mengacu pada kinerja riil fundamental sebagai landasan jangka panjang.
Beralih ke mata uang Garuda, Refinitiv mencatat rupiah ditutup menguat di angka Rp 15.435/US$ atau terapresiasi tipis 0,03% dan merupakan posisi terkuat sejak 25 September 2023. Penguatan ini juga melanjutkan kenaikan di hari sebelumnya yang juga terapresiasi sebesar 0,32%.
Indeks dolar AS mencapai titik terendah yang sejak akhir Agustus.
Indeks, yang mengukur the greenback terhadap enam mata uang asing, mencatat level terendah di 103,18. Itu menandai level termurah bagi indeks tersebut sejak 31 Agustus, ketika mencapai 103,009.
Tren penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belum berdampak pada antusiasme masyarakat untuk membeli mata uang negara Paman Sam tersebut. Dua money changer atau jasa penukaran uang asing di kawasan Jakarta Selatan nampak sepi ketika CNBC Indonesia menyambangi kedua lokasi itu pada Selasa pagi (21/11/2023).
Kemarin, BI telah merilis data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang keduanya menunjukkan defisit pada kuartal III-2023. Artinya kondisi ini melanjutkan tren defisit yang juga terjadi pada kuartal II-2023.
Transaksi berjalan pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$900 juta atau 0,2% dari PDB. Bank sentral mengklaim defisit ini jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada triwulan sebelumnya.
Dari pasar obligasi Indonesia, Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan harga yang tercermin dari kenaikan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun ke level 6,662% pada perdagangan Selasa, dibandingkan perdagangan sebelumnya berada di 6,643%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, mengindikasikan investor sedang menjual SBN.
(mza/mza)