China Punya Senjata Baru Untuk Sembuhkan Sang Naga

mae, CNBC Indonesia
28 October 2023 16:45
infografis pdb china 2018 tumbuh paling rendah sejak 1990
Foto: Infografis/infografis pdb china 2018 tumbuh paling rendah sejak 1990/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China akan menerbitkan tambahan surat utang senilai CNY 1 triliun atau sekitar Rp 2.100 triliun. Utang akan dimanfaatkan untuk menggenjot pembangunan di wilayah yang terdampak banjir serta mendongrak kualitas infrastruktur perkotaan.

Penerbitan utang secara besar-besaran ini menjadi senjata lain China untuk kembali membangkitkan ekonominya yang terpuruk. 
Selain penerbitan obligasi, legislative China juga menyetujui undang-undang yang mengizinkan pemerintah regional untuk melakukan front loading penerbitan obligasi pada 2024.

Tambahan utang tersebut akan semakin meningkatkan gunungan utang pemerintah China. Merujuk pada anggaran pemerintah China, kuota penerbitan surat utang pemerintah dialokasikan sebesar CNY 7,68 triliun  atau sekitar Rp 16.796 triliun pada 2023.
Termasuk didalamnya untuk digunakan pemerintah pusat, pemerintah regional, serta keperluan khusus.

Dampak ekonomi akan datang dari besarnya pembangunan infrastruktur secara masif, mulai dari permintaan baja hingga penciptaan lapangan kerja.

"Kami percaya dampak ekonomi dari penerbitan utang CNY 1 triliun tidak bisa dianggap sepele, khususnya untuk jangka pendek," tutur kepala ekonom Nomura, Ting Lu, dikutip dari Reutersl.

Ekonomi China sebenarnya tumbuh kencang pada kuartal III-2023 yakni 4,9% (year on year/yoy). Namun, ekonomi Sang Naga masih dibayangi krisis properti.
S&P Global Ratings memperkirakan ekonomi China hanya akan tumbuh 2,9% pada tahun depan jika krisis ekonomi memburuk.Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas pertumbuhan ekonomi China menjadi 2,9% pada 2024, dari 3,0% pada hitungan sebelumnya.

Bank Dunia juga menurunkan proyeksi pertumbuhan China menjadi 4,4% pada 2024, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya di 4,8%.

Pemangkasan semua lembaga tersebut merupakan dampak dari krisis properti.
Dalam skenario terburuk, S&P memperkirakan penjualan properti China akan ambruk hingga 25% dari 2022. Nilai penurunan tersebut bisa mencapai CNY 10 triliun atau sekitar US$ 1,4 triiliun (Rp 22,28 triliun).


Kendati utang China makin menumpuk tetapi rasio utang pemerintah pusat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yakni 21%. Rasio utang pemerintah lokal China mencapai 75% dari PDB.

Sebagai catatan, Kementerian Keuangan China menerbitkan utang sekitar CNY 9,6 triliun sementara pemerintah regional sebesar CNY 7,4 triliun pada 2022.
Total outstanding surat utang China per akhir 2022 menyentuh CNY 144,8 triliun, naik CNY 11,3 trilihn dari 2021. Termasuk di dalamnya adalah utang dari sektor swasta.

Profil utang ChinaFoto: Asia Bond Monitor
Profil utang China



Krisis Properti Masih Bayangi China
Real estate berkontribusi sekitar 13% terhadap Produk Domestik Produk (PDB) China. Harga rumah di kota-kota utama China jatuh dengan cepat. Harga rumah di kota-kota yang kurang maju ambruk 20% dibandingkan 2021 yang mencerminkan lemahnya konsumsi dan indeks kepercayaan bisnis.

Data Oxford Economics menunjukkan porsi sektor properti ke kredit perbankan sebenarnya tidak terlalu besar yakni di kisaran 5%. Namun, ancaman datang dari eksposur bank-bank regional. Kredit macet atau non-performing loan bank-bank tersebut bisa membengkak karena eksposur yang besar terhadap real estate.

Salah satu developer yang menjadi sorotan adalah Country Garden. Pengembang properti raksasa tersebut akhirnya gagal membayar bunga atas surat utang senilai US$500 juta atau Rp7,97 triliun (Rp15.935/US$1) yang jatuh tempo pada tahun 2025. Hal ini menjadi tanda terbaru dari krisis dalam industri properti China.

Vehicles drive past unfinished residential buildings from the Evergrande Oasis, a housing complex developed by Evergrande Group, in Luoyang, China September 16, 2021. Picture taken September 16, 2021. REUTERS/Carlos Garcia RawlinsFoto: Kendaraan melewati bangunan tempat tinggal yang belum selesai dari Evergrande Oasis, kompleks perumahan yang dikembangkan oleh Evergrande Group, di Luoyang, Cina 16 September 2021. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
Vehicles drive past unfinished residential buildings from the Evergrande Oasis, a housing complex developed by Evergrande Group, in Luoyang, China September 16, 2021. Picture taken September 16, 2021. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

Batas waktu, termasuk masa tenggang 30 hari setelah melewati tenggat waktu awal 17 September, untuk membayar bunga sebesar US$15,4 juta atau Rp245,4 miliar (Rp15.935/US$1) telah berlalu minggu lalu. Oleh karena itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa gagal bayar. 

Perusahaan tersebut memperingatkan kreditornya awal bulan ini bahwa mereka tidak akan mampu membayar kembali pinjaman terpisah sebesar HK$470 juta, menjelaskan bahwa penjualannya berada di bawah tekanan yang luar biasa.

Saham Country Garden telah kehilangan lebih dari dua pertiga nilainya tahun ini. Krisis yang dialami Country Garden memunculkan rumor bahwa pendiri dan ketuanya telah meninggalkan China, namun klaim tersebut ditolak dalam pernyataan perusahaan pada akhir pekan lalu.

Country Garden yang merupakan salah satu pengembang dengan utang terbesar di dunia, kini kemungkinan menghadapi salah satu restrukturisasi terbesar yang pernah terjadi di negara tersebut, menurut Bloomberg.

Menyusul gagal bayar dan restrukturisasi Evergrande China, perusahaan properti dengan utang terbesar di dunia, goyahnya keuangan Country Garden merupakan pukulan terbaru terhadap pasar properti China bersama dengan industri terkait, menyumbang sekitar 20% dari produk domestik bruto negara kedua terbesar di dunia.

Langkah Stimulus Properti China

China mulai berencana melakukan stimulus, namun Moody's memperingatkan langkah-langkah stimulus sepertinya tidak akan menopang penjualan rumah yang terpuruk dalam jangka panjang.

Dampak positif dari langkah-langkah stimulus properti di daratan China kemungkinan hanya berumur pendek, dengan penjualan rumah masih lesu setidaknya selama enam bulan ke depan, menurut Moody's Investors Service.

Hal ini kemungkinan akan semakin menghambat kemampuan perusahaan real estat China untuk memenuhi kewajiban utang mereka yang menggunung, menurut lembaga pemeringkat kredit dalam sebuah laporan pada hari Selasa.

Dalam delapan bulan pertama tahun ini, penjualan rumah turun 1,5%. Namun baru-baru ini terdapat tanda-tanda bahwa sejumlah langkah dukungan pemerintah setidaknya memberikan dampak.

Pada September, harga rata-rata tertimbang rumah baru di China turun 1,4% secara bulanan, setengah dari penurunan 2,8% pada bulan Agustus, menurut biro statistik negara tersebut, yang memantau 70 kota.

Di kota-kota papan atas seperti Beijing dan Shanghai, harga rumah baru masing-masing naik sebesar 0,4% dan 0,5%. Harga rumah tinggal juga mengalami beberapa perbaikan dimana harga di kota-kota besar meningkat sekitar 0,2% untuk menahan penurunan dalam empat bulan.

Meskipun pasar belum pulih secara keseluruhan, harga di beberapa kota dan wilayah telah mencapai titik terendah dan menunjukkan tanda-tanda pemulihan, menurut Zhang Bo, kepala analis di 58 Anjuke Real Estate Research Institute di Shanghai. Kebijakan ramah pasar yang diperkenalkan pada akhir Agustus dan awal September sangatlah penting, tambahnya.

Moody's kurang optimis. Pada bulan September, perusahaan tersebut menurunkan prospek industri properti China menjadi negatif dari stabil, dengan alasan lambatnya pemulihan ekonomi dan fakta bahwa pengembang kesulitan untuk menyediakan apartemen yang telah selesai dibangun kepada pembeli.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation