Raksasa China Babak Belur, Proyek di Malaysia Jadi Kota Hantu

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
13 September 2023 17:15
A view of the residential apartments in Country Garden's Forest City development in Johor Bahru, Malaysia August 16, 2023. REUTERS/Edgar Su
Foto: REUTERS/EDGAR SU

Jakarta, CNBC Indonesia - Properti Tiongkok kini kembali genting karena resiko gagal bayar hutang pada mega proyek Country Garden. Raksasa properti China tersebut bahkan terancam menciptakan 'kota hantu' di Malaysia.

Country Garden yang merupakan salah satu pengembang real estat swasta terbesar di Tiongkok berdasarkan penjualan, tersebut berada di tengah krisis sektor properti yang sedang berlangsung di negara tersebut. Kelompok ini melaporkan rekor kerugian bersih sebesar US$6,7 miliar atau setara dengan Rp102,7 triliun (Rp15.335/1US$) selama semester I tahun 2023.

Utangnya yang besar (150 miliar euro, dan bahkan 176 miliar euro menurut Bloomberg) membebani kesehatan keuangannya dan membuat investor khawatir. Peringatan akan risiko gagal bayar, sedang terjadi di Malaysia, yang merupakan rumah bagi proyek terbesar perusahaan tersebut di luar negeri.

Gejolak ini juga telah menimpa perusahaan sejenis seperti China Evergrande Group sebelumnya, yang telah gagal membayar beberapa kewajiban utangnya dan mencatat kerugian bersih lebih dari Rmb33 miliar pada periode yang sama.

Country Garden mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka "sangat menyesal atas kinerja yang tidak memuaskan."

Pengumuman tersebut menambah kekhawatiran terhadap pemulihan pasca pandemi di China yang berstatus negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Country Garden juga mengumumkan telah melewatkan pembayaran bunga obligasi yang jatuh tempo pada Agustus 2023. Namun, pihaknya menambahkan masih dalam masa tenggang 30 hari untuk melakukan pembayaran. Pihaknya juga dilaporkan berupaya untuk memperpanjang batas waktu pembayaran obligasi lainnya.

Perusahaan tersebut memperingatkan bahwa mereka dapat gagal membayar utangnya "jika kinerja keuangan grup tersebut terus memburuk di masa depan".

Krisis ini kini terancam akan meluas ke Malaysia, di mana proyek Forest City milik Country Garden senilai US$100 miliar (Rp1.533,5triliun) di negara bagian Johor, tepat di seberang Singapura.

Mega proyek tersebut bertujuan untuk menampung 700.000 orang pada tahun 2035 dalam pembangunan serba guna. Rencananya mencakup ruang kantor, mal, klinik, sekolah dan fasilitas rekreasi lainnya yang akan dibangun di empat pulau reklamasi seluas 30 km persegi.

Proyek ini merupakan perusahaan patungan antara Country Garden, yang memegang 60% saham, dan Esplanade Danga 88, sebuah perusahaan Malaysia yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah negara bagian Johor, dengan 40% kepemilikan saham.

Mengingat kondisi keuangan Country Garden yang buruk, para analis di Malaysia khawatir perusahaan tersebut mungkin tidak mampu melindungi risiko utangnya untuk mencegah potensi gagal bayar awal agar tidak berkembang menjadi gagal bayar silang (cross-default) yang akan berdampak pada proyek-proyek di luar negeri termasuk Forest City.

Hal ini pun berdampak pada kinerja pergerakan harga saham Country Garden yang terus mengalami penurunan.

Kinerja Keuangan Country Garden

cgfoto : country garden

Laba bersih perusahaan (operasi lanjutan) dua belas bulan terakhir Country Garden terkontraksi sebesar 375,2%.

Pertumbuhan laba bersih terhadap perusahaan (operasi lanjutan) Country Garden untuk tahun fiskal yang berakhir Desember 2018 hingga 2022 rata-rata  minus 9,6%.

Country Garden beroperasi pada pertumbuhan laba bersih rata-rata terhadap perusahaan (operasi lanjutan) sebesar minus 11,6% dari tahun fiskal yang berakhir Desember 2018 hingga 2022.

Melihat kembali 5 tahun terakhir, pertumbuhan laba bersih terhadap perusahaan (operasi lanjutan) Country Garden mencapai puncaknya pada bulan Desember 2018 sebesar 68,8%.

Pertumbuhan laba bersih terhadap perusahaan (operasi lanjutan) Country Garden mencapai titik terendah dalam 5 tahun pada bulan Desember 2022 sebesar -107,2%.

Pertumbuhan laba bersih terhadap perusahaan (operasi lanjutan) Country Garden menurun dalam setiap 5 tahun fiskal terakhir dari 68,8% pada tahun 2018 menjadi -107,2% pada tahun 2022.

Masalah Properti China

Permasalahan di pasar properti Tiongkok mencakup segala hal mulai dari pembangunan rumah hingga industri yang menghasilkan barang-barang yang masuk ke dalamnya, mempunyai dampak besar karena sektor ini menyumbang sekitar sepertiga perekonomian.

Industri real estat Tiongkok terguncang ketika peraturan baru untuk mengontrol jumlah uang yang dapat dipinjam oleh perusahaan real estat besar diberlakukan pada tahun 2020.

Evergrande, yang pernah menjadi pengembang terlaris di Tiongkok, memiliki utang lebih dari US$300 miliar seiring dengan ekspansi agresifnya menjadi salah satu perusahaan terbesar di Tiongkok.

Masalah finansial telah melanda industri properti di negara tersebut, dengan serangkaian pengembang lain yang gagal membayar utangnya dan meninggalkan proyek bangunan yang belum selesai di seluruh negeri.

Pada akhir pekan, Evergrande membukukan kerugian sebesar 33 miliar yuan selama enam bulan pertama tahun ini. Hal ini membuat harga saham Evergrande turun tajam.

Saham Evergrande telah kehilangan lebih dari 99% nilainya dalam tiga tahun terakhir karena Beijing melakukan tindakan keras terhadap perusahaan properti.

Tiongkok juga menghadapi masalah lain termasuk lemahnya pertumbuhan ekonomi, membengkaknya utang pemerintah daerah, dan tingginya angka pengangguran kaum muda.

Indeks Manajer Pembelian berada di 49,7 pada bulan Agustus. Angka tersebut membaik dibandingkan bulan sebelumnya, namun masih di bawah 50 yang mengindikasikan adanya kontraksi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation