Krisis Properti China Jadi Bom Waktu, Semoga RI Aman

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
27 October 2023 14:55
Vehicles drive past unfinished residential buildings from the Evergrande Oasis, a housing complex developed by Evergrande Group, in Luoyang, China September 16, 2021. Picture taken September 16, 2021. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Foto: Kendaraan melewati bangunan tempat tinggal yang belum selesai dari Evergrande Oasis, kompleks perumahan yang dikembangkan oleh Evergrande Group, di Luoyang, Cina 16 September 2021. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)

Jakarta,CNBC Indonesia - Krisis properti masih membayangi ekonomi China. Krisis bahkan bisa membuat ekonomi Sang Naga terpuruk di bawah 3% pada tahun depan.

S&P Global Ratings memperkirakan ekonomi China hanya akan tumbuh 2,9% pada tahun depan jika krisis ekonomi memburuk. Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas pertumbuhan ekonomi China menjadi 2,9% pada 2024, dari 3,0% pada hitungan sebelumnya.

Bank Dunia juga menurunkan proyeksi pertumbuhan China menjadi 4,4% pada 2024, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya di 4,8%.
Pemangkasan semua lembaga tersebut merupakan dampak dari krisis properti.
Dalam skenario terburuk, S&P memperkirakan penjualan properti China akan ambruk hingga 25% dari 2022. Nilai penuruan tersebut bica mencapai CNY 10 triliun atau sekitar US$ 1,4 triiliun (Rp Rp 22,28 triliun).

Real estate berkontribusi sekitar 13% terhadap Produk Domestik Produk (PDB) China. Harga rumah di kota-kota utama China jatuh dengan cepat. Harga rumah di kota-kota yang kurnag maju ambruk 20% dibandingkan 2021 yang mencerminkan lemahnya konsumsi dan indeks kepercayaan bisnis.


Data Oxford Economics menunjukkan porsi sektor properti ke kredit perbankan sebenarnya tidak terlalu besar yakni di kisaran 5%
. Namun, ancaman datang dari eksposur bank-bank regional. Kredit macet atau non-performing loan bank-bank tersebut bisa membengkak karena eksposur yang besar terhadap real estate.

Salah satu developer yang menjadi sorotan adalah Country Garden. Pengembang properti raksasa tersebut akhirnya gagal membayar bunga atas surat utang senilai US$500 juta atau Rp7,9 triliun (Rp15.915/US$1) yang jatuh tempo pada tahun 2025. Hal ini menjadi tanda terbaru dari krisis dalam industri properti China.

Batas waktu, termasuk masa tenggang 30 hari setelah melewati tenggat waktu awal 17 September, untuk membayar bunga sebesar US$15,4 juta atau Rp245 miliar (Rp15.915/US$1) telah berlalu minggu lalu. Oleh karena itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa gagal bayar.

Tawaran lelang tanah oleh pengembang swasta vs milik negara (sumber: Reuters)Foto: Feri Sandria
Tawaran lelang tanah oleh pengembang swasta vs milik negara (sumber: Reuters)

Perusahaan tersebut memperingatkan kreditornya awal bulan ini bahwa mereka tidak akan mampu membayar kembali pinjaman terpisah sebesar HK$470 juta, menjelaskan bahwa penjualannya berada di bawah tekanan yang luar biasa.

Saham Country Garden telah kehilangan lebih dari dua pertiga nilainya tahun ini.  Krisis yang dialami Country Garden memunculkan rumor bahwa pendiri dan ketuanya telah meninggalkan China, namun klaim tersebut ditolak dalam pernyataan perusahaan pada akhir pekan lalu.

Country Garden yang merupakan salah satu pengembang dengan utang terbesar di dunia, kini kemungkinan menghadapi salah satu restrukturisasi terbesar yang pernah terjadi di negara tersebut, menurut Bloomberg.

Menyusul gagal bayar dan restrukturisasi Evergrande China, perusahaan properti dengan utang terbesar di dunia, goyahnya keuangan Country Garden merupakan pukulan terbaru terhadap pasar properti China bersama dengan industri terkait, menyumbang sekitar 20% dari produk domestik bruto negara kedua terbesar di dunia.

Mengikuti catatan Citicorp, Komite Penentuan Derivatif Kredit akan bertemu untuk membahas jika terjadi peristiwa kredit yang gagal membayar. Jika hal ini terjadi, maka hal ini akan membuka peluang untuk diberlakukannya kontrak credit default swap yang digunakan oleh para pedagang untuk melakukan lindung nilai terhadap tidak adanya pembayaran oleh pemerintah atau perusahaan jika terjadi gagal bayar.

Langkah Stimulus Properti China
China mulai berencana melakukan stimulus, namun Moody's memperingatkan langkah-langkah stimulus sepertinya tidak akan menopang penjualan rumah yang terpuruk dalam jangka panjang.

Dampak positif dari langkah-langkah stimulus properti di daratan China kemungkinan hanya berumur pendek, dengan penjualan rumah masih lesu setidaknya selama enam bulan ke depan, menurut Moody's Investors Service.

Hal ini kemungkinan akan semakin menghambat kemampuan perusahaan real estat China untuk memenuhi kewajiban utang mereka yang menggunung, menurut lembaga pemeringkat kredit dalam sebuah laporan pada hari Selasa.

Dalam delapan bulan pertama tahun ini, penjualan rumah turun 1,5%. Namun baru-baru ini terdapat tanda-tanda bahwa sejumlah langkah dukungan pemerintah setidaknya memberikan dampak.

Pada bulan September, harga rata-rata tertimbang rumah baru di China turun 1,4% secara bulanan, setengah dari penurunan 2,8% pada bulan Agustus, menurut biro statistik negara tersebut, yang memantau 70 kota.

Di kota-kota papan atas seperti Beijing dan Shanghai, harga rumah baru masing-masing naik sebesar 0,4% dan 0,5%. Harga rumah tinggal juga mengalami beberapa perbaikan dimana harga di kota-kota besar meningkat sekitar 0,2% untuk menahan penurunan dalam empat bulan.

Based on Data from the OECD and Goldman SachsFoto: Source: CaixaBank Research
Based on Data from the OECD and Goldman Sachs

Meskipun pasar belum pulih secara keseluruhan, harga di beberapa kota dan wilayah telah mencapai titik terendah dan menunjukkan tanda-tanda pemulihan, menurut Zhang Bo, kepala analis di 58 Anjuke Real Estate Research Institute di Shanghai. Kebijakan ramah pasar yang diperkenalkan pada akhir Agustus dan awal September sangatlah penting, tambahnya.

Moody's kurang optimis. Pada bulan September, perusahaan tersebut menurunkan prospek industri properti China menjadi negatif dari stabil, dengan alasan lambatnya pemulihan ekonomi dan fakta bahwa pengembang kesulitan untuk menyediakan apartemen yang telah selesai dibangun kepada pembeli.

Apa Kabar Properti di Indonesia?
Krisis properti China dikhawatirkan bisa berdampak ganda kepada ekonomi global, yakni melalui pasar keuangan serta sektor riil. Dari pasar keuangan, krisis properti bisa menjadi sentimen negatif dan meningkatkan ketidakpastian. 

Dari sektor riil, krisis properti China bisa membuat pertumbuhan negara tersebut melambat. Padahal, China adalah pasar terbesar ekspor Indonesia sekaligus salah satu investor asing terbesar di Tanah Air. China juga merupakan motor pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia.

Dari dalam negeri, properti Indonesia juga belum menunjukkan kenaikan yang signifikan, tercermin pada laju indeks properti Indonesia.  Namun, pemerintah Indonesia telah membuat stimulus baru untuk mendorong sektor perumahan dan konstruksi.

Pertumbuhan sektor real estate hanya mencapai 0,37% (year on year/yoy) pada kuartal I-2023 dan 0,95% (yoy) pada kuartal II-2023. Padahal, multiplier effect dari sektor tersebut ke perekonomian diperkirakan mencapai 14-16%.

Untuk mendongkrak sektor properti, pemerintah sudah berkali-kali memberikan insentif dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti sebesar 100% bagi hunian dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan PPN DTP sebesar 50% diberikan pada hunian dengan nilai jual Rp2-5 miliar.

Insentif tersebut diberikan beberapa periode seperti Maret 2021-September 2022. PPN DTP untuk rumah di bawah Rp2 miliar akan diberlakukan hingga tahun depan.
Dalam upaya mendongkrak penggunaan energi hijau, pemerintah juga sudah memberikan beragam insentif seperti pembebasan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan berbasis listrik dan baterai.

Insentif serupa kembali diberikan pada tahun depan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan kebijakan insentif untuk pembelian properti. Insentif itu berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah 100% untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar.

PPN rumah baru di bawah Rp2 miliar ditanggung pemerintah 100% hingga Juni 2024. Setelahnya, pemerintah hanya menanggung PPN sebesar 50% saja.

Tidak hanya bantuan PPN, masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR, pemerintah memberikan insentif untuk pengurusan administrasi rumah baru mulai dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan lain-lain senilai Rp 4 juta. Ini berlaku hingga tahun 2024.

Pemberian insentif ini bisa mengurangi masalah kekurangan atau backlog rumah yang mencapai 12,1 juta. Tentunya kebijakan ini akan memberikan angin segar bagi sektor properti yang menawarkan rumah di bawah Rp2 miliar.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation