Musim Pendaftaran Capres, ke Mana Arah IHSG dan Rupiah?
- Pasar keuangan Indonesia pekan ini akan bergerak volatil seiring dengan sentimen dari dalam dan luar negeri,
- Volatilitas wall street pekan ini diperkirakan tinggi akibat sentimen perang Timur Tengah dan kondisi ekonomi AS
- Tiga penggerak IHSG pekan ini yakni suku bunga BI, ekonomi AS, dan pendaftaran capres dan cawapres
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia diperkirakan bergerak fluktuasi didorong oleh fakor dalam negeri maupun luar negeri pada pekan ini. Kondisi pasar keuangan Indonesia masih belum membaik dari hantaman pekan lalu.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,2% atau ke 6.888,52 pada akhir perdagangan pekan ini, Jumat (8/10/2023). Secara keseluruhan, IHSG ambruk 0,9% dalam sepekan. Pelemahan ini melanjutkan tren negatif bursa saham Indonesia yang juga melemah pada pekan sebelumnya.
Ambruknya IHSG tak bisa dilepaskan dari ketidakpastian ekonomi seperti Amerika Serikat (AS) yang kesulitan mengendalikan kenaikan harga, namun memiliki target menekan inflasi hingga 2% dan kenaikan suku bunga BI.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kenaikan suku bunga dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak mengingat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 dan 2,5 plus minus 1% pada 2024.
Selain itu, kenaikan suku bunga BI ini juga merespons dari potensihawkishdari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) di akhir 2023. Perry mengatakan bahwa ada probabilitas sekitar 40% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps di Desember 2023. The Fed akan menggelar pertemuan pada awal November mendatang.
Terlebih lagi di negara maju, termasuk AS, juga mengisyaratkan suku bunga yang akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama (higher for longer).
Powell dalam pidatonya di acara Economic Outlook di Economic Club of New York (ECNY) Luncheon, New York, Kamis (19/10/2023), misalnya, mengatakan inflasi dan ekonomi masih terlalu tinggi.
Pernyataan ini mengisyaratkan jika The Fed akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan mendatang meskipun tetap menekankan adanya potensi kenaikan di masa depan jika ekonomi dan inflasi AS masih panas.
Merespons hal tersebut, imbal hasil (yield) US Treasury tenor 10-tahunsempat menyentuh level 5% untuk pertama kali sejak Juli 2007.
Oleh karena itu, kenaikan suku bunga BI memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik untuk mencegah derasnya capital outflow, termasuk mencegah pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini.
Sentimen ini juga membuat rupiah juga loyo terhadap dolar AS dengan depresiasi sebesar 1,89% ytd basis rupiah.
(ras/ras)