
Gegara Konflik Israel-Hamas & Harga Gas, Batu Bara Melejit

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara acuan terpantau melesat sepanjang pekan ini, ditopang oleh kenaikan harga gas alam dan konflik antara Israel-Hamas.
Berdasarkan data dari Refinitiv pada pekan ini, harga batu bara Newcastle untuk kontrak November 2023 melonjak 6,46% ke posisi US$ 150,75 per ton per akhir perdagangan September 2023, dari sebelumnya pada akhir pekan lalu di US$ 141,6 per ton.
Kenaikan harga komoditas energi ditopang sentimen Eropa yang akan memasuki musim dingin pada pekan depan, perang Israel-Hamas pemotongan jalur gas Israel ke Mesir, pecahnya pipa gas Balticonnector, dan ancaman pemogokan serikat pekerja LNG Australia.
Kenaikan harga si pasir hitam terjadi seiring permintaan gas untuk pemanas akan meningkat dalam beberapa hari mendatang akibat suhu di Inggris akan turun tajam menjelang musim dingin pada awal minggu depan.
Sentimen kenaikan harga komoditas energi juga masih disokong oleh risiko geopolitik perang Israel dan Hamas yang sedang berlangsung. Ketegangan geopolitik telah mendominasi pergerakan harga gas dalam beberapa hari terakhir, kata analis Ole Hvalbye di SEB dalam sebuah catatan.
Di tengah serangan yang sedang berlangsung oleh gerakan Hamas yang menguasai Jalur Gaza, Israel telah memotong ekspor gas ke Mesir sebesar 20% atau 18,4 juta meter kubik per hari, yang kemungkinan berdampak pada ekspor gas alam cair (LNG) Mesir, katanya.
Tak hanya itu saja, konflik Israel-Hamas bisa menjadi sentimen negatif terhadap ambisi Israel dan wilayah Mediterania timur lainnya untuk menjadi pusat pengekspor gas alam ke Eropa dan negara lain.
Sebelumnya, ambisi itu didorong aksi Chevron, raksasa energi Amerika, mengakuisisi saham di dua ladang gas besar lepas pantai Israel ketika membeli Noble Energy pada tahun 2020 dengan nilai sekitar US$ 4 miliar (Rp 60 triliun). Nobel Energy telah memimpin pengembangan gas Israel.
Melansir Reuters, ladang gas alam di lepas pantai Israel kini menyumbang sekitar 70% pembangkitan listrik di negara itu, sehingga mengurangi penggunaan batu bara yang tinggi polusi. Gas ini juga membantu Israel mengurangi ketergantungan yang besar terhadap impor energi.
Fasilitas-fasilitas tersebut memiliki keamanan yang ketat, meskipun salah satu tempat produksi yang dioperasikan Chevron, bernama Tamar, berjarak sekitar 15 mil dari Ashkelon, sebuah kota di Israel selatan, berpotensi rentan terhadap serangan yang berasal dari Gaza.
Selama pertempuran pada tahun 2021, pemerintah Israel menginstruksikan Chevron untuk menutup sementara Tamar.
Dalam sebuah pernyataan akhir pekan ini, Chevron mengatakan pihaknya "fokus pada pasokan gas alam yang aman dan andal untuk kepentingan pasar domestik Israel dan pelanggan regional kami." Perusahaan mengajukan pertanyaan tentang kelanjutan pengoperasian fasilitas tersebut kepada pemerintah Israel.
Sebelumnya, perang Rusia-Ukraina tahun lalu menjadi petaka bagi Eropa karena pasokan gas yang terganggu dari Moskow. Hal ini pada akhirnya menjadi sentimen positif bagi batu bara yang harganya melambung hingga menyentuh rekor tertinggi di US$ 464/ton pada September tahun lalu.
Di lain sisi, Pecahnya pipa gas Balticconnector minggu ini diperkirakan akibat sabotase yang menimbulkan kekhawatiran atas keamanan infrastruktur energi utama Eropa, kata Hvalbye.
Negara-negara Nordik dan Baltik telah memperketat keamanan di instalasi energi setelah kejadian tersebut, sementara Badan Intelijen Keamanan Finlandia mengatakan pihaknya tidak dapat mengesampingkan keterlibatan campur tangan negara dalam insiden tersebut.
Berbagai sentimen ini mendorong kenaikan harga komoditas energi substitusi batu bara yang banyak digunakan Eropa, yaitu gas. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) terbang tinggi, melesat 15,05% ke 53 euro per MWh.
Harga gas menembus level psikologis 50 euro per mega-watt hour (MWh), menyentuh level tertinggi dalam hampir 8 bulan atau sejak 15 Februari 2023. Batu bara sebagai energi alternatif gas pun ikut melambung.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)