Newsletter

Perang Israel vs Hamas Memanas, Ekonomi AS Ikut Panas Juga?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
12 October 2023 06:13
Toys R Us
Foto: REUTERS/Eduardo Munoz

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari luar ataupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, menghijaunya Wall Street bisa menjadi sentimen positif pasar keuangan dalam negeri hari ini.

AS akan mengumumkan data penting hari ini yakni inflasi untuk September 2023. Inflasi September diperkirakan akan melambat menjadi 3,6% (yoy) pada September 2023, dari 3,7% (yoy) pada Agustus 2023, mengutip catatan Trading Economics. 

Inflasi AS terus melandai dari puncaknya pada Juni 2022 (9,1%) hingga Juni 2023 tetapi kemudian naik kembali pada Juli dan Agustus tahun ini.  Sementara itu, inflasi inti yang tidak termasuk harga pangan dan energi mengalami lonjakan akibat perang Rusia Ukraina, diperkirakan melambat menjadi 4,1% (yoy) pada September 2023 dari 4,3% pada Agustus, menandai angka terendah sejak September 2021.

Secara bulanan, inflasi diprediksi mencapai 0,3%, melemah, dibanding 0,6% di bulan Agustus.

Jika inflasi melandai maka ada kemungkinan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) melonggar dengan kebijakan suku bunganya. Pengetatan The Fed dapat memperlambat laju perekonomian. Kebijakan hawkish AS sempat berdampak signifikan dengan adanya krisis perbankan AS dengan gagalnya SVB, Signature Bank, Silvergate, dan beberapa lainnya.

Kegagalan perbankan akan cukup berbahaya, mengingat sektor keuangan cukup dominan dalam perekonomian AS. Ancaman tersebut dapat memberikan efek domino terhadap perekonomian.

Sebelum pengumuman inflasi, AS kemarin sudah mengumumkan indeks harga produsen. Indeks harga produsen (IHP) mengalami penurunan menjadi 0,5%, dibanding bulan Agustus yang berada di level 0,7%. Meski melambat, indeks harga produsen bergerak di atas konsensus pasar yakni 0,3%.

Harga barang naik 0,9%, didorong oleh kenaikan biaya bensin sebesar 5,4%. Harga bahan bakar jet, ayam muda olahan, daging, tenaga listrik, dan solar juga ikut menguat. Di sisi lain, harga sayuran segar dan kering turun 13,9% dan harga pulp kayu serta gas alam juga turun.

Sementara itu, harga jasa naik 0,3%, dengan biaya layanan deposito (parsial) melonjak 13,9%. Kenaikan lebih tinggi juga terlihat pada harga mesin, peralatan, suku cadang, barang kesehatan, kecantikan, optik, layanan wisata, rawat jalan, perangkat lunak, dan aplikasi.
Sebaliknya, harga untuk layanan penumpang penerbangan turun 2,1% dan indeks untuk ritel mobil dan layanan akses paket telekomunikasi kabel juga menurun.

FOMC Minutes Menunjukkan Pejabat The Fed Terpecah

Risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) atau FOMC Minutes menunjukkan pejabat The Fed melihat kenaikan suku bunga semakin memberi dampak ganda kepada ekonomi AS. Mereka juga sepakat suku bunga tinggi dalam jangka panjang tetap diperlukan selama inflasi belum ada di kisaran 2%. Namun, kenaikan akan terbatas.

Risalah menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tajam antara pejabat The Fed mengenai tambahan kenaikan suku bunga. 
Mayoritas partisipan melihat satu lagi kenaikan di masa depan akan menjadi keputusan yang tepat tetapi sebagian lagi melihat tidak perlu ada kenaikan.

Mayoritas pengambil kebijakan The Fed menilai bahwa satu kali kenaikan lagi pada suku bunga The Fed pada pertemuan mendatang mungkin merupakan kebijakan yang tepat. Sementara, beberapa pihak menilai bahwa tidak diperlukan kenaikan lebih lanjut.

Namun, semua pihak sepakat bahwa kebijakan harus tetap bersifat restriktif untuk beberapa waktu hingga inflasi turun secara berkelanjutan menjadi 2%.

Selain itu, para peserta juga berharap bahwa data yang diperoleh dalam beberapa bulan mendatang akan membantu memperjelas sejauh mana proses disinflasi terus berlanjut dan pasar tenaga kerja mencapai keseimbangan yang lebih baik.

The Fed mempertahankan kisaran target suku bunga pada level tertinggi 5,25%-5,5% pada pertemuan September 2023. Rapat FOMC sejak Maret 2022 telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali.
Namun, berdasarkan dot plot ekspektasi masing-masing anggota, sekitar dua pertiga anggota komite mengindikasikan bahwa diperlukan satu peningkatan lagi sebelum akhir tahun.

Anggota yang mendukung kenaikan lebih lanjut pada pertemuan tersebut menyatakan kekhawatirannya terhadap inflasi. Faktanya, risalah tersebut mencatat bahwa "sebagian besar" anggota FOMC melihat risiko kenaikan harga, bersamaan dengan potensi pertumbuhan yang lebih lambat dan tingginya pengangguran.

Ekonom The Fed mencatat bahwa perekonomian telah terbukti lebih kuat dari perkiraan tahun ini, namun mereka menyebutkan sejumlah risiko. Pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja otomotif, misalnya, diperkirakan akan "sedikit" memperlambat pertumbuhan dan mungkin meningkatkan inflasi, meski hanya bersifat sementara.

Risalah tersebut menyatakan bahwa konsumen terus melakukan pembelanjaan, meskipun para pejabat khawatir tentang dampak dari kondisi kredit yang lebih ketat, berkurangnya stimulus fiskal dan dimulainya kembali pembayaran pinjaman mahasiswa.
Poin-poin data inflasi, khususnya mengenai ekspektasi masa depan, secara umum telah menunjukkan kemajuan menuju target bank sentral sebesar 2%.

"Kebijakan akan tetap terbatas untuk beberapa waktu sampai Komite percaya diri jika inflasi AS sudah bergerak ke target sasaran," tulis risalah FOMC.

Ketidakpastian ekonomi AS, dinamisnya data ekonomi AS, dan ketatnya pasar keuangan membuat The Fed lebih berhati-hati. Pasar kini melihat jika The Fed telah beralih fokus bukan lagi pada berapa kenaikan tetapi seberapa lama suku bunga tinggi akan dipertahankan.

Risalah menunjukkan jika pejabat The Fed kini tidak lagi bergulat pada dampak inflasi tetapi juga ancaman harga komoditas energi global serta pangan. Perlambatan ekonomi global, pemogokan masal pekerja industri otomotif, serta ketatnya pasar keuangan membuat ekonomi AS bisa terancam,

"Sebagian besar partisipan melihat jika masa depan ekonomi sangat tidak pasti. Ini membuat proses (pengambilan keputusan suku bunga) akan hati-hati," tulis risalah tersebut.

Perang Israel Hamas Masih Panas, Arab Turun Tangan?

Dari belahan bumi Timur Tengah, perang Israel vs Hamas masih memanas. Perkembangan di Timur Tengah akan menjadi perhatian pasar karena besarnya dampak ke ekonomi, terutama harga komoditas.

Dalam perkembangan terbaru, para menteri luar negeri negara-negara Arab mengecam pengepungan Israel atas Gaza menyusul serangan mendadak yang dilakukan oleh militan Hamas terhadap Israel, dan menuntut agar bantuan "segera" diizinkan memasuki wilayah kantong yang diblokade tersebut.

Israel telah memberlakukan "pengepungan total" di Jalur Gaza, memutus pasokan air, makanan, listrik dan pasokan penting lainnya, setelah serangan besar-besaran pada Sabtu lalu oleh militan Hamas yang telah menewaskan ratusan orang di kedua belah pihak.

Pada Rabu (11/10/2023), ketika Israel terus melakukan pengeboman terhadap sasaran-sasaran di wilayah pesisir yang padat dan miskin selama lima hari, satu-satunya pembangkit listrik di Gaza ditutup.

Otoritas ketenagalistrikan di daerah kantong Palestina mengumumkan bahwa pembangkit listrik tersebut telah kehabisan bahan bakar.

DilansirAFP, bertemu di markas besar Liga Arab di Kairo, para menteri luar negeri Arab membahas perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dan menuntut Israel menghentikan pengepungannya terhadap Gaza.

(mza/mza)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular