- Pasar keuangan Indonesia akhirnya kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau pada perdagangan kemarin
- Wall Street melanjutkan kinerja positif dengan menguat meskipun ada kekhawatiran mengenai inflasi AS
- Data inflasi AS, risalah FOMC, serta perang Israel vs Hamas akan menjadi sentimen penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia akhirnya mampu mengakhiri perdagangan dengan kompak menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Surat Berharga Negara (SBN), dan rupiah secara bersamaan berada di zona hijau.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa melanjutkan tren positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin, Rabu (11/10/2023) ditutup menguat 0,14% ke 6.931,75. Kenaikan kemarin menjadikan posisi IHSG kembali berada di atas level 6.900.
Penguatan bursa efek Indonesia kembali ditopang sektor infrastruktur. Sektor properti dan konsumen siklikal ikut mendorong IHSG mampu terapresiasi.
Kenaikan pasar modal domestik terjadi di tengah masih panasnya perang Israel-Palestina dan penantian pasar akan kabar penting dari rilis inflasi AS serta risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
Penguatan IHSG kemarin didorong oleh kenaikan sektor infrastruktur 3,5%, properti 1,08%, dan siklikal 0,61%. Sedangkan, sektor yang tertekan signifikan yaitu teknologi 1,47%, kesehatan 0,79%, dan transportasi 0,52%.
Sebanyak 286 saham bergerak naik, 232 bergerak turun dan 338 tidak berubah dengan transaksi turnover Rp 10 triliun dengan 21 miliar lembar saham.
Penopang kenaikan IHSG datang dari PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang baru saja melantai di bursa melalui IPO pada 9 Oktober 2023. Perusahaan ini mengalami kenaikan 24,69% atau menyentuh ARA (Auto Reject Atas) menjadi Rp 1.515 per saham.
Kenaikan saham BREN berkontribusi pada penguatan 11,7 indeks poin, menjadi yang terbesar pada perdagangan kemarin. Semenjak IPO di harga Rp 780, BREN telah melesat 94%.
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) kembali menjadi penopang IHSG dengan kenaikan 6,7 indeks poin. Saham AMMN yang bergerak di sektor emas ini disinyalir turut menguat akibat ketidakpastian risiko global akibat perang Israel-Hamas, sehingga pelaku pasar beralih ke aset safe haven yang akan menguntungkan penambang.
Dari pasar mata uang, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terjadi di tengah kondisi global yang tidak pasti dan mengkhawatirkan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka 15.690/US$ atau menguat 0,25% terhadap dolar AS. Posisi ini mematahkan tren pelemahan rupiah yang terjadi selama dua hari beruntun.
Rupiah tetap meguat meski dihujani sentimen negatif. Kondisi ekonomi AS saat ini masih cukup ketat karena inflasi yang diperkirakan masih cukup tinggi khususnya yang akan dirilis pekan ini. Sebagai catatan, AS mencatatkan inflasi periode Agustus 2023 naik menjadi 3,7% (year on year/yoy) dibandingkan periode Juli di angka 3,2% secara tahunan (yoy).
Inflasi AS dan berbagai negara di seluruh dunia dapat semakin parah, khususnya jika perang Israel-Hamas terus berlanjut dan dan menyeret negara pendukungnya sebagai pemain energi penting global.
Namun, konsensus memperkirakan inflasi berada di 3,6%, perkiraan tersebut disinyalir menjadi indikasi AS mampu menurunkan laju inflasi, sehingga pasar mengapresiasi.
Lebih lanjut, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dinilai mampu memberikan angin segar terhadap nilai tukar rupiah tampak belum cukup optimal sebab rupiah justru terus mengalami pelemahan dalam beberapa hari silam.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom senior yang juga merupakan Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014 Anny Ratnawati menilai, kebijakan yang mewajibkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) perlu diperluas, sehingga tidak hanya untuk sektor sumber daya alam atau SDA, melainkan juga ke sektor manufaktur yang kinerja ekspornya tinggi.
Ia meyakini pentingnya hal tersebut dilakukan karena untuk mengantisipasi semakin keringnya pasokan atau supply dolar di tanah air di tengah tren penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) saat ini
Hal senada juga disampaikan oleh Senior Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, Rabu (11/10/2023).
Enrico mengungkapkan pelemahan rupiah saat ini adalah refleksi dari pergerakan dolar. Seperti diketahui, dalam perdagangan pagi ini, Rabu (11/10/2023), rupiah sempat terjerembab ke level Rp 15.730 per dolar AS. Tren pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh penguatan dolar AS seiring dengan potensi kenaikan suku bunga di AS pada akhir 2023.
"Keseimbangan dan posisi keseimbangan eksternal Indonesia tetap kuat, net FDI (foreign direct investment) dan surplus transaksi berjalan, menciptakan lingkungan yang cukup stabil bagi rupiah dan untuk tahun depan kami memperkirakan rupiah akan kembali turun ke bawah Rp 15.000," ujar Enrico.
Imbal hasil atau yield obligasi Indonesia 10 tahun kembali menurun pada penutupan perdagangan kemarin. Yield menurun menjadi 6,831% dibanding kemarin yang berada di 6,941%.
Imbal hasil telah mengalami penurunan sebanyak lima hari perdagangan beruntun, sehingga menjadikan adanya penurunan 19 bps sepanjang Oktober. Sebelumnya, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun memuncak pada 4 Oktober menjadikannya level tertinggi dalam tujuh bulan atau sejak 9 Maret 2023. Reli penurunan yield ini mengindikasikan kembali adanya minat pada obligasi Indonesia.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang naik demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield turun, mengindikasikan investor sedang membeli SBN.
Bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup kompak di zona penguatan pada penutupan perdagangan Rabu (11/10/2023) setelah berakhirnya pertemuan The Fed terkait pembahasan suku bunga The Fed dalam upaya mengendalikan inflasi.
Dow Jones ditutup menguat 0,19% di posisi 33.804,57, sementara S&P 500 naik 0,43% di posisi 4.376,95, begitu juga dengan Nasdaq terapresiasi 0,71% di posisi 13.659,68.
Ketiga indeks utama AS ditutup di zona hijau pada perdagangan kemarin menandai kenaikan empat hari beruntun. Penantian pelaku pasar akan data inflasi AS menjadi sentimen terkuat pada perdagangan kemarin.
Laporan kenaikan harga konsumen (CPI) untuk bulan September akan dirilis hari in, Kamis, pukul 19.30 WIB. Data inflasi AS sangat ditunggu pelaku pasar global karena akan menentukan arah kebijakan The Fed ke depan. Jika inflasi masih tinggi maka itu mencerminkan ekonomi AS yang masih panas sehingga The Fed akan sulit melunak.
Dunia pun harus ikut menanggung dampak tersebut jika The Fed kembali mengerek suku bunga pada November mendatang.
Sebelum data inflasi keluar, AS mengumumkan data indeks harga produsen (IPP) kemarin. Indeks harga produsen mencapai 0,5% periode September 2023 (month to month/mtm), lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 0,3%.Secara tahunan, indeks harga produsen meningkat menjadi 2,2% pada September dari 2,0% pada Agustus. Indeks melaju lebih kencang dari ekspektasi pasar.
Untuk inflasi September, konsensus yang dikutip dari Trading Economics memperkirakan kenaikan sebesar 0,3% secara bulanan (month on month/mom), dan kenaikan sebesar 3,6% secara tahunan (year on year/yoy).
Sebagai catatan, inflasi AS naik ke 3,7% (yoy) pada Agustus 2023, dari 3,2% (yoy) pada Juli.
Investor percaya bahwa data inflasi yang ditunjukkan dalam laporan tersebut akan memainkan peran penting dalam menentukan terkait kebijakan The Fed dalam memutuskan kebijakan suku bunga pada pertemuan dua harinya yang dimulai pada 31 Oktober.
Data tersebut muncul menyusul indeks harga produsen yang lebih terkendali pada September dibanding bulan sebelumnya.
″CPI [pada bulan Agustus] sedikit lebih kuat dari yang kami perkirakan, meskipun tren penurunan inflasi inti masih berlanjut. Kami berharap hal ini akan terus berlanjut, [tetapi] akan terus mencermati dampak kenaikan harga energi yang berdampak pada inflasi yang lebih luas di bulan-bulan mendatang jika hal ini terus berlanjut," kata ekonom senior Vanguard, Andrew Patterson yang dikutip dari CNBC Internaitional.
Perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung telah menimbulkan pertanyaan mengenai potensi krisis pasokan minyak dan kenaikan harga bahan bakar jika ketidakstabilan geopolitik menyebar ke produsen minyak tetangga di wilayah tersebut.
Para pedagang juga akan mewaspadai angka klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir 7 Oktober. Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic dan presiden Fed Boston Susan Collins akan memberikan sambutan pada Kamis sore, yang dapat memberi Wall Street lebih banyak informasi mengenai sikap bank sentral.
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari luar ataupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, menghijaunya Wall Street bisa menjadi sentimen positif pasar keuangan dalam negeri hari ini.
AS akan mengumumkan data penting hari ini yakni inflasi untuk September 2023. Inflasi September diperkirakan akan melambat menjadi 3,6% (yoy) pada September 2023, dari 3,7% (yoy) pada Agustus 2023, mengutip catatan Trading Economics.
Inflasi AS terus melandai dari puncaknya pada Juni 2022 (9,1%) hingga Juni 2023 tetapi kemudian naik kembali pada Juli dan Agustus tahun ini. Sementara itu, inflasi inti yang tidak termasuk harga pangan dan energi mengalami lonjakan akibat perang Rusia Ukraina, diperkirakan melambat menjadi 4,1% (yoy) pada September 2023 dari 4,3% pada Agustus, menandai angka terendah sejak September 2021.
Secara bulanan, inflasi diprediksi mencapai 0,3%, melemah, dibanding 0,6% di bulan Agustus.
Jika inflasi melandai maka ada kemungkinan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) melonggar dengan kebijakan suku bunganya. Pengetatan The Fed dapat memperlambat laju perekonomian. Kebijakan hawkish AS sempat berdampak signifikan dengan adanya krisis perbankan AS dengan gagalnya SVB, Signature Bank, Silvergate, dan beberapa lainnya.
Kegagalan perbankan akan cukup berbahaya, mengingat sektor keuangan cukup dominan dalam perekonomian AS. Ancaman tersebut dapat memberikan efek domino terhadap perekonomian.
Sebelum pengumuman inflasi, AS kemarin sudah mengumumkan indeks harga produsen. Indeks harga produsen (IHP) mengalami penurunan menjadi 0,5%, dibanding bulan Agustus yang berada di level 0,7%. Meski melambat, indeks harga produsen bergerak di atas konsensus pasar yakni 0,3%.
Harga barang naik 0,9%, didorong oleh kenaikan biaya bensin sebesar 5,4%. Harga bahan bakar jet, ayam muda olahan, daging, tenaga listrik, dan solar juga ikut menguat. Di sisi lain, harga sayuran segar dan kering turun 13,9% dan harga pulp kayu serta gas alam juga turun.
Sementara itu, harga jasa naik 0,3%, dengan biaya layanan deposito (parsial) melonjak 13,9%. Kenaikan lebih tinggi juga terlihat pada harga mesin, peralatan, suku cadang, barang kesehatan, kecantikan, optik, layanan wisata, rawat jalan, perangkat lunak, dan aplikasi.
Sebaliknya, harga untuk layanan penumpang penerbangan turun 2,1% dan indeks untuk ritel mobil dan layanan akses paket telekomunikasi kabel juga menurun.
FOMC Minutes Menunjukkan Pejabat The Fed Terpecah
Risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) atau FOMC Minutes menunjukkan pejabat The Fed melihat kenaikan suku bunga semakin memberi dampak ganda kepada ekonomi AS. Mereka juga sepakat suku bunga tinggi dalam jangka panjang tetap diperlukan selama inflasi belum ada di kisaran 2%. Namun, kenaikan akan terbatas.
Risalah menunjukkan adanya perbedaan yang cukup tajam antara pejabat The Fed mengenai tambahan kenaikan suku bunga. Mayoritas partisipan melihat satu lagi kenaikan di masa depan akan menjadi keputusan yang tepat tetapi sebagian lagi melihat tidak perlu ada kenaikan.
Mayoritas pengambil kebijakan The Fed menilai bahwa satu kali kenaikan lagi pada suku bunga The Fed pada pertemuan mendatang mungkin merupakan kebijakan yang tepat. Sementara, beberapa pihak menilai bahwa tidak diperlukan kenaikan lebih lanjut.
Namun, semua pihak sepakat bahwa kebijakan harus tetap bersifat restriktif untuk beberapa waktu hingga inflasi turun secara berkelanjutan menjadi 2%.
Selain itu, para peserta juga berharap bahwa data yang diperoleh dalam beberapa bulan mendatang akan membantu memperjelas sejauh mana proses disinflasi terus berlanjut dan pasar tenaga kerja mencapai keseimbangan yang lebih baik.
The Fed mempertahankan kisaran target suku bunga pada level tertinggi 5,25%-5,5% pada pertemuan September 2023. Rapat FOMC sejak Maret 2022 telah menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali.
Namun, berdasarkan dot plot ekspektasi masing-masing anggota, sekitar dua pertiga anggota komite mengindikasikan bahwa diperlukan satu peningkatan lagi sebelum akhir tahun.
Anggota yang mendukung kenaikan lebih lanjut pada pertemuan tersebut menyatakan kekhawatirannya terhadap inflasi. Faktanya, risalah tersebut mencatat bahwa "sebagian besar" anggota FOMC melihat risiko kenaikan harga, bersamaan dengan potensi pertumbuhan yang lebih lambat dan tingginya pengangguran.
Ekonom The Fed mencatat bahwa perekonomian telah terbukti lebih kuat dari perkiraan tahun ini, namun mereka menyebutkan sejumlah risiko. Pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja otomotif, misalnya, diperkirakan akan "sedikit" memperlambat pertumbuhan dan mungkin meningkatkan inflasi, meski hanya bersifat sementara.
Risalah tersebut menyatakan bahwa konsumen terus melakukan pembelanjaan, meskipun para pejabat khawatir tentang dampak dari kondisi kredit yang lebih ketat, berkurangnya stimulus fiskal dan dimulainya kembali pembayaran pinjaman mahasiswa.
Poin-poin data inflasi, khususnya mengenai ekspektasi masa depan, secara umum telah menunjukkan kemajuan menuju target bank sentral sebesar 2%.
"Kebijakan akan tetap terbatas untuk beberapa waktu sampai Komite percaya diri jika inflasi AS sudah bergerak ke target sasaran," tulis risalah FOMC.
Ketidakpastian ekonomi AS, dinamisnya data ekonomi AS, dan ketatnya pasar keuangan membuat The Fed lebih berhati-hati. Pasar kini melihat jika The Fed telah beralih fokus bukan lagi pada berapa kenaikan tetapi seberapa lama suku bunga tinggi akan dipertahankan.
Risalah menunjukkan jika pejabat The Fed kini tidak lagi bergulat pada dampak inflasi tetapi juga ancaman harga komoditas energi global serta pangan. Perlambatan ekonomi global, pemogokan masal pekerja industri otomotif, serta ketatnya pasar keuangan membuat ekonomi AS bisa terancam,
"Sebagian besar partisipan melihat jika masa depan ekonomi sangat tidak pasti. Ini membuat proses (pengambilan keputusan suku bunga) akan hati-hati," tulis risalah tersebut.
Perang Israel Hamas Masih Panas, Arab Turun Tangan?
Dari belahan bumi Timur Tengah, perang Israel vs Hamas masih memanas. Perkembangan di Timur Tengah akan menjadi perhatian pasar karena besarnya dampak ke ekonomi, terutama harga komoditas.
Dalam perkembangan terbaru, para menteri luar negeri negara-negara Arab mengecam pengepungan Israel atas Gaza menyusul serangan mendadak yang dilakukan oleh militan Hamas terhadap Israel, dan menuntut agar bantuan "segera" diizinkan memasuki wilayah kantong yang diblokade tersebut.
Israel telah memberlakukan "pengepungan total" di Jalur Gaza, memutus pasokan air, makanan, listrik dan pasokan penting lainnya, setelah serangan besar-besaran pada Sabtu lalu oleh militan Hamas yang telah menewaskan ratusan orang di kedua belah pihak.
Pada Rabu (11/10/2023), ketika Israel terus melakukan pengeboman terhadap sasaran-sasaran di wilayah pesisir yang padat dan miskin selama lima hari, satu-satunya pembangkit listrik di Gaza ditutup.
Otoritas ketenagalistrikan di daerah kantong Palestina mengumumkan bahwa pembangkit listrik tersebut telah kehabisan bahan bakar.
DilansirAFP, bertemu di markas besar Liga Arab di Kairo, para menteri luar negeri Arab membahas perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dan menuntut Israel menghentikan pengepungannya terhadap Gaza.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data produksi industri, manufaktur, dan inflasi India periode September 2023 (07.00 WIB)
- Rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) September 2023 (07.30 WIB)
- Rilis data klaim pengangguran Amerika Serikat (AS) 7 Oktober 2023 (07.30 WIB)
- Rilis data neraca perdagangan Rusia periode Agustus 2023 (08.00 WIB)
- Rilis data pasokan minyak dan gas AS periode 6 Oktotober 2023 (10.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Cum date dividen PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) & PT Victoria Care Indonesia Tbk (VICI)
- Ex date dividen PT Astra International Tbk (ASII)
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: