Newsletter

Tak Cuma AS, Batu Bara & Kartel OPEC Bisa Buat RI Menangis

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
04 October 2023 06:00
pertambangan batu bara
Foto: REUTERS/William Hong

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah isu dan sentimen penting pada perdagangan hari ini, Rabu (4/10/2023), terutama datang dari data-data komoditas minyak dan batu bara.

Pada hari ini pasar akan dihiasi sentimen dari dalam negeri dan luar negeri. Sayangnya, mayoritas sentimen justru bernuansa negatif sehingga IHSG, rupiah, dan SBN bisa kembali tertekan.

Sentimen negatif pertama datang daru kembali jebloknya Wall Street. Bursa AS yang berakhir di zona merah dikhawatirkan menular ke pasar global, termasuk IHSG.  Selain itu, faktor pelemahan harga komoditas juga menjadi sentimen negatif lain yang perlu diperhatikan investor.

Penurunan pergerakan IHSG pada perdagangan kemarin didorong dari anjloknya sektor energi hingga 1,91% dari hancurnya saham batu bara dan minyak mentah serta pendukungnya.

Pada perdagangan Senin (2/10/2023), minyak mentah WTI jeblok 4% dan sempat melemah 0,17% di awal perdagangan. Minyak mentah brent sudah kembali naik tetapi dalam batas yang kecil.

Harga minyak turun pada perdagangan Senin ke level terendah dalam tiga minggu karena kontrak Brent dengan harga lebih tinggi berakhir, dolar AS menguat dan para pelaku pasar berlanjut melakukan aksi profit taking, khawatir akan meningkatnya pasokan minyak mentah dan tekanan pada permintaan akibat suku bunga yang tinggi.

Beberapa para pelaku pasar melakukan profit taking setelah harga minyak mentah naik hampir 30% ke level tertinggi dalam 10 bulan pada kuartal ketiga.

Penurunan beruntun juga terjadi pada harga batu bara. Harga batu bara ICE Newcastle kontrak November pada perdagangan Senin (2/10/2023) ditutup melemah 0,16%. Harga batu bara bahkan jeblok 4,32% lebih ke posisi US$ 149,35 pada perdagangan Selasa (3/10/2023). Harga tersebut adalah yang terendah sejak awal Agustus 2023.

Pelemahan harga batu bara ini bisa membebani IHSG mengingat banyak emiten yang menggantungkan pendapatan kepada batu bara. Saham emiten seperti PT Adaro Energy Indonesia (ADRO), PT Bayan Resources Tbk, dan Indo Tambangraya Megah Tbk  (ITMG ) bisa tertekan,

Melemahnya harga komoditas seperti batu bara juga bisa membuat ekspor turun sehingga semakin menekan rupiah.

Sementara itu, ekspektasi pasar mengenai kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) semakin kencang. Perangkat FedWatch Tool menunjukkan sekitar 30,9% pelaku pasar memperkirakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada November mendatang. Angka ini lebih besar dibandingkan pekan lalu yang hanya 14%.

Kebijakan The Fed yang masih hawkish juga menjadi pemberat kenaikan IHSG untuk menembus level psikologis 7.000.

Sentimen penggerak dari sektor komoditas akan datang dari Amerika Serikat (AS). Hari ini akan ada data stok minyak mentah mingguan API. Diketahui, stok minyak mentah di AS naik 1,586 juta barel pada pekan yang berakhir 22 September 2023, setelah penurunan 5,25 juta barel pada minggu sebelumnya, menurut data dari Buletin Statistik Mingguan API. Kenaikan tersebut menandai kenaikan kedua dalam Persediaan Minyak Mentah AS dalam tujuh minggu terakhir.

Hari ini juga akan ada meeting OPEC. Para menteri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, akan bertemu pada hari ini, Rabu (4/10/2023).

OPEC+ kemungkinan tidak akan membuat perubahan apa pun terhadap kebijakan yang ada selama pertemuan online pada hari ini. Fokusnya adalah pembaruan yang diharapkan mengenai rencana Arab Saudi dan Rusia mengenai pemotongan sukarela mereka. Pada tanggal 5 September, mereka memperpanjang pemotongan sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun dan mengatakan mereka akan meninjau keputusan pemotongan tersebut setiap bulan.

Masih dari AS, hari ini juga akan mengumumkan inventori minyak mentah, volume konsumsi minyak mentah kilang EIA mingguan, impor minyak mentah, persediaan minyak mentah di Cushings, Oklahoma, produksi minyak serta tingkat utilisasi kilang mingguan EIA.

Selain data-data komoditas minyak, ada juga data PMI Komposit S&P Global AS dan PMI Jasa S&P Global AS.

Diketahui, PMI Komposit S&P Global AS berada pada angka 50,1 pada bulan September 2023, sedikit turun dari 50,2 pada bulan Agustus, yang menunjukkan stagnasi luas dalam aktivitas di sektor swasta. Penurunan PMI Komposit S&P Global AS selama empat bulan berturut-turut dan menandakan kinerja keseluruhan terlemah sejak Februari. Pertumbuhan sektor jasa melambat ke level terendah dalam delapan bulan, sementara output manufaktur terus berkontraksi karena tingginya suku bunga dan tekanan inflasi yang terus-menerus.

Sedangkan PMI Jasa S&P Global AS turun menjadi 50,2 pada September 2023 dari 50,5 pada Agustus, di bawah ekspektasi pasar sebesar 50,6, menurut perkiraan awal. Kenaikan ini merupakan kenaikan paling lambat dalam aktivitas bisnis dalam rangkaian pertumbuhan delapan bulan.

Perusahaan-perusahaan sektor jasa mengalami penurunan yang signifikan dalam jumlah bisnis baru, menyusul tekanan terhadap daya beli konsumen akibat tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga. Penurunan kembali pesanan ekspor baru di sektor jasa menyebabkan penurunan kecil lagi dalam total permintaan klien asing.

Sementara itu, laju peningkatan jumlah staf semakin cepat. Terakhir, penyedia layanan setidaknya merasa optimis pada tahun 2023 ketika tekanan terhadap pendapatan yang dapat dibelanjakan semakin memburuk.

Kemarin, AS juga melaporkan jumlah lowongan pekerjaan atau Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mencapai 9,6 juta pada Agustus 2023, Jumlah tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yakni 8,8 juta ataupun pada Juli yang tercatat 8,9 juta. Kondisi ini mencerminkan jika pasar tenaga kerja AS masih panas.

Masih kuatnya PMI, aktivitas jasa, serta pasar tenaga kerja AS akan semakin membuka ruang bagi The Fed untuk mempertahankan kebijakan suku bunga ketat sehingga pasar keuangan RI akan tertekan.

(saw/saw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular