NEWSLETTER

Ekonomi AS Masih Kencang, Rupiah Akan Terus Jadi Korban?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Selasa, 03/10/2023 06:00 WIB
Foto: Pixabay/gerd Altmann
  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam di mana IHSG menguat sementara rupiah dan SBN masih dilepas investor
  • Data menunjukkan ekonomi Indonesia masih tangguh dari sisi internal yang tercermin dari melandainya inflasi dan solidnya PMI
  • Sentimen kebijakan The Fed serta data inflasi nasional akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan Senin (2/10/2023), dimana IHSG berhasil ditutup di zona hijau, sementara rupiah melemah dan kembali ke level psikologis Rp15.500/US$1.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak beragam pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (2/20/2023), ditutup menguat 0,31% atau ke 6.961,459 pada perdagangan Senin (2/10/2023). IHSG belum berhasil menyentuh angka 7.000 kembali pada perdagangan kemarin.

Penguatan IHSG pada perdagangan Senin kemarin didorong oleh kenaikan sektor infrastruktur 0,92%, sektor transportasi 0,48%, sektor cyclical 0,91%, sektor kesehatan 0,56%, sektor properti 1,09% dan sektor non-cyclical 0,16%. Sementara beberapa sektor harus terkoreksi yakni sektor perbankan melemah 0,13%, sektor industrial 0,15%, sektor basic-industry 0,44%, sektor teknologi 0,22% dan sektor energy 1,05%.

Sebanyak 259 saham bergerak naik, 266 bergerak turun dan 232 tidak berubah dengan transaksi turnover 9,82 triliun dengan 18,74 miliar lembar saham.

Faktor-faktor penguatan IHSG datang dari hasil inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulanan atau month to month (m-to-m) September 2023 sebesar 0,19%. Tingkat inflasi tahun kalender atau year to date (y-to-d) September 2023 sebesar 1,63% dan inflasi tahunan atau year on year (y-on-y) sebesar 2,28%.

Inflasi tahunan jeblok karena tingginya basis perhitungan pada tahun lalu di mana inflasi menyentuh 5,95% pada September 2022. Dampak kenaikan harga BBM subsidi setahun lalu sudah hilang sepenuhnya sehingga inflasi pun terjun.

Angka inflasi Indonesia saat ini sudah berada di kisaran bawah target Bank Indonesia yakni 2-4%. Melandainya inflasi secara jangka panjang bis memberi ruang pada penurunan suku bunga, sehingga hal ini disambut baik oleh sektor properti dan infrakstruktur yang rentan terhadap kenaikan suku bunga.

Namun, aktivitas manufaktur Indonesia jeblok pada September 2023 dan berada di level terendah empat bulan terakhir. Pada periode September 2023, PMI manufaktur Indonesia tercatat di angka 52,3. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Agustus 2023 yang tercatat di 53,9.

Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 25 bulan terakhir.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Dari global, sikap hawkish dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memberikan tekanan terhadap rupiah karena suku bunga AS berpotensi mengalami kenaikan sebesar 25 bps di sisa tahun 2023.

Melansir dari Refinitiv pada perdagangan Senin (2/10/2023), rupiah menembus level psikologis Rp15.500/US$1 dan ditutup di angka Rp15.525/US$1 atau melemah 0,49% terhadap dolar AS. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 10 Januari 2023 atau sekitar sembilan bulan terakhir.

Tekanan rupiah terjadi di saat capital outflow terjadi yang tercermin dari data transaksi BI pada 25 - 27 September 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham dan beli neto Rp2,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Perangkat CME FedWatch menunjukkan bahwa 28,8,2% hasil survei menargetkan The Fed akan mengerek suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Federal Open Market Committee (FOMC) November mendatang. Sementara persentase lebih besar ditunjukkan pada FOMC Desember dengan angka 43,4% yang meyakini The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps.

Dengan potensi kenaikan suku bunga AS, maka dolar AS kini menjadi pilihan sehingga indeks dolar AS (DXY) terbang. Alhasil, tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia termasuk rupiah pun terus terjadi dan mengalami depresiasi.


Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) masih dilepas investor seperti tercermin dari kenaikan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun melesat 0,88% di level 6,97% pada perdagangan Senin (2/10/2023). Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak Maret 2023 atau enam bulan terakhir.


(saw/saw)
Pages