Pertama dalam Sejarah! RI Akan Dagang Karbon Mulai Hari Ini
- Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja mengecewakan pada perdagangan awal pekan Senin kemarin
- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah, sementara rupiah masih ambruk melawan dolar AS dan imbal hasil SBN mencpai rekor tetringgi 13 tahun.
- Pelaku pasar patut memantau sentimen eksternal dan dalam negeri yang bisa mempengaruhi pasar. Pelaku pasar juga menunggu momen bersearah mulai diperdagangkannya bursa karbon
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja mengecewakan perdagangan awal pekan, Senin (25/9/2023). Dari sisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambrol, sementara mata uang dalam negeri masih saja tak bertenaga melawan dolar Amerika Serkat (AS).
Lantas bagaimana kira-kira pergerakannya hari ini? Setidaknya ada beberapa sentimen yang bisa mempengaruhi gerak pasar. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (25/9/2023), berakhir di zona merah dengan koreksi 0,26% ke posisi 6.998,38. Nilai perdagangan mencapai Rp 11,98 triliun dan volume transaksi mencapai 39,32 juta yang diperdagangkan sebanyak 1,26 juta kali. Ada sebanyak 284 saham turun, dan 241 saham naik, 235 sisanya stagnan.
Pada perdagangan kemarin investor melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 333,8 miliar di pasar reguler.
Dari sisi Rupiah, melansir dari Refinitiv, mata uang Garuda mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dis aat bank sentral AS (The Fed) mengisyaratkan sikap hawkish ke depannya.
Rupiah ditutup melemah 0,16% terhadap dolar AS di angka Rp15.395/US$ pada hari Senin (25/9/2023) dan di tengah perdagangan kemarin sempat melemah ke posisi Rp15.408/US$.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Senin (25/9/2023) pukul 15.01 WIB, tercatat DXY menguat di angka 105,66 atau lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (22/9/2023) di posisi 105,58.
Ini terjadi imbas hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.
Berdasarkan perangkat FedWatch, survei menunjukkan 20,3% The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada FOMC November. Sementara pada FOMC Desember, persentasenya mengalami peningkatan menjadi 35,5% untuk The Fed mengalami peningkatan menjadi 5,50-5,75%.
Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun melesat ke 6,74% pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 4 April 2023 atau lebih dari lima bulan.
Imbal hasil yang naik menandai harga SBN sedang jatuh karena diobral investor.
(aum/aum)