
Harga Batu Bara Ambruk Usai Cetak Rekor, Karena Eropa Galak?

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga batu bara akhirnya terkapar, setelah mencatatkan rekor tertinggi dalam empat bulan dan melonjak tiga hari beruntun. Amblesnya harga batu bara terjadi seiring dengan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang kembali hawkish, serta pasokan dan produksi China dan India sebagai duo produsen batu bara terbesar dunia yang masih tinggi. .
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Oktober ditutup di posisi US$ 164,95 per ton atau ambles 1,82% pada perdagangan Kamis (14/9/2023).
Koreksi terjadi pasca harga si pasir hitam mencatatkan tertinggi sejak 8 Mei 2023 atau empat bulan terakhir. Pelemahan kali ini menyebabkan penguatan batu bara sepanjang September menipis tersisa 4,05%.
Padahal, harga batu bara mencatatkan kinerja gemilang pada Agustus yang melesat 12,49% atau kenaikan bulanan tertinggi sepanjang 2023.
Sentimen utama koreksi harga batu bara kali ini disinyalir akibat ECB yang kembali mengerek tingkat suku bunganya menjadi yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir, berada di 4,5%.
Keputusan ini didasari oleh revisi perkiraan inflasi Uni Eropa (UE) yang memburuk dan akan masih tinggi untuk jangka waktu yang cukup panjang. Berdasarkan prediksi staf makro ekonomi UE, inflasi 2023 diproyeksi sebesar 5,6% dan menurun pada tahun selanjutnya menjadi 3,2%.
Namun, nilai tersebut masih tinggi mengingat target inflasi berada di 2%. Perkiraan kenaikan harga dilandaskan oleh harga energi yang kembali merangka naik dalam beberapa waktu ke belakang.
Kenaikan suku bunga akan berdampak pada tingkat agresivitas industri, sehingga penggunaan energi juga akan menurun. Uni Eropa sebagai lima besar konsumen batu bara, tentunya berpengaruh terhadap penurunan harga batu bara seiring kemungkinan perlambatan industri.
Penurunan juga terlihat pada harga gas alam Eropa sebagai sumber energi pilihan Eropa dan subsitusi batu bara. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) kembali terkoreksi 3,8% ke 35,4 euro per MWh.
Koreksi harga gas Eropa juga disebabkan oleh pulihnya tenaga angin dan pembangkit listrik nuklir Perancis yang mulai pulih.
Produksi tenaga angin Jerman diperkirakan meningkat sebesar 2,5 gigawatt (GW) menjadi 5,9 GW pada hari Jumat sementara pasokan Perancis diperkirakan meningkat sebesar 1,3 GW menjadi 2,1 GW, menurut data LSEG yang dikutip dari Reuters.
Beralih ke Asia, negara produsen batu bara terbesar dunia, China, terlihat relatif kelebihan pasokan menjelang bulan-bulan musim dingin. Rekor produksi China dengan batu bara asing mengalir ke pelabuhan-pelabuhan Tiongkok serta kontribusi pembangkit listrik tenaga air yang mulai pulih seiring dengan gelombang panas China yang mulai berakhir.
Faktor-faktor tersebut turut menjadi sentimen harga energi tertekan. Tingginya pasokan akan mempengaruhi tingkat harga jika tidak diimbangi kuatnya permintaan.
Masih di Asia, India sebagai produsen batu bara terbesar kedua dunia terpantau memiliki stok batu bara yang cukup tinggi lebih tinggi 39% dibanding tahun lalu, kata Menteri Batubara Pralhad Joshi pada hari Rabu yang dikutip dariCoal Mint.
Ia juga mengatakan produksi Singareni Collieries Company Ltd (SCCL) telah meningkat 12,4% pada periode Juli-September sejauh ini menjadi 29,6 juta ton. Pada periode yang sama tahun lalu, produksinya mencapai 26,3 juta ton.
Menteri lebih lanjut mengatakan bahwa momentum pertumbuhan akan dipertahankan dan stok batu bara akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Tingginya persediaan dengan produksi yang diperkirakan masih akan tinggi menjadi sentimen penurunan harga batu bara kali ini.
(mza/mza)