Newsletter

Alarm Bahaya China AS & China Menyala! RI Bisa Jadi Tumbal

mae, CNBC Indonesia
Jumat, 08/09/2023 06:02 WIB
Foto: Bendera AS dan China ditempatkan untuk pertemuan di Departemen Pertanian di Beijing, China. REUTERS/Jason Lee/File Photo
  • Pasar keuangan Indonesia ambruk kemarin karena dihujani sentimen negatif 
  • Wall Street kembali mencatatkan kinerja mengecewakan setelah China melarang penggunaan iPhone kepada pegawai pemerintah
  • Data perdagangan China serta memanasnya hubungan AS dan China diperkirakan menjadi salah satu perhatian investor hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan ambruk pada perdagangan Kamis (7/9/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah jeblok. Sementara itu, Surat Berharga Negara (SBN) dibuang investor.

Pasar keuangan diperkirakan masih bergejolak pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan pada hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG  pada perdagangan kemarin ditutup di posisi 6.954,81 atau melemah 0,59%.  Pelemahan ini menjadi kabar buruk setelah IHSG ditutup menguat pada Rabu (6/9/2023). Sebanyak 210 saham menguat, 322 saham melemah, dan 220 bergerak stagnan.

Total saham yang berpindah tangan mencapai 23,2 miliar dengan nilai transaksi mencapai Rp 10,9 triliun pada perdagangan kemarin.

Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,11 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan net sell sebesar Rp 19,3 miliar pada perdagangan hari sebelumnya.

Saham yang paling banyak dijual asing di antaranya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Delapan sektor ambruk pada perdagangan kemarin yakni sektor energi, barang baku, industri, siklikal, keuangan, properti, infrastruktur, dan transportasi.

Tiga sektor yang menguat adalah non siklikal, kesehatan, dan teknologi.

Saham dengan penguatan terbesar adalah PT Apexindo Pratama Duta Tbk yang terbang 34,74%, PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) yang melambung 20,79%, dan PT Atlas Resources Tbk (ARII) melesat 17,24%.

IHSG pada perdagangan kemarin ambruk dibayangi sentimen negatif dari laur negeri mulai dari buruknya kinerja Wall Street, ekspektasi masih ketatnya suku bunga di AS, serta melemahnya ekonomi China.
Indeks Dow Jones ambruk 0,57%, indeks Nasdaq jeblok 1,06%, sementara indeks S&P jatuh 0,7%.

Bursa Wall Street ambruk setelah data-data ekonomi AS menunjukkan perbaikan. ISM Services PMI yang mengukur aktivitas bisnis non-manufaktur melonjak ke 54,5 pada Agustus. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan 52,7 pada Juli serta di atas ekspektasi pasar yakni 52,5.

ISM Services Prices juga naik menjadi 58,9 pada Agustus dari 56,8 pada Juli. Artinya, ongkos biaya pada Agustus meningkat cukup signifikan. ISM Services yang menguat menandai ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi bisa sulit ditekan ke depan. Kondisi ini membuat pelaku pasar berekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan sikap hawkishnya. 

Sementara itu, China melaporkan jika ekspor dan impor mereka mengalami kontraksi pada Agustus. Kondisi ini semakin menegaskan jika ekonomi China tengah bermasalah.

Tak hanya IHSG, hampir semua bursa Asia Pasifik juga ambruk. Indeks Australia ASX 200 jatuh 1,13%, indeks Shanghai SSE Composite jatuh 1,13%, indeks Hang Seng jeblok 1,34%, indeks Korea KOSPI turun 0,59%, dan indeks Nikkei 225 longsor 0,75%. Hanya indeks Singapura Straits Times yang menguat tipis 0,12%.

Dari pasar mata uang, rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah rilis data ekonomi cadangan devisa (cadev).

Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,20% terhadap dolar AS di angka Rp15.320/US$ pada hari Kamis (7/9/2023). Posisi tersebut adalah yang terlemah sejak 21 Agustus 2023.
Pelemahan juga memperpanjang tren negatif rupiah menjadi lima hari beruntun.

Bank Indonesia melaporkan cadev berada di kisaran US$137,1 miliar per akhir Agustus 2023. Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2023 sebesar US$137,7 miliar.

Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun kembali naik tajam ke 6,56%, dari 6,52% pada perdagangan hari sebelumnya.

Yield yang naik menandai harga SBN yang semakin murah karena investor melepas SBN, terutama investor asing.


(mae/mae)
Pages