
Tak Peduli Eropa Dendam ke RI, Jokowi Pasang Badan Soal Ini

- Menggerakkan industri dengan nilai tambah tinggi adalah mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
- Melalui Hilirisasi komoditas unggulan Indonesia, Indonesia bisa menjadi negara yang berdaya dan punya daya saing.
- Jokowi sudah ratusan kali menyinggung soal hilirisasi diberbagai agenda pentingnya. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mendorong hilirisasi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Menggerakkan industri yang menciptakan nilai tambah tinggi adalah mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melalui hilirisasi bak mimpi Jokowi di tahun terakhir kepemimpinannya. Ia tampak tak bosan menyinggung soal hilirsasi agar Indonesia bisa menjadi negara yang berdaya, punya nilai tambah, dan berpindah menjadi negara maju.
Terakhir, soal hilirisasi ini disinggung saat membuka Rapat Kerja Nasional HIPMI XVIII 2023 ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (31/8/2023). Jokowi kesal lantaran Indonesia kerap mengekspor bahan mentah. Dia menyebut bahwa sejak zaman 'kompeni', Indonesia memang sudah dikenal sebagai negara pengekspor bahan mentah.
Ekspor bahan mentah yang dilakukan oleh Indonesia telah berlangsung sejak zaman VOC Belanda, yakni sudah lebih dari 400 tahun.
Presiden menilai, hal tersebut tidak memberikan nilai lebih terhadap Indonesia. Kejadian serupa juga terjadi pada tahun 1970 dan 1980, saat komoditas yang dimiliki banyak oleh Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah terhadap pendapatan negara. Presiden pun memberikan contoh nyata, lompatan penerimaan negara setelah adanya kebijakan penghentian ekspor bijih nikel.
Mencontoh Berkah Hilirisasi Nikel
Sebagai negara dengan produsen nikel terbesar di dunia yang mencapai 1,6 jua metrik ton pada 2022, Indonesia tampak percaya diri melawan 'jalan terjal' yang ada.
Sejak dua tahun terakhir, industri pertambangan nasional mengalami lompatan cukup tinggi. Hal ini berkat komitmen pemerintah yang serius untuk melakukan hilirisasi bahan tambang. Secara bertahap, pemerintah terus melakukan penghentian ekspor bahan tambang mentah, dimulai dari nikel, bauksit, timah, hingga alumina.
Hilirisasi merupakan strategi pemerintah guna meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki suatu negara. Sepertinya pemerintah betul-betul meyakini bahwa hilirisasi akan menjadi lompatan besar peradaban negara. Sebab, Indonesia dinilai sudah lama bergantung pada komoditas mentah yang kurang memiliki nilai tambah.
Dengan rencana hilirisasi pertambangan dan ekosistem kendaraan listrik, nikel Indonesia kini menjadi primadona. Seperti diketahui, nikel menjadi bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Sebagaimana diketahui, kebijakan pemerintah untuk fokus mendorong hilirisasi nikel mulai membuahkan hasil dalam mendorong perekonomian daerah dan nasional. Ekspor produk nikel dan investasi sektor ini melonjak pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Hilirisasi Indonesia terhitung sukses lantaran sebelum ekspor nikel melalui hilirisasi berjalan, di tahun 2017 - 2018, nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai US$ 3 miliar atau Rp 46,5 triliun (kurs Rp 15.500 per US$).
Ketika hilirisasi berjalan nilai ekspor dari nikel di tahun 2021 sudah mencapai US$ 20,9 miliar atau sekitar Rp 323 triliun. "Menurut data perdagangan dan Kemenko, kami Insya Allah akan menutup 2022 ekspor nikel bisa mencapai US$ 27 - US$ 30 miliar (Rp465 triliun) dari dampak hilirisasi.
Jika dilihat sepanjang tahun 2022, nilai ekspor nikel berhilirisasi mampu menghasilkan nilai tambah yang fantastis.
Tercatat nilai ekspor nikel pada tahun 2022 tembus hingga US$ 33 miliar atau mencapai Rp 514,3 triliun. Realisasi itu naik signifikan dari yang tahun 2021 mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan dari tahun 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.
Terbaru, BPS melaporkan nilai ekspor produk olahan hilirisasi bijih nikel mencapai US$ 4,98 miliar atau sekira Rp74,3 triliun sepanjang kuartal I-2023. Komoditas lanjutan tersebut berupa ferro nikel, nikel matte, dan nikel pig iron atau NPI.
Jika dilihat secara rinci, total nilai ekspor feronikel pada Januari hingga Maret 2023 mencapai US$ 3,75 miliar, dengan mayoritas pembeli dari Cina senilai US$ 3,65 miliar. Sisanya dikirim ke India dan Korea Selatan dengan nilai transaksi masing-masing US$ 45,2 juta dan US$ 29,8 juta.
BPS juga melaporkan realisasi ekspor komoditas nikel matter sepanjang kuartal I-2023 tahun ini mencapai US$ 1,22 miliar atau sekira Rp 18,2 triliun.
Sebagian besar transaksi penjualan berasal dari Cina sebesar US$ 656,7 juta dan Jepang senilai 363,2 juta. Cina juga menjadi eksportir terbesar dari produk NPI dengan nilai US$ 7,5 juta.
Maka bisa diakui bahwa industri pertambangan di Tanah Air memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan lebih lanjut melalui proses hilirisasi. Tentunya, dengan membentuk ekosistem industri yang menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi dengan produk yang lebih kompetitif.
Sektor Pertanian Jadi Bidikan Selanjutnya Untuk Hilirisasi
Dalam pidatonya kemarin Jokowi juga menyinggung soal produk pertanian andalan Indonesia yang tampaknya sedang dirancang untuk hilirisasi.
"Kelapa sawit yang ditanam oleh bukan yang gede-gede oleh petani kita kalau dihilirisasikan karena kita punya 46 juta ton per tahun bisa masuk ke industri menengah bisa sabun, cocoa, butter, oleo food bisa berlipat 79 kali bisa 8 kali bisa 5 kali ini harus menjadi kesadaran kita karena kita sudah 400 tahun ekspor barang mentah sejak VOC," ungkap Jokowi.
Sebagaimana diketahui, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Selain sebagai komoditas penghasil devisa terbesar, kontribusinya pada perekonomian nasional relatif besar dan luas, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan rakyat, pengembangan wilayah, alih teknologi, aliran masuk investasi hingga kontribusinya sebagai salah satu kekuatan andalan dalam penerimaan pendapatan pemerintah daerah dan pusat.
Kesinambungan produksi kelapa sawit Indonesia sangat menjanjikan. Sejak tahun 2006, Indonesia telah menjadi penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, yang memiliki peranan penting dalam memasok dan memenuhi permintaan minyak nabati di tingkat global.
Permintaan kelapa sawit global terus meningkat walaupun dalam kondisi adanya kampanye negatif (black campaign), terhadap produk minyak sawit atau CPO (Crude Palm Oil) maupun produk-produk turunannya.
Indonesia masih merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlah produksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022.
Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailand yang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022. Tentu saja demikian, sebab luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga kian meningkat.
Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan total produksi minyak sawit mentah atau disebut Crude Palm Oil di Tanah Air tahun 2022 sebesar 46,73 angka ini turun 0,34% secara (year on year-yoy).
Dengan besarnya produksi sawit ini, hasrat Uni Eropa seperti kian kuat untuk menghalangi ekspor sawit Indonesia. Namun, Indonesia justru tengah merancang hilirisasi untuk produk perkebunan ini.
Hilirisasi industri minyak sawit nasional merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jangka panjang industri minyak sawit Indonesia.
Melalui hilirisasi industri minyak sawit, pada tahun 2045 Indonesia diharapkan mampu merubah posisinya dari 'raja' CPO dunia saat ini, menjadi 'raja hilir' melalui tiga jalur hilirisasi, yakni oleofood (oleofood complex), oleochemical complex, dan biofuel complex.
Hilirisasi minyak sawit tersebut merupakan kombinasi strategi promosi ekspor (export promotion) dan substitusi impor (import substitution). Artinya, melalui hilirisasi CPO diolah menjadi produk-produk bernilai tambah lebih tinggi, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk pengganti barang yang diimpor, seperti solar, avtur, premium, plastik, pelumas, dan sebagainya.
Pintu gerbang hilirisasi minyak sawit adalah industri refinery yakni industri yang mengolah CPO (crude palm oil) maupun CPKO (crude palm kernel oil) menjadi produk antara yakni olein, stearin dan PFAD (palm fatty acid distillate). Produk antara yang dihasilkan dari industri refinery ini dapat diolah lebih lanjut untuk memperoleh produk-produk minyak sawit yang lebih hilir. Namun tentu saja tantangannya berat.
Hilirisasi minyak sawit dengan melalui tiga jalur tersebut merupakan bagian penting dari strategi industrialisasi di Indonesia.
Negara Lain Tak Senang RI Hilirisasi
Tampaknya banyak negara-negara maju yang tak senang dengan tujuan Indonesia. Bukan hanya masalah dengan WTO, negara lain ramai serang Indonesia atas mimpi indah Indonesia melakukan hiirisasi.
Meski jalannya berat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas mengatakan Pemerintah Indonesia tidak akan mundur untuk melanjutkan program hilirisasi meskipun sejumlah negara dan organisasi internasional kompak "menyerang" kebijakan RI.
Mulai dari kasus di meja Organisasi Perdagangan Dunia (Word Trade Organization/WTO) hingga di kritisi IMF nyatanya tak membuat Indonesia menyerah begitu saja. Terlebih kalau mau hilirisasi kelapa sawit alias CPO. Mungkin UE adalah jalan terjal pertama yang harus di hadapi melalui Undang-undang anti-deforestasinya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
