CNBC Indonesia Research

Polusi Makin Parah! Rakyat Menderita, Solusi Malah Amburadul

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
28 August 2023 13:35
Petugas damkar menyiram jalan protokol di Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (25/8). Upaya ini dilakukan untuk mengurangi dampak polusi udara di Jakarta.
Foto: (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
  • Polusi udara Jakarta dan sekitarnya belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
  • Hingga saat ini belum ada solusi pasti dari pemerintah.
  • Dampaknya ada lima penyakit pernafasan atau respiratory disease memiliki total klaim BPJS Kesehatan yang cukup besar, yakni Rp 10 triliun.

Jakarta, CNBC Indonesia - Polusi udara Jakarta dan sekitarnya belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Padahal, semakin hari semakin mengancam rakyat yang menghirup udara 'kotor' dan ironisnya, hingga kini belum juga ada solusi pasti dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.

Berdasarkan data IQAir per siang hari, Senin (28/8/2023) pukul 11:00 WIB kualitas udara Jakarta berada di level tidak sehat dengan indeks kualitas udara AQI US 167 dengan polutan utamanya masih berkutat pada PM2.5 yang konsentrasinya mencapai 71.8µg/m³. Konsentrasi PM2.5 ini 14.4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Sebagai catatan, PM 2.5 bisa meningkat karena udara panas, kebakaran, dan polusi lingkungan. Menurut WHO, Berbagai material yang terkandung dalam PM2,5 ini dapat menyebabkan berbagai gangguan saluran pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), kanker paru- paru, kardiovaskular, kematian dini, dan penyakit paru-paru obstruktif kronis.

Mengutip dari Epa.gov, jika dilihat dengan mata telanjang, PM 2.5 terlihat gelap dan kabur. Partikel satu ini bisa dilihat jelas jika memakai mikroskop elektron. PM.25 sendiri terbentuk dan terdiri dari ratusan bahan kimia berbeda.

PM 2.5 dibentuk di atmosfer karena reaksi bahan kimia seperti sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Polutan ini terbentuk dari pembuangan pembangkit listrik, industri, dan mobil. PM juga dipancarkan langsung dari ladang, cerobong asap, dan pembuatan jalan memakai aspal.

Saling Silang Penyebab Polusi

Hingga saat ini, pemerintah tampak masih gamang menentukan kebijakan. Bukan hanya itu, bahkan penyebab polusi saja antar lembaga atau pemerintah daerah dan pusat masih memiliki pendapat yang berbeda-beda.

Sejumlah pihak menuding Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara sebagai penyebab buruknya kualitas udara di kota Jakarta dan sekitarnya. Namun beberapa pihak lain memperkirakan biang kerok polusi adalah kendaraan.

Mengutip paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, terkait peningkatan kualitas udara Jabodetabek, yang disampaikan pada Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, Jakarta Senin (14/8/2023), sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar paling besar di Jakarta.

Data itu menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.

Dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar, disebutkan disumbang dari sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76% 5.252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai 3.738 ton per tahun.

Selain itu, sepeda motor juga menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan 1.046.837 sepeda motor per tahun.

Terhitung ada sebanyak 20 juta lebih kendaraan bermotor yang ada di Jakarta. Hal itu belum terhitung dari kendaraan yang keluar masuk Jakarta beserta bus dan truk yang juga menjadi penyumbang polusi di Ibu Kota.

Di sisi lain, tak sedikit pula yang menyalahkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berlokasi dekat Jakarta sebagai sumber utama polusi udara. Beberapa pihak menuding pembangkit listrik berbasis batu bara ini menjadi penyebab utamanya, termasuk dilontarkan pejabat pemerintah.

Kini, 'sang pemberi listrik' di Indonesia jadi kambing hitam polusi udara. Memang, belum ada bukti pasti terkait hal ini, pemerintah saja masih mengkaji dan berbeda pendapat mengenai penyebab polusi Jakarta dan sekitarnya. Namun, wajar saja menjadi kambing hitam.

Bagaimana tidak, kapasitas PLTU baru bara di Indonesia menjadi urutan kelima terbesar di dunia dengan kapasitas mencapai 45,35 gigawatt, berada di bawah jepang dan di atas Jerman dan Korea Selatan.

Daftar Kerugian Imbas Polusi Udara

Polusi udara di Jakarta dan sekitarnya ini telah berdampak buruk bagi kesehatan warga. Bagaimana tidak, jumlah pasien infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA meningkat tajam.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pun buka suara. Menurutnya, pasien ISPA sebelum Covid-19, mencapai 50.000 pasien. Sekarang, jumlahnya naik hingga 200.000 pasien.

Lima penyakit pernafasan atau respiratory disease memiliki total klaim BPJS Kesehatan yang cukup besar, yakni Rp 10 triliun.

Kemenkes melalui unggahan Instagram resminya (@kemenkes_ri), Kamis (24/8/2023)mengungkapkan bahwa penyakit pernapasan menjadi beban tertinggi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selama periode 2018-2022 dengan rincian sebagai berikut.

Dari kelima penyakit tersebut, Jika ditotal negara menghabiskan lebih dari Rp17,5 triliun untuk mengobati penyakit pernapasan yang disebabkan oleh polusi udara

Mengutip data IQAir, polusi udara menyebabkan 8.100 kematian di Jakarta selama 2023 dan membawa kerugian sekitar US$2,1 miliar di Jakarta selama periode yang sama. Nilai tersebut setara dengan Rp 32,09 triliun rupiah (US$1= Rp 15.280).

Penelitian lainnya, dari organisasi kesehatan global Vital Strategies dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, yang dirilis pada 27 Februari 2023, mengestimasikan, polusi udara di Jakarta berpotensi menyebabkan lebih dari 10.000 kematian dan 5.000 orang dirawat karena penyakit penyakit kardiorespirasi setiap tahun.

Dampak lainnya, lebih dari 7.000 hasil buruk pada anak-anak, dan menelan biaya lebih dari US$2,9 miliar per tahun (2,2% dari produk domestik regional bruto/PDRB DKI Jakarta)

Selain itu, kondisi yang terjadi pada Jakarta bisa berdampak pada perekonomian nasional. Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus memperkirakan dampak polusi itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,02%.

Dia mengatakan potensi menurunnya pertumbuhan ekonomi ini diakibatkan oleh kebijakan work from home (WFH) atau kerja dari rumah. Sebagaimana diketahui, pemerintah DKI Jakarta memberlakukan WFH kepada 50% aparatur sipil negara untuk mengurangi polusi udara di ibu kota. Kebijakan berlaku sejak 21 Agustus sampai 21 Oktober 2023.

Kebijakan WFH inilah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap melambatnya perekonomian Indonesia. Dia mengatakan ekonomi Jakarta paling merasakan dampaknya. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi ibu kota bisa menurun 0,7%.

Kebijakan Masih 'Ngambang' dan Belum Pasti

Hingga saat ini, belum ada solusi yang jelas dari pemerintah dalam menghadapi persoalan polusi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru mengutus Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun turun tangan langsung mengkoordinasi penanganan polusi udara.

Sejumlah arahan untuk menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun disampaikan Luhut kepada Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menhub Budi Karya Sumadi, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Berikut langkah-langkah stategis pemerintah dalam penangan polusi udara.

Selebihnya, pemerintah tampak masih mengkaji mengingat baru beberapa hari jelang pembentukan Tim yang dibentuk Presiden. Tentunya masyarakat berharap ada solusi yang menyeluruh yang tidak hanya berbasis pada intervensi pada masyarakat. Di sisi lain, sejumlah kebijakan dari pemerintah dianggap masih terkesan kontraproduktif.

Semua orang tahu bahwa polusi udara buruk untuk kesehatan. Namun, Anda mungkin tak mengira bahwa efek negatif polusi udara bisa berakibat fatal. Faktanya, terus-menerus menghirup udara yang kotor bisa membuat seseorang mati muda.

Pemerintah DKI sudah mewajibkan kantor-kantor pemerintah se-Jabodetabek menerapkan kerja dari rumah alias WFH bagi 50% Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menekan polusi udara. Kebijakan itu dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek. Namun, hingga hari ini kualitas udara Jakarta belum juga mengalami perubahan.

Persoalan polusi ini tampak dikesampingkan oleh pemerintah. Belajar dari polusi akibat kebakaran Riau dulu pemerintah sempat 'abai'. Sejak tahun 2016, Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah diberikan mandat untuk melakukan restorasi lahan gambut untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Lahan gambut di Indonesia terdegradasi dan mengering akibat terbakar hebat di 2015. Maka itu, upaya pemulihan gambut yang implementasinya berlangsung sejak 2017 diharapkan dapat mengembalikan kelembaban ekosistem gambut paling dini pada 2020 dan mencegah kebakaran selanjutnya.

Berdasarkan riset dengan tajuk "Predicting success in restored bogs shortly after restoration works" indikasi dampak dari restorasi gambut baru bisa dilihat dalam tiga tahun setelah restorasi.

Sebagaimana diketahui, setelah kebakaran hebat yang terjadi tahun 2015, kebijakan pemerintah di sektor kehutanan berfokus pada pemulihan gambut dengan membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016.

Melangkah bersama dengan KLHK, badan ini punya wewenang melakukan restorasi sekitar dua juta herkate lahan gambut di tujuh provinsi dari Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sampai Papua.

Namun di 2019, kebakaran hutan dan lahan masih saja terjadi termasuk di beberapa wilayah yang sedang di restorasi.

Indonesia sebetulnya bisa belajar dari negara tetangganya yang pernah mengalami hal serupa, berkutat dengan polusi. Berikut rinciannya.

Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Jabodetabek dapat meniru langkah tersebut. Sebagaimana pendapat menteri KLHK bahwa PLTU diduga menjadi salah satu biang masalah pencemaran udara di Jabodetabek.



CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags


Related Articles

Most Popular
Recommendation