
Jokowi & SBY Telan Pil Pahit Ini, Next President Siap-Siap!

- Twin Deficit hantui Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun ini
- Transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit pada kuartal-II 2023 sedangkan sebelumnya masih mengalami surplus
- Twin Deficit Era Presiden Jokowi dua kali lebih lama dibandingkan Era Presiden SBY
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketakutan 'twin deficit' kembali menghantui pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kengerian ini muncul setelah transaksi berjalan dan transaksi finansial kuartal-II 2023 mengalami defisit dan berpotensi semakin parah hingga akhir tahun 2023.
Pada Selasa (22/8/2023), Bank Indonesia (BI) telah merilis transaksi berjalan kuartal-II 2023 yang defisit sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021.
Defisit tersebut diperburuk dengan rapor merah di neraca transaksi finansial yang membukukan defisit sebesar US$ 4,97 miliar, berbanding terbalik dengan surplus US$ 3,68 pada kuartal sebelumnya.
Alhasil, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit US$7,4 miliar atau Rp 113,22 triliun (kurs Rp 15.300/US$).
Defisit Transaksi Berjalan
Pada kuartal-II 2023, transaksi berjalan berbalik arah menjadi defisit karena melemahnya ekspor yang dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas dunia, perlambatan ekonomi dunia, termasuk perlambatan ekonomi mitra dagang.
Data BI menunjukkan ekspor Indonesia pada kuartal II-2023 (year on year/yoy) ke 10 negara utama jeblok. Kontraksi besar dicatat oleh Malaysia, Korea Selatan, India, dan China.
Ekspor komoditas non-migas ke China mengalami kontraksi menjadi 8,3% yoy pada kuartal-II 2023 atau turun drastis dari yang sebelumnya positif 25,4% yoy pada kuartal-I 2023. Komoditas ekspor yang mengalami defisit yakni besi dan baja, bijih logam, serta minyak dan lemak nabati.
Besi dan baja sebelumnya bertumbuh 1,2% yoy namun kuartal-II 2023 defisit menjadi 19,1% yoy. Sedangkan bijih logam mengalami defisit menjadi 21% yoy dari surplus 38,5% yoy. Begitu pula dengan minyak dan lemah nabati yang mengalami depresiasi cukup dalam menjadi 14,9% yoy dibandingkan kuartal-I 2023 yang surplus 113,5% yoy.
Alhasil, surplus neraca ekspor impor menyempit karena ekspor barang turun jauh dari US$ 67,32 miliar pada Januari-Maret 2023 menjadi US$ 61,97 miliar pada April-Juni 2023.
Ekspor tersebut didominasi oleh ekspor non-migas sebesar US$ 57,65 miliar, kemudian disusul oleh ekspor minyak sebesar US$ 2,14 miliar, dan terakhir oleh ekspor gas sebesar US$ 1,97 miliar.
Pelemahan nilai ekspor tersebut berdampak pada neraca ekspor impor yang hanya surplus US$ 10,35 miliar atau turun 29,5% dibandingkan pada kuartal I-2023 yang tercatat US$ 14,7 miliar.
Kekhawatiran 'Twin Deficit'
Defisitnya transaksi berjalan pada kuartal-II 2023 membuat transaksi berjalan Indonesia selama semester-I 2023 hanya surplus tipis US$1,05 miliar. Jika defisit transaksi berjalan kuartal-III dan kuartal-IV 2023 terjadi, maka bukan tidak mungkin akan terjadinya defisit transaksi berjalan full year 2023.
Alhasil, twin deficit yang merupakan situasi dimana defisit transaksi berjalan (currect account deficit) memiliki korelasi positif dengan defisit fiskal (fiscal deficit) terjadi. Alasan dibalik defisit fiskal yakni penerimaan negara (perpajakan dan bukan pajak) tidak mampu menutupi belanja pemerintah (government spending).
Ketika defisit fiskal dan defisit transaksi berjalan terjadi secara bersamaan, maka dapat dikatakan suatu negara mengalami twin deficit.
Berkaca dari tahun 2004 hingga 2022, defisit fiskal selalu terjadi setiap tahunnya. Artinya, Indonesia tidak pernah mengalami surplus fiskal di rentang tahun tersebut.
Untuk diketahui, sebelumnya Indonesia pernah mengalami twin deficit selama sembilan tahun berturut-turut secara full year yakni dari tahun 2012 hingga 2020. Jika full year 2023 transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit, maka ini menjadi kali pertama sejak 2020 Indonesia mengalami twin deficit.
Ekonomi Era Jokowi Lebih Buruk daripada SBY ?
Selama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin Indonesia yakni sejak 2004 hingga 2014, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit secara full year hanya pada tahun 2012, 2013, dan 2014 serta diikuti oleh defisit fiskal sejak 2004 hingga 2014.
Maka dari itu, twin deficit era SBY hanya terjadi selama tiga tahun secara beruntun, yakni tahun 2012, 2013, dan 2014.
Hal ini berbanding terbalik dengan era Presiden Jokowi yang menjabat sejak 2014 hingga 2024 yang selama sembilan tahun menjabat sebagai Presiden, twin deficit telah terjadi sebanyak enam kali, yakni pada tahun 2015 hingga 2020.
Next Presiden Alami Twin Deficit?
Catatan BI menunjukkan defisit transaksi berjalan sudah kerap dialami Indonesia. Kondisi ini biasanya terjadi saat ekonomi Indonesia tumbuh tinggi. Permintaan impor yang besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri kerap membuat transaksi berjalan defisit.
Namun, neraca transaksi finansial biasanya menjadi penolong Indonesia untuk menekan defisit transaksi berjalan sehingga NPI masih positif. Indonesia biasanya menjadi tujuan hot money saat terjadi pelonggaran suku bunga global. Indonesia juga dianggap menarik untuk asing karena prospek ekonominya yang cerah.
Sayangnya, derasnya capital outflow membuat tren tersebut berakhir pada kuartal II-2023. Transaksi finansial kini justru membebani NPI.
Terjadinya defisit pada transaksi berjalan dan transaksi finansial pada kuartal Ii-2023 menjadi kekhawatiran karena itu menunjukkan Indonesia terimbas besar dari guncangan eksternal.
Defisit pada transaksi berjalan menunjukkan ekspor sudah terkena perlambatan ekonomi global sementara defisit transaksi finansial membuktikan Indonesia tidak kebal dari capital outflow saat ketidakpastian global meningkat.
Sepanjang 2004-2023 atau dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, hanya empat kali transaksi berjalan dan transaksi finansial mengalami defisit berbarengan.
Dua kali pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tepatnya pada kuartal-III 2005 dan kuartal-IV 2008. Pada zaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga tercatat dua kali yakni pada kuartal-I 2020 dan kuartal-II 2023.
Defisit transaksi finansial dan transaksi berjalan pada kuartal III-2005 disebabkan oleh tingginya penempatan aset dalam bentuk aliran outflow di currency and deposit bank di luar negeri. Investor asing juga meninggalkan Indonesia karena inflasi melonjak 17,11% karena ada kenaikan harga BBM subsidi.
Transaksi finansial dan transaksi berjalan kembali defisit pada kuartal IV-2008 di tengah derasnya aksi jual asing setelah Krisis Finansial Global menghantam dunia. Inflasi Indonesia yang menembus 11,06% karena kenaikan harga BBM subsidi juga membuat investor kabur.
Pada saat yang bersamaan, impor melonjak karena harga minyak yang melambung serta tingginya permintaan dalam negeri karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Transaksi finansial dan transaksi berjalan kembali mencatat defisit pada kuartal I-2020. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada awal Maret membuat kekhawatiran investor meningkat. Investor asing pun memilih menarik dananya dari Indonesia.
Di sisi lain, ekspor jeblok karena aktivitas ekonomi nyaris terhenti pada awal pandemi sejalan dengan pembatasan mobilitas dan lockdown di banyak negara.
Yang menarik ada fenomena unik terkait twin deficit pada transaksi berjalan dan finansial yakni dengan pemilihan umum.
Twin deficit transaksi finansial dan transaksi berjalan terjadi pada 2005 dan 2020 atau setelah tahun pemilu. Twin deficit 2008 dan 2023 terjadi empat tahun setelah pemilu.
Jika melihat pola yang sama maka twin deficit bisa terjadi pada 2025 dan 2028 atau empat tahun usai tahun pemilu 2024 yakni 2025 dan tiga tahun setelahnya yakni 2028.
Pemilu diadakan pada 2004 dan 2009 yang dimenangkan oleh Presiden SBY dengan masa kepemimpinan 10 tahun atau dua periode. Sedangkan pada pemilu 2014 dan 2019 dimenangkan oleh Presiden Jokowi dengan masa kepemimpinan dua periode juga.
Melihat pola serupa, jika ada Presiden RI yang terpilih secara dua periode beruntun yakni 2024 dan 2029 maka kemungkinan dia harus menelan pil pahit twin deficit.
Pola yang lain menunjukkan siklus yang tak kalah menarik. Pemilihan presiden langsung (pilpres) diselenggarakan 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pilpres akan digelar kembali pada 2024 mendatang.
Ada pola di mana siklus twin deficit transaksi berjalan dan transaksi finansial berulang dalam 15 tahun setelah pemilu. Setahun setelah pemilu 2004 yakni 2005, Indonesia alami twin deficit. Lima belas tahun kemudian atau 2020, twin deficit kembali terjadi pada 2020. Jika pola 15 tahunan terulang maka twin deficit bisa terjadi pada 2035.
Namun, pola-pola tersebut bisa saja tidak terjadi atau sebaliknya terjadi lebih sering karena kondisi ekonomi global yang memburuk.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)