80 Tahun Indonesia Merdeka

Soeharto Larang Ekspor Ubi, Megawati Stop Pasir & Jokowi Tutup CPO

mae, CNBC Indonesia
12 August 2025 14:50
Sah! Jokowi Raja Dagang Pasca Reformasi, SBY Lewat
Foto: Infografis/ Sah! Jokowi Raja Dagang Pasca Reformasi, SBY Lewat/Aristya rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan ekspor Indonesia terus berkembang mengikuti jaman. Beragam komoditas strategis pun pernah dilarang eksporna demi mempertimbangkan kepentingan dalam negeri.

Larangan ekspor terhadap komoditas tertentu sudah dilakukan sejak era Soeharto, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Larangan tersebut sebagian besar dilakukan untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri.

Berikut beberapa larangan ekspor barang mentah yang pernah dilakukan Indonesia:
1. Soeharto (Maret 1967-Mei 1998)
Soeharto mengumumkan larangan ekspor jagung dan ubi-ubian serta produk turunanya untuk sementara waktu pada Juli 1973. Termasuk dalam larangan tersebut adalah gaplek.

Langkah tersebut dilakukan untuk menjaga pasokan di dalam negeri di tengah melambungnya harga di pasar internasional.

Larangan ubi-ubian berlangsung sampai November 1973.  

Soeharto juga beberapa kali membuka tutup larangan ekspor kayu gelondongan atau log.

Soeharto melarang ekspor kayu gelondongan pada 1980-1992 tetapi kemudian diperlonggar pada 1992-1998.
Larangan tarif diganti dengan pengenaan tarif pembatasan ekspor.

2. Megawati Soekarnoputri (Juli 2001-Oktober 2004)

Presiden wanita pertama di Indonesia ini melarang beberapa komoditas mulai dari kayu bulat, kayu gergajian, hingga pasir.

Megawati memberlakukan larangan ekspor kayu bulat pada Oktober 2001. Larangan ekspor dimaksudkan untuk mengurangi penebangan liar serta penyelundupan.

Megawati juga melarang ekspor kayu gergajian dan bantalan rel kereta api dari kayu dilarang sejak September 2004. Larangan ekspor dimaksudkan untuk mencegah penyelundupan kayu gergajian serta memberikan nilai tambah yang besar bagi terhadap produk perkayuan.

Sah! Jokowi Raja Dagang Pasca Reformasi, SBY LewatFoto: Infografis/ Sah! Jokowi Raja Dagang Pasca Reformasi, SBY Lewat/Aristya rahadian
Sah! Jokowi Raja Dagang Pasca Reformasi, SBY Lewat

 

Larangan ekspor yang paling terkenal di era Megawati adalah pasir. Larangan ekspor berlaku pada Februari 2003 demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut.

Alasan lainnya adalah belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.

3. Susilo Bambang Yudhoyono/SBY (Oktober 2004-Oktober 2014)

Pemerintahan SBY melarang ekspor rotan mulai Januari 2012. Larangan diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan industri dalam negeri serta meningkatkan daya saing produk mebel, khususnya yang berbasis rotan.

Presiden SBY juga membuat gempar dunia saat melarang ekspor mineral mentah (ore) per Januari 2014.

Selain melarang ekspor mineral mentah, UU tersebut juga mewajibkan eksportir mineral untuk melakukan pengolahan dan pemurnian (smelting) hasil tambangnya di dalam negeri selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diberlakukan.

4. Joko Widodo (Oktober 2014-Oktober 2024)
Mantan presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah bikin geger dunia beberapa kali karena larangan ekspornya. Jokowi melarang sejumlah komoditas strategis selaam 10 tahun masa pemerintahannya:

a. 
Benih Lobster

Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang benih benih lobster mulai Juni 2021. Larangan benih lobster sebagai upaya peningkatan ekspor lobster dewasa.

b. Karet alam
Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sepakat untuk untuk mengurangi ekspor karet alam sebesar 240.000 ton selama empat bulan, terhitung sejak 1 April 2019 hingga 31 Juli 2019. Pembatasan ekspor untuk meningkatkan harga karet di pasar internasional yang terus jeblok.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Taun 2021 tentang Barang Dilarang Ekpor dan Barang Dilarang Impor, barang lain yang dilarang ekspor di antaranya kayu kasar, kayu simpai, pohon jenis konifera, tanaman porang hidup (termasuk dalam bentuk kultur jaringan), konsentrat besi (hematit, magnetit) dengan kadar = 62% Fe dan = 1% TiO2, pirit besi, tanah liat, granit yang tidak dikerjakan dengan pemilahan ukuran atau pemotongan, dan bijih emas.

c. Batu bara
Pada awal 2022, atau persis 1 Januari 2022, pemerintah tiba-tiba saja melarang ekspor batu bara.
Larangan ekspor dilakukan karena menipisnya pasokan batu bara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Produsen batu bara banyak yang memilih untuk ekspor ke luar negeri daripada memasok ke PLN karena harga di pasar internasional sedang melambung.

Pengumuman ini dilakukan tanpa aba-aba sehingga membuat importir melayangkan protes keras.
Indonesia adalah eksportir terbesar di dunia untuk batu bara thermal sehingga larangan ekspor membuat banyak negara pusing,
Pemerintah J
epang dan Korea Selatan (Korsel) menjadi dua negara yang terang-terangan mengeluarkan protes dan mendesak RI untuk mencabut larangan ekspor batu bara tersebut.

d. Minyak Sawit Mentah/CPO

Jokowii resmi melarang CPO), minyak sawit merah atau red palm oil (RPO), palm oil mill effluent (POME), serta refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan used cooking oil mulai 28 April 2022.

Larangan ekspor ini menggemparkan karena beberapa alasan. Pertama, pemerintah sempat menggonta-ganti kebijakan larangan ekspor dalam kurun waktu empat hari sampai membuat importir bingung.
Pada awalnya CPO tidak masuk dalam komoditas yang dilarang ekspor tetapi kemudian akhirnya dilarang.

Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kedua, larangan ekspor dilakukan di tengah kekhawatiran dunia mengenai pasokan minyak nabati.
Perang Rusia-Ukraina yang meletus pada akhir Februari 2022 membuat pasokan minyak nabati menipis. Harganya pun melonjak tajam.

Rusia dan Ukraina adalah salah satu pemasok besar untuk minyak nabati bijih matahari.
CPO merupakakan minyak nabati yang paling banyak dipakai di seluruh dunia. Sementara itu, kontribusi CPO Indonesia dalam ekspor minyak nabati global diperkirakan mencapai 60%.

Besarnya posisi Indonesia dalam perdagangan minyak nabati dunia inilah yang membuat larangan CPO berpengaruh besar terhadap inflasi global.

India sebagai konsumen terbesar CPO Indonesia pun langsung protes dengan kebijakan larangan CPO. Pasalnya, miliaran penduduk dan industri Negara Bollywood sangat menggantungkan bahan baku CPO dari Indonesia.

Badan Pangan Dunia (FAO) sampai meminta agar negara-negara di dunia tidak melarang ekspor bahan pangan demi menjaga stabilitas harga.

Indonesia akhirnya membuka kembali ekspor CPO pada 23 Mei 2022.

e. Bijih Nikel & Bauksit

Bijih nikel menjadi komoditas pertama yang dilarang di era pemerintahan Jokowi. Larangan tersebut berlaku efektif sejak 1 Januari 2020.

Atas larangan tersebut, Indonesia kemudian digugat oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) karena dinilai melanggar peraturan perdagangan internasional.

Pada November 2022, Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO.

Namun, Indonesia telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO tersebut. Jokowi menegaskan larangan ekspor nikel ditujukan semata-mata untuk meningkatkan hilirisasi.

Sebelumnya, pada era SBY, pemerintah sudah melarang ekspor bijih nikel tetapi ada beberapa pengecualian untuk bijih dengan kadar nikel di bawah 1,7% yang masih boleh diekspor (2014-2019).

Larangan ekspor bijih nikel diberlakukan secara penuh dan menyeluruh pada Januari 202.

Jokowi juga melarang ekspor bijih bauksit per Juni 2023 dan konsentrat tembaga berlaku mulai Juni 2024.

CNBC INDONESA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation