
Penyebab Polusi Udara: PLTU Vs Kendaraan, Mana yang Bener?

- Polusi udara di Jakarta masih menjadi persoalan yang hangat diperbincangkan hingga kini.
- Penyebab parahnya polusi ini juga masih jadi buah bibir.
- Ada yang menyebutkan penyebabnya adalah PLTU ada pula yang menyebut kendaraan, lantas mana yang benar?
Jakarta, CNBC Indonesia - Polusi udara di ibu kota negara, DKI Jakarta, masih menjadi persoalan yang hangat diperbincangkan. Sejumlah pihak menuding Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara sebagai penyebab buruknya kualitas udara di kota Jakarta dan sekitarnya. Namun beberapa pihak lain memperkirakan biang kerok polusi adalah kendaraan.
Mengutip paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, terkait peningkatan kualitas udara Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek), yang disampaikan pada Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, Jakarta Senin (14/8/2023), sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar paling besar di Jakarta.
Data itu menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.
Dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar, disebutkan disumbang dari sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76% 5.252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai 3.738 ton per tahun.
Selain itu, sepeda motor juga menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan 1.046.837 sepeda motor per tahun.
Dengan emisi yang dihasilkan, perlu diketahui bahwa sepanjang 10 tahun dari tahun 2012-2022 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia melesat 64% alias bertambah 48,9 juta unit.
Dari data ini, terhitung ada sebanyak 20 juta lebih kendaraan bermotor yang ada di Jakarta. Hal itu belum terhitung dari kendaraan yang keluar masuk Jakarta beserta bus dan truk yang juga menjadi penyumbang polusi di Ibu Kota.
Laporan itu juga menepis kabar bahwa dugaan polusi udara karena PLTU di Suralaya yang berdiri di Cilegon, Provinsi Banten, karena pergerakan angin yang tidak mengarah ke Jakarta.
PLTU Batu Bara Ikut Jadi 'Kambing Hitam' Polusi Jakarta
Sebagaimana diketahui, tak sedikit yang menyalahkan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berlokasi dekat Jakarta sebagai sumber utama polusi udara. Beberapa pihak menuding pembangkit listrik berbasis batu bara ini menjadi penyebab utamanya, termasuk dilontarkan pejabat pemerintah.
Sementara itu, tudingan bahwa PLTU batu bara menjadi sumber utama polusi udara di Jakarta ini dibantah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kang Emil, sapaannya, menitikberatkan penyebab polusi udara di Jabodetabek karena emisi kendaraan.
Hal ini diungkapkannya usai rapat di kantor Kemenko Marves, terkait polusi di Jabodetabek.
"Evaluasi dari jumlah kendaraan karena hasil kajiannya PM2,5 zat paling berbahaya 75% dari kendaraan. sementara itu wacana di masyarakat kan nyalahin PLTU ya, sementara (PLTU) itu cuma 25% dari kajian yang ada," jelasnya dalam catatan CNBC Indonesia.
Menilik data, memang PLTU berbagan dasar batu bara kerap dibangun di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Berikut tren perkembangannya:
Selain itu, ada beberapa faktor antara lain kemarau panjang, kemudian konsentrasi polutan, lalu ada emisi dari transportasi termasuk dari manufaktur industri.
PLTU Vs Kendaraan Bermotor: Apapun Itu, Transisi Energi Jadi' Obatnya'
Pemerintah tampak berkomitmen untuk menurunkan polusi udara khususnya di wilayah DKI Jakarta. Terdapat setidaknya strategi jangka pendek dan jangka panjang yang harus segera di implementasikan.
Strategi itu diantaranya Pertama, pemerintah akan mengurangi terjadinya pembakaran bahan bakar yang menimbulkan emisi karbon. Diantaranya mengurangi jumlah kendaraan yakni mobil maupun motor yang beredar di jalanan.
Kedua, menggenjot peralihan penggunaan kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke electric vehicle (EV). Bisa juga pakai BBM dengan tinggi kualitas.
Ketiga, menurunkan kapasitas pembangkit listrik khususnya PLTU batu bara dan menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Sebagaimana kita sadari bersama bahwa penurunan kapasitas PLTU batu bara tentunya akan memakan biaya yang besar, sehingga pemerintah akan memberikan insentif, reward dan punishment.
Transisi energi menjadi target dan pembahasan hangat di banyak negara, termasuk Indonesia. Untuk mendorong target net zero emission maka serangkaian kebijakan tentu diterapkan masing-masing negara untuk mendorong transisi energi di negaranya.
Secara umum, kebijakan transisi energi menuju pemanfaatan energi bersih yang lebih luas didorong oleh concern global terhadap isu perubahan iklim. Penggunaan energi fosil yang berlebih selama telah mendorong peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) jauh melebihi batas aman yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)