Sectoral Insight

Imbas Krisis China, Properti Jadi Beban IHSG, Sampai Kapan?

Riset, CNBC Indonesia
22 August 2023 07:35
Infografis, Begini Caranya Bisa Beli Rumah dengan Gaji Rp 5 Juta
Foto: Infografis/ KPR Rumah/ Edward Ricardo Sianturi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks sektor properti & real estat (IDXPROPERT) menjadi yang paling tertekan pada perdagangan Senin (21/8/2023). Ini berkat saham-saham properti utama merah padam di tengah sentimen buruk dari China.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IDXPROPERT anjlok 0,89% ke posisi 749,32. Saham macam PT Intiland Development Tbk (DILD) hingga PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang anjlok 5,66% dan 3,25% menahan laju indeks ini pada Senin.

Hal tersebut lantas berbanding terbalik dengan indeks energi (IDXENERGY) yang naik 1,95 persen pada Senin seiring saham big cap PT Bumi Resources Tbk (BUMI) hingga PT Bayan Resources Tbk (BYAN) terapresiasi 6,57% dan 4,35%.

BUMI menjadi borongan investor usai emiten tersebut bersama sejumlah emiten Grup Bakrie lainnya masuk ke dalam indeks FTSE.

Hingga akhir pekan lalu, harga batu bara dunia mencatatkan posisi tertinggi sejak Mei 2023 sekaligus mencatatkan kenaikan selama 10 hari beruntun.

Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September ditutup di posisi US$ 160,75 per ton pada perdagangan Jumat (18/7/2023). Harganya naik 3,04%. Sejak awal Agustus, harga batu bara telah melesat 14,1% dari US$138,85.

Bersama indeks transportasi (IDXTRANS), infrastruktur (IDXINFRA) hingga kesehatan (IDXHEALTH), IDXPROPERTI menjadi pemberat untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

IHSG hanya mampu naik tipis 0,09% ke 6.866,03, belum kembali menembus level 6.900 hingga penutupan 21 Agustus 2023.

 

Kabar baiknya, indeks sektor properti masih dalam tren menguat sejak akhir Maret 2023.

Kini IDXPROPERT masih menunggu katalis positif untuk bisa kembali mengejar level 775. Kalau tidak, indeks properti malah bisa merosot ke level 740. Penembusan ke bawah 740 bisa membuat tren kenaikan indeks ini jadi patah dan berpeluang turun ke 730.

Sentimen negatif soal aksasa properti China yang terlilit utang, Evergrande Group, mengajukan kebangkrutan Chapter 15 di pengadilan Amerika Serikat (AS) pada Kamis (17/8) sedikit banyak mempengaruhi saham sektor properti.

Pengembang properti dengan utang terbesar di dunia ini gagal bayar pada 2021 dan mengumumkan program restrukturisasi utang luar negeri pada Maret. Perdagangan saham Evergrande telah di-suspendatau ditahan perdagangannya sejak Maret 2022.

Yang jelas, melihat fundamental emiten properti dan pasar properti RI yang relatif stabil bisa membawa sedikit ketenangan.

Sejumlah perusahaan memiliki tingkat utang cukup sehat. Ini terlihat debt equity ratio (DER) kurang dari 100%. Sebut saja, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan sebesar 54,75% dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) sebesar 76,88%.

Sementara, yang lainnya memang masih memiliki DER di atas 100% menunjukkan utangnya masih lebih tinggi daripada modalnya.

Hanya saja ada yang masih memiliki likuiditas cukup baik yaitu PT Ciputra Group Tbk yang memiliki cash ratio 88,20% ini menunjukkan kemampuan perusahaan yang cukup baik dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.

Secara makro, sektor properti masih memiliki prospek yang atraktif.

Prospek menarik sektor properti Tanah Air ini berbanding terbalik dengan kondisi di China yang dilanda krisis. Sektor properti dalam negeri sudah semakin terbantu berkat beberapa stimulus yang diberikan stimulus Loan to Value (LTV) 100% sejak Maret 2021 lalu yang memungkinkan pengembang bisa memberikan DP hingga 0%.

Peraturan tersebut masih berlaku hingga akhir tahun ini dengan beberapa syarat dan ketentuan yang diperbaharui. Harapannya stimulus ini bisa menjadi booster bagi penjualan properti di Era suku bunga tinggi.

Kendati demikian, suku bunga tinggi nampaknya tidak akan bertahan dalam jangka panjang, mengingat Bank Indonesia (BI) sudah mulai menahan suku bunga selama beberapa bulan terakhir, hal ini diharapkan bisa menjaga minat kredit perumahan domestik.

Indonesia juga masih mengalami tingginya permintaan rumah serta backlog properti.

Backlog kepemilikan rumah di Indonesia masih mencapai 12,7 juta. Backlog sulit turun karena terus meningkatnya kebutuhan, terbatasnya sumber pembiayaan, serta minimnya akses ke perbankan.

Backlog kepemilikan rumah menunjukkan kesenjangan atau selisih antara jumlah rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan.

Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) memperkirakan backlog perumahan saat ini mencapai 12,7 juta.
Backlog kepemilikan rumah di perkotaan mencapai 10 juta sementara di pedesaan sebesar 2,7 juta.

Untuk saat ini, pendapatan pra penjualan (marketing sales) developer properti terbilang solid hingga tengah 2023, ditopang oleh hunian tapak, termasuk properti komersial.

Namun, risiko dari marketing sales yang lebih rendah selama masa kampanye pemilu dan perubahan kondisi ekonomi yang bisa menaikkan suku bunga acuan bisa semakin menekan sektor properti RI ke depan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(trp/trp)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation