Sectoral Insight

Beda dari China, Properti RI Justru Bangkit dari Kubur

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
22 August 2023 10:55
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
  • Sektor properti merupakan salah satu sektor di IHSG yang masih underperform, namun sudah mulai menunjukkan perbalikan arah. 
  • Penguatan terjadi seiring teori siklus properti Fred Harrison yang memasuki fase recovery dan akan dilanjutkan fase eksplosif. 
  • Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum berinvestasi di perusahaan properti. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham sektor properti menunjukkan tanda-tanda akan masuk ke fase explosive atau penguatan dalam siklus properti setelah saat ini berada di kondisi terendah sejak 2018.

Sektor properti di bursa menunjukkan berada di fase terendah sejak 2018. Sejak diterbitkan tahun 2018, Indeks properti (IDXPROPERT) telah ambles 24,75%. Padahal, indeks lainnya seperti IHSG dan LQ 45 menguat 2,98% dan 16,61% dalam periode yang sama.

IDXPROPERTFoto: IDX
IDXPROPERT

Sejak menyentuh titik tertingginya tahun 2019 dengan penguatan 22,9%, sektor properti selalu ditutup terkoreksi dalam 3 tahun setelahnya (2020-2022). Sektor properti jatuh diakibatkan pandemi menyebabkan daya beli masyarakat menurun.

Performa secara historis sektor properti menguat pada akhir 2020 dan akhir 2021, namun terus menurun seiring sektor properti masih belum menunjukkan perbaikan. Indeks saham properti yang bergerak seiring dengan kinerja riil, mengindikasikan kondisi riil belum menunjukkan perbaikan.

Namun, sektor properti yang telah terus tertekan mulai menunjukkan performanya tahun 2023 ini. Sepanjang tahun, sektor ini telah menguat 5,8% mengalahkan kinerja IHSG (+1,2%) dan LQ45 (+3,0%).

Berdasarkan hal tersebut, investor perlu memahami faktor yang mempengaruhi pergerakan kinerja riil sektor properti untuk dapat memprediksi pergerakan sektor properti ke depan. Pertama, investor dapat melihat dari teori siklus properti yang dikemukakan Fred Harrison.

Teori Fred Harrison: Siklus Properti 18 tahun

  • Fase kejatuhan dan pemulihan

Fase ini merupakan titik terendah dari siklus properti ditandai dengan harga yang anjlok membuat investor menjauhi pasar properti. Investor berkualitas diuji dengan berani melakukan pembelian di harga rendah atau menjadi kontrarian di tengah kejatuhan sektor properti.

Lembaga pembiayaan yang juga tertekan cenderung juga akan berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Faktor penentu investor kontrarian adalah waktu pembelian pada saat pesimisme puncak. Investor saham dapat memilih perusahaan yang juga berinvestasi di proyek properti bermasalah dan dijual di harga sangat murah.

  • Fase sedikit penurunan

Properti yang menjadi aset idaman diincar oleh berbagai pihak, namun hal tersebut membuat aset memiliki nilai jauh lebih tinggi dari wajarnya. Hal tersebut membuat adanya koreksi awal.

  • Fase bullish atau peningkatan eksplosif

Pasca terjadi koreksi, sektor properti akan melanjutkan penguatan yang didukung dari menguatnya sektor perbankan. Harga rumah akan melesat seiring dengan rendahnya hipotek atau KPR (Kredit Perumahan Rakyat).

Masyarakat akan berlomba-lomba berspekulasi dengan asumsi harga properti akan terus naik. Pelaku pasar yang cerdik mulai melakukan aksi ambil untung atau take profit. Harga properti akan mencapai puncak dan dilanjutkan dengan fase penurunan.

  • Fase resesi

Biasanya titik puncak dari siklus properti sulit dideteksi, namun salah satu indikatornya adalah pengumuman mega proyek, seperti gedung tertinggi, pusat perbelanjaan terbesar, dsb.

Tidak lama setelah masa tersebut, kenyataan bahwa harga rumah sudah di pucuk, menyebabkan adanya koreksi. Pembeli properti berbasis utang akan bangkrut, sehingga terpaksa menjual di harga murah yang mendorong penurunan harga properti semakin tajam.

Pemberitaan buruk menambah ketakutan pasar yang semakin menekan aksi jual. Investor cerdas akan tergoda untuk kembali masuk dan siklus akan berpola kembali dari awal.


Berdasarkan fase tersebut, investor dapat mempelajari faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat mendorong kinerja perusahaan properti, sebab hal ini akan turut mendorong daya beli masyarakat dalam membeli properti.

Lokasi properti merupakan faktor yang sangat penting untuk investor, baik saham atau produk properti. Hal ini disebabkan lokasi yang strategis dapat mendorong harga properti melesat. Selain itu, properti yang awalnya sepi, kemudian dibangun fasilitas seperti pusat perbelanjaan akan mendorong harga properti tersebut menjadi lebih tinggi.

Landbank juga perlu diperhatikan investor sebelum membeli saham properti, sebab persediaan cadangan tanah yang tinggi dan telah di akuisisi dari jauh hari akan menghasilkan margin tebal seiring dengan harga tanah yang terus meningkat.

Target segmen tentunya juga perlu diperhatikan investor, sebab properti segmen atas akan memiliki margin yang lebih tebal. Namun, berinvestasi pada properti segmen menengah bawah juga tidak berarti lebih tidak menguntungkan, sebab segmen ini dapat memberikan lonjakan kinerja saat tingkat pendapatan masyarakat bertumbuh.

Neraca keuangan turut menjadi perhatian investor properti, sebab data ini dapat menjadi penentu kemampuan perusahaan dalam membayar utang dan leverage dalam mengembangkan bisnisnya. Utang yang terlalu tinggi juga akan cukup berisiko, sebab produk properti relatif tidak likuid.

Faktor demografi akan menentukan dari sisi permintaan properti. Investor perlu memahami pertumbuhan penduduk, sebab terdapat suatu fase dari sebuah siklus di mana banyak fase masyarakat muda membeli aset properti. Ini akan mendorong peningkatan harga jual dan volume penjualan perusahaan properti.

Net Asset Value perlu dipertimbangkan investor saham properti, sebab ini dapat menjadi margin of safety atau keamanan investasi ketika saham properti tersebut bangkrut, asetnya masih dapat dilikuidasi dan menghasilkan keuntungan untuk investor.

Cerita dari siklus properti di Indonesia kali ini diharapkan dapat memuncak pada 2031 seiring dengan teori siklus Fred Harrison, lonjakan penduduk tahun 2030, dan tingkat suku bunga riil mulai akan menunjukkan nilai negatif pada fase tersebut.

Kebangkitan sektor properti Indonesia berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di China. Seperti diketahui, sektor properti China terus menjadi sorotan.

Raksasa properti China yang terlilit utang, Evergrande Group, mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 15 di pengadilan AS pada Kamis (17/8/2023). Dalam pengajuan ke pengadilan kebangkrutan, perusahaan merujuk proses restrukturisasi di Hong Kong, Kepulauan Cayman, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.

Pengembang properti dengan utang terbesar di dunia ini gagal bayar pada 2021 dan mengumumkan program restrukturisasi utang luar negeri pada Maret. Perdagangan saham Evergrande telah di-suspend atau ditahan perdagangannya sejak Maret 2022.

Kejatuhan Evergrande ikut menyeret ekonomi China terpuruk mengingat sektor tersebut berkontribusi sekitar 30% kepada Produk Domestik Burto (PDB) China.

Dengan memahami faktor-faktor ini, investor berpotensi dapat memperoleh keuntungan signifikan dengan menambah conviction atau keyakinan saat hold saham properti. 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation