
Ubah Rp1.000 Jadi Rp 1, RI Gak Boleh Gagal Seperti Negara Ini

- Pemerintah terus mematangkan rencana melakukan redenominasi rupiah
- Redenominasi akan mengurangi tiga angka nol
- Redenominasi harus dilakukan hari-hati karena bisa menimbulkan sejumlah dampak negatif, seperti money illusion
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sudah memasukkan redenominasi rupiah ke dalam rencana strategis Kementerian Keuangan periode 2020-2024. Rencana untuk menghilangkan tiga angka nol tersebut diharapkan bisa memudahkan penghitungan dan membuat rupiah naik kelas.
Berkaca dari banyak negara, pemerintah mesti berhitung cermat untuk melakukan redenominasi.
Rencana redemoninasi bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Wacana pemangkasan digit angka rupiah telah digaungkan sejak 2013.
Bahkan sejak awal 2013, Kemenkeu telah mengeluarkan ilustrasi uang hasil redenominasi dengan desain barunya dan hilangnya tiga angka nol.
Namun, rencana tersebut jalan di tempat karena sejumlah halangan dan persoalan mulai dari ketidakpastian ekonomi global hingga pandemi Covid-19.
Pada dasarnya, redenominasi merupakan bentuk simplifikasi nilai nominal dengan mengurangi jumlah digit, tanpa mengurangi real value.
Bank Indonesia berencana untuk mereduksi tiga digit angka nol. Dengan demikian, hal ini akan menyederhanakan penulisan alat pembayaran hingga sistem akuntansi dalam sistem pembayaran.
Rencana redemoniasi semakin menguat pada 2016. Dilansir dari setkab.go.id. dalam acara peluncuruan uang Rupiah Desain Baru Tahun Emisi 2016, Gubernur BI saat itu yakni Agus Martowardojo meminta dukungan pemerintah, terutama kepada Presiden Joko Widodo, terkait penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Uang Rupiah.
Kemudian pada 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Agus Martowardojo menemui langsung Presiden Jokowi di Istana Merdeka, untuk melaporkan RUU Redenominasi Mata Uang yang sudah siap untuk diusulkan kepada DPR
Tahun tersebut dianggap ideal karena kondisi ekonomi yang stabil serta inflasi yang terkendali.
Sempat muncul wacana RUU Redenominasi masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017, menggantikan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang sejatinya sudah cukup lama tak menjadi pembahasan bersama parlemen.
Namun fakta berkata lain, Sri Mulyani justru tidak mengajukan RUU Redenominasi ke dewan parlemen dengan pertimbangan bahwa prioritas pemerintah saat itu adalah revisi UU KUP.
Salah satu pertimbangan utama dalam melakukan redenominasi adalah situasi ekonomi yang stabil dan inflasi yang terkendali.
Terjaganya laju inflasi juga akan menjadi indikator yang menunjukkan kesuksesan redenominasi yakni laju inflasi setelah redenominasi diaplikasikan.
Inflasi Indonesia sendiri kini terus melandai ke kisaran 3,52% (year on year/yoy) pada Juni 2023. Inflasi memang sempat melejit ke 5,95% (yoy) pada September 2022 akibat kenaikan harga BBM.
Kendati sempat menjulang, rata-rata laju inflasi Indonesia dalam lima tahun terakhir (2018-2022) terbilang rendah yakni 2,61%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan lima tahun sebelumnya (2013-2017) yakni 5,35%.
Ghana Memberi Pelajaran Pahit, Rumania Buktikan Redenominasi Bisa Sukses
Penelitian yang dilakukan oleh Center for Public Policy Transformation & Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan terhadap 30 negara yang telah meredenominasi mata uangnya menunjukkan bahwa negara yang memiliki inflasi yang rendah (<10%) akan cenderung berisikorendah jika dibandingkan dengan negara yang mengaplikasikan redenominasi saat inflasinya cukup tinggi (>10%) maka akan tetap tinggi.
Salah satunya adalah Ghana. Negara yang terletak di Afrika Barat ini melakukan redenominasi dan tidak dapat dikatakan sukses karena tingkat inflasinya mengalami peningkatan sebesar lima persen satu tahun setelah redenominasi.
Salah satu penyebabnya adalah 70% uang beredar di Ghana berada di luar sistem perbankan. Sedangkan transaksi di Ghana lebih banyak terjadi secara tunai daripada perbankan.
Berbeda halnya dengan negara Rumania, redenominasi yang dilakukan pada 1 Juli 2005 mengurangi 4 digit angka nol (Lei) menjadi 1 Leu memberikan dampak positif bagi mata uangnya.
Setelah melakukan redenominasi, Leu sempat mengalami pelemahan terhadap EUR maupun USD hingga 2007.
Namun hal ini tidak berlaku sejak memasuki 2008 hingga 2019. Penguatan mata uang Leu terhadap EUR dan USD berangsur - angsur terjadi yang mengindikasikan bahwa Leu mampu bersaing dengan dengan mata uang global.
Selain itu, kondisi inflasi Rumania saat redenominasi yakni termasuk dalam kategori inflasi ringan (<10%) yang juga sama dengan kondisi Indonesia saat ini (inflasi IHK 3,52% YoY) pun mengalami penurunan sejak 2005 hingga beberapa tahun ke depan bahkan sempat mengalami deflasi.
Bahaya Money Illusion dalam Redenominasi
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam redenominasi yakni money illusion. Dampak bias psikologis ini memberikan efek bahwa harga barang menjadi lebih murah sebab hilangnya tiga digit angka nol.
Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Sebagai contoh jika saat ini harga barang adalah Rp50.000 dan hal tersebut dirasa cukup berat bagi konsumen, namun ketika redenominasi diimplementasikan, maka harga barang menjadi Rp50 sehingga willingness to pay (kerelaan untuk membayar) akan lebih tinggi.
Dengan kata lain, mendorong perilaku konsumsi yang lebih besar dan berpotensi membuat produsen untuk meningkatkan harga ke titik tertinggi hingga batas tolerir konsumen.
Dalam studi lainnya, money illusion dihubungkan dengan inflasi di suatu negara. Bahkan dikatakan bahwa money illusion merupakan biaya dari inflasi dan sangat erat kaitannya. Misalkan pada negara dengan inflasi yang tinggi saat redenominasi terjadi, maka hal ini dimanfaatkan oleh penjual untuk melakukan mark-up harga barangnya.
Praktek ini khususnya bila redenominasi dilakukan saat inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi karena ekspektasi masyarakat terhadap inflasi sudah tinggi.
Aibat inflasi yang sudah terjadi serta kenaikan harga-harga barang akan tersilamkan oleh money illusion. Pada akhirnya, penjual akan menerima keuntungan yang lebih besar.
Dampak negatif dari melambungnya harga-harga ini adalah high inflation atau bahkan hyperinflation.
Jika menilik isu redenominasi di Indonesia, Kemenkeu mengusulkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Terdapat dua poin yang merupakan urgensi dari RUU redenominasi ini, yaitu:
1. Menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit Rupiah.
2. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit Rupiah.
Bank Indonesia sebagai bank sentral sudah siap dalam mendukung implementasi rencana penyederhanaan nilai mata uang rupiah. Namun BI menyerahkan kebijakan redenominasi sepenuhnya kepada pemerintah karena dianggap paling memahami kondisi saat ini.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Abdurohman menjelaskan, salah satu pertimbangan Sri Mulyani belum mau menerapkan kebijakan itu karena perekonomian dunia masih belum stabil seusai Pandemi Covid-19, meskipun Indonesia sudah.
"Jadi dari sisi globalnya, globalnya kan risikonya masih berat," kata Abdurohman saat ditemui di kawasan DPR, Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Dalam menerapkan kebijakan redenominasi, menurut Abdurohman sebetulnya memang hanya membutuhkan momentum yang tepat, yakni stabilnya perekonomian secara makro. Ini kata dia pernah akan dilaksanakan pada 2014.
Pada tahun itu telah muncul naskah akademik RUU Perubahan Harga Rupiah, bahkan jadwal penukaran uang baru tanpa 000 di nominalnya telah ditetapkan pada 2 Januari 2014. Namun, kebijakan ini ditunda BI karena merasa masih butuh pembahasan lebih dalam.
"Jadi itu biasanya menunggu momentum ya, paling tepat saat itu, 2014. Kalau enggak salah waktu itu didorong dulu, biasanya saat ekonomi stabil bisa dilakukan," tuturnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/mae)
