
Rencana Ubah Rp1.000 Jadi Rp1 Mencuat, Ini Reaksi Warga +62!

Jakarta, CNBC Indonesia - Suara masyarakat Indonesia ternyata terpecah dalam menyikapi rencana redenominasi mata uang rupiah. Seperti diketahui, redenominasi nantinya akan menyederhanakan nominal tanpa mengubah nilai tukarnya, uang pecahan Rp 1.000 akan disederhanakan menjadi Rp 1.
Rencana besar ini sebenarnya telah dituangkan ke dalam RUU Redenominasi Rupiah sebetulnya sudah muncul sejak 2017, namun tak kunjung terealisasi hingga akhirnya kembali masuk ke dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Bagi pengusaha Tanah Air yang telah memangkas angka 000 dalam daftar harga produknya, mendukung rencana ini. Mereka menganggap mata uang rupiah akan lebih sederhana dan terlihat efisien, sehingga mereka telah lebih dulu menghapus angka 000 dalam daftar menunya.
Salah satunya, Windy Dewi, Pemilik Takochan Takoyaki yang berlokasi di Jl. Haji Naman No. 1, Pertigaan Antara, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur. Daftar harga pada menu makanan yang ia jual hanya menampilkan huruf K sejak 2017.
Misalnya, untuk harga menu takoyaki hanya ia tulis 15K, demikian juga okonomiyaki 25K. Huruf "K" atau kilo (chilioi dalam bahasa Yunani) menjadi simbol kata "ribu" yang juga sudah sering ditemukan untuk harga pada daftar menu di toko makanan-minuman, kafe-kafe atau restoran di mal-mal maupun bandara.
"Karena menjadi lebih simpel saja, sama biar terlihat efisien bagi konsumen karena 000 nya hilang," kata Windy kepada CNBC Indonesia.
Karena mata uang rupiah terlihat lebih sederhana, dan tanpa mengubah nilai tukarnya, ia mengaku setuju saja jika redenominasi diterapkan. Apalagi, ia mengaku, selama ini tak pernah ada kritikan dari konsumennya, dan mereka sudah paham bahwa K ataupun tanpa K, nominal harga yang ia cantumkan tetap dibayar sesuai harga ribuan dalam rupiah.
"Setuju-setuju saja, balik lagi karena enak aja jadi simple kan kalo 000 nya enggak ada. Kalau pembukuan kayaknya sama saja ya nantinya," ujar Windy.
Agung, Pengusaha Ayam Penyet "Manjur" yang juga telah memangkas tiga digit 000 dalam daftar harganya dan mengganti dengan huruf K, menyatakan hal yang serupa. Tapi, ia mengingatkan supaya redenominasi ini harus disosialisasikan secara masak-masak supaya konsumen paham dan tak membuat produsen main membulatkan harga.
"Kalau saya sih setuju-setuju aja asal masyarakatnya tahu lah. Ya biar simpel saja, lebih singkat, dan enak dilihatnya. Orang juga enggak ribet melihatnya," ucap Agung.
Kalangan konsumen yang termasuk generasi milenial juga kebanyakan mendukung redenominasi. Alasannya tak lain karena rupiah menjadi semakin tampak berdaya saing dengan mata uang negara maju yang digitnya sederhana, seperti dolar.
"Kalau saya sendiri lebih senang sih, kayak ringkas aja, soalnya kalau lihat value ribuan terkesannya kayak harga rupiah anjlok banget yah, karena kan perbandingannya kayak US$ 1 dengan Rp 15.000," tutur Icha (30), ditemui di tempat terpisah.
Ade Putra (30) yang juga memiliki usaha Mie Aceh Pondok Bangladesh menyatakan hal yang sama. Menurutnya, tak akan ada masalah ketika redenominasi. Ia mengaku siap mengubah tampilan harga di daftar menu bisnisnya jika redenominasi diterapkan.
"Menurut saya sih enggak ada masalah. Not a big deal, dulu zaman Soekarno juga sudah pernah, cuma kalau dulu kan alasannya karena inflasi," ujar Ade.
Lain cerita dengan konsumen baby boomer atau yang juga kerap dikenal generasi kolonial. Mereka khawatir penerapan redenominasi hanya akan membuat nilai tabungan di bank tak berharga seperti saat diterapkan redenominasi oleh Presiden Soekarno pada 1965.
Jaya (71), salah satu yang mengutarakan hal ini. Ia mengaku punya pengalaman buruk saat masa-masa itu, sebab tabungannya yang telah dibuatkan bapaknya seketika tak bernilai ketika kebijakan redenominasi saat itu, apalagi hiperinflasi tetap terjadi pada periode tersebut hingga akhirnya rupiah kembali berbentuk seperti saat ini dengan digit 000.
"Tabungan saya dulu dikasih bapak yang seorang tentara, di pos, enggak ada aja nilainya itu waktu itu. Sama saja nanti kan. Nilai rupiahnya seharusnya yang dikuatin," ucap Jaya.
Ternyata, CNBC Indonesia masih menemukan banyak pandangan mengenai wacana redenominasi ini. Pemerintah sendiri belum memberikan kepastian tegas mengenai hal ini.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kapan Waktu yang Tepat Bagi RI Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1?