CNBC Indonesia Research

Ekonomi China, AS & Eropa dalam Bahaya, Cuan Dagang RI Anjlok

mae, CNBC Indonesia
14 June 2023 15:25
Pekerja dengan menggunakan alat berat melakukan bongkar muat Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (2/8/2022). (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)
Foto: Pekerja dengan menggunakan alat berat melakukan bongkar muat Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (2/8/2022). (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)
  • Surplus neraca perdagangan pada Mei diperkirakan  menyusut
  • Perlambatan aktivitas bisnis di China, Eropa, dan AS membuat ekspor pada Mei diproyeksi turun
  • Harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan CPO melemah pada Mei

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diperkirakan menyusut pada Mei seiring melemahnya harga komoditas dan lesunya perekonomian China.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei 2023 akan mencapai US$ 3,04 miliar. 
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan April 2023 yang mencapai US$ 3,94 miliar.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan terkontraksi 5,7% (year on year/yoy) sementara impor turun 7,2%. 

Sebagai catatan, nilai ekspor April 2023 anjlok 29,4% (yoy) dan jeblok 17,62% (month to month/mtm).
Impor terkontraksi 22,32% (yoy) dan ambruk 25,5% (mtm) menjadi US$ 15,35 miliar.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2023 pada Kamis (15/6/2023).
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 37 bulan beruntun.

Secara tahunan, baik ekspor maupun impor diperkirakan turun pada Mei karena pelemahan harga komoditas dan permintaan global, terutama dari China.

Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Mei tercatat US$ 160,23 per ton. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan April yang tercatat US$ 194,28 per ton ataupun pada Maret yang ada di kisaran US$ 187,23 per ton.

Namun, secara volume, ekspor batu bara diperkirakan akan tetap melonjak karena adanya gelombang panas di sejumlah kawasan China.

Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) jatuh menjadi MYR 3.501,5 per ton pada Mei tahun ini.
Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan MYR 3.728,61 per ton pada April dan MYR 3.935,74 per ton pada Maret 2023.

Batu bara dan minyak sawit mentah menyumbang nilai ekspor sekitar 30% sehingga permintaan akan komoditas tersebut akan berdampak besar kepada ekspor Indonesia secara keseluruhan.
Pelemahan ekspor juga disebabkan oleh turunnya permintaan dari negara mitra dagang utama. Di antaranya dari China, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa.
Permintaan dari Tiongkok diproyeksi masih lemah sejalan dengan masih ademnya aktivitas manufaktur mereka.

Biro Statistik Nasional (NBS) melaporkan Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) turun ke level terendah lima bulan di 48,8atau turun dari 49,2 pada April. Angka PMI ini juga mematahkan perkiraan kenaikan menjadi 49,4.

Impor China juga mengalami kontraksi 4,5% (yoy)pada Mei 2023. Penurunan ini memperpanjang kinerja negatif yang sudah terjadi sejak Oktober 2022 lalu.

Berdasarkan Kantor Bea Cukai China, impor Tiongkok dari Indonesia terus melandai melandai dari US$ 6,77 miliar pada Maret dan sebesar US$ 6,25 miliar pada April menjadi US$ 5,76 miliar pada Mei 2023.

Data Bea dan Cukai China juga mencatat ekspor terkoreksi 7,5% (yoy), berbanding terbalik dengan tumbuh 8,5%(yoy) pada April.

Ekonomi AS juga terus melambat seperti tercermin dari aktivitas bisnis mereka. Indeks PMI non-manufaktur AS atau sektor jasa melandai ke 50,4 pada Mei 2023, dari 51,9 pada April. Indeks juga berada di posisi terendahnya dalam lima bulan terakhir.
PMI manufaktur AS juga jeblok ke 48,4 pada Mei, dari 50,2 pada April. Dengan PMI ada di angka 48,4 maka aktivitas manufaktur AS kini sedang dalam fase kontraksi.

China dan Amerika Serikat (AS) adalah dua pasar terbesar ekspor Indonesia. Porsi ekspor Indonesia ke AS dan China menebus 34,5% dari total.
Pelemahan ekonomi di kedua negara akan sangat berdampak kepada nilai ekspor Indonesia secara keseluruhan.


Resesi di Uni Eropa juga bisa terus menekan ekspor Indonesia mengingat Uni Eropa adalah pasar terbesar kelima.
Ekonomi Eropa terkontraksi 0,1% (quartal to quartal/qtq) pada kuartal I-2023. Pelemahan ini menunjukkan tren negatif yang sudah berlangsung sejak kuartal IV-2022 di mana ekonomi terkontraksi 0,1%.

Dengan demikian, zona Uni Eropa yang menaungi 20 negara tersebut secara resmi mengalami resesi. 
Data BPS menunjukkan perlambatan ekonomi Uni Eropa sejak tahun lalu sudah berimbas ke ekspor Indonesia.

Ekspor non-migas terus turun dari US$ miliar pada Januari menjadi US$ 1,53 miliar pada Maret dan US$ 1,44 miliar pada April2023.
Jika resesi semakin dalam maka permintaan impor akan terus melemah sehingga ekspor RI ke Benua Biru pun bisa semakin jeblok.


CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation