Update BRICS, Mata Uang Yang Bisa Bikin Dolar Lengser!

• Mantan penasehat CIA menyebut dolar AS akan mengalami kejatuhan pada 22 Agustus mendatang, bertepatan dengan pertemuan negara BRICS. 
• Seperti diketahui negara BRICS berencana membuat mata uang tunggal yang diperkirakan bisa menggerogoti kekuasaan dolar AS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena dedolarisasi yang kian marak terjadi terus menjadi sorotan. Bahkan, ada yg memprediksi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai raja mata uang akan lengser dalam waktu dekat.

Mantan penasehat CIA. Bahkan, James Rickards, yang juga bankir investasi memperkirakan 22 Agustus akan jadi tanggal kemalangan dolar AS. Di mana saat itu, status dolar AS untuk alat pertukaran global secara resmi akan runtuh.

Dalam tulisannya di kolom opini The Daily Reckoning yang dimuat Al Mayadeen, ia mengatakan banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Mulai dari dolar AS yang "terlibat" dalam perang Rusia-Ukraina, utang jumbo Amerika Serikat, hingga mata uang BRICS.

"Pada 22 Agustus, sekitar dua setengah bulan dari hari ini, perkembangan paling signifikan dalam keuangan internasional sejak 1971 akan diresmikan," tulis Rickards mengacu pada BRICS Leaders Summit yang akan datang.

Rickards mengatakan dorongan untuk mata uang baru yang dipelopori oleh kelompok BRICS akan mempengaruhi perdagangan dunia, investasi asing langsung dan portofolio investor dengan cara yang dramatis dan tak terduga. ini juga dapat menyebabkan gejolak geopolitik.

Seperti diketahui Brazil, Rusia, India, China dan South Afrika (Afrika Selatan) dikenal dengan nama BRICS berencana membuat mata uang bersama. Mata uang ini diperkirakan bisa menggerogoti kekuasaan dolar AS.

Sebelum munculnya euro sebagai mata uang bersama 19 negara, pangsa dolar AS di cadangan devisa global lebih dari 70%. Kini berdasarkan Data Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserve (COVER) dari IMF, pangsa dolar AS pada akhir 2022 lalu sebesar 58,4%.

BRICS bisa menjadi tantangan serius bagi dolar AS. Negara-negara ini merepresentasikan 43% dari populasi dunia, 16% perdagangan dunia, dan memiliki produk domestik bruto lebih besar dari negara G7.

Ditambah lagi banyak negara menyatakan minatnya untuk bergabung menggunakan mata uang BRICS, termasuk di antaranya Turki, Mesir dan Arab Saudi.

Pengembangan mata uang tersebut akan dilakukan lebih lanjut pada pertemuan BRICS di Afrika Selatan pada 22 - 24 Agustus mendatang. Meski demikian, para analis melihat mata uang tersebut tidak akan segera meluncur.

Zhou You, direktur di Research Center of International Finance di Shanghai kepada Global Times pada pertengahan Mei lalu mengatakan diskusi pada Agustus nanti kemungkinan akan menjadi upaya penelitan oleh negara BRICS untuk mencapai tujuan jangka panjang yaitu unit mata uang.

Menurutnya penciptaan mata uang tunggal akan memakan waktu lama dan membutuhkan kerja sama bertahun-tahun yang pada akhirnya menghapus mata uang lokal secara bertahap, seperti euro.

"Upaya negara BRICS nampaknya difokuskan pada merancang unit mata uang yang digunakan secara khusus untuk menyelesaikan perdagangan lintas batas, ketimbang menggantikan mata uang lokal," kata Zhou, sebagaimana dilansir Global Times, Minggu (14/5/2023).

China bisa menjadi negara yang enggan mengganti yuan yang popularitasnya sedang naik. Selain itu, sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, China memiliki pengaruh besar di sektor perdagangan.

China merupakan eksportir terbesar di dunia, berdasarkan data dari International Trade Center pada 2022 nilainya mencapai US$ 3,6 triliun. Nilai tersebut jauh di atas Amerika Serikat sebesar US$ 2,1 triliun.

Untuk diketahui, BRICS mencatat surplus neraca perdagangan hingga US$ 387 miliar pada 2022 lalu, tetapi penyumbang terbesarnya adalah China.

Besarnya pengaruh tersebut tentunya membuat China lebih mendorong internasionalisasi mata uang yuan.