Fx Insight

Dedolarisasi Bakal Gagal, Ini Sumber Kekuatan "King" Dolar

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
26 May 2023 20:10
USA-CHINA/
Foto: REUTERS/DADO RUVIC
  • Belakangan sempat ramai di perbincangkan bahwa status 'King Dolar' Amerika Serikat (AS) bakal tersingkir dengan mata uang lain
  • Ini dipicu oleh negara-negara yang memilih mata uang lain untuk kebutuhan transaksi hingga perjanjian perdagangan bilateral atau istilah singkatnya dedolarisasi
  • Namun demikian, nyatanya dominasi dolar AS ini tidak akan berubah dalam waktu dekat. Setidaknya ada beberapa kekuatan dolar yang sulit ditaklukan

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan tengah ramai dengan istilah dedolarisasi sebagai akibat Amerika Serikat menggunakan dolar sebagai senjata dalam perang Ukraina dan Rusia. Negara-negara lain mulai memilih mata uang lain untuk kebutuhan transaksi.

Untuk diketahui, dedolarisasi merupakan proses penggantian dolar sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan minyak hingga perjanjian perdagangan bilateral.

Hingga saat ini, dolar merupakan mata uang yang dominan dipakai dalam perdagangan internasional. Ini membuat kebijakan ekonomi apapun yang dikeluarkan The Fed, bank sentral Amerika Serikat, selalu berdampak bagi kondisi global.

Persaingan dengan China, dampak dari perang Rusia di Ukraina dan pertengkaran di Washington mengenai plafon utang AS telah menempatkan status dolar sebagai mata uang dominan dunia di bawah pengawasan baru.

Pengasingan Rusia yang dikenakan sanksi dari sistem keuangan global tahun lalu juga memicu spekulasi bahwa sekutu non-AS akan melakukan diversifikasi dari dolar.

Lantas benarkah akan tergeser dengan mata uang lainnya? Benarkah menyingkirkan mata uang yang sudah jadi 'penguasa' dunia segampang itu?

Menilik Komposisis FX Reserve Global

Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa share cadangan devisa global berdenominasi dolar AS sudah turun tajam dari 71% pada 2000 menjadi 58,36% pada 2022.

Meskipun mengalami penurunan, nyatanya share dolar AS masih saja terbilang sangat besar dibandingkan negara lain.

Sementara,jika kita menilik data Dana Moneter Internasional (IMF) terkait komposisi nilai FX Reserve di dunia. Inilah daftar 9 mata uang alias 'Penguasa Cadangan Devisa Global'.

Kendati demikian, jika dibandingkan, posisi pada Q4-2022 tercatat mengalami penurunan mencapai 8,66% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yakni mencapai US$ 7.085,01 miliar.

Stephen Jen, CEO Eurizon SLJ Capital Limited mengatakan pergeseran itu lebih terasa jika disesuaikan dengan nilai tukar.

"Apa yang terjadi pada tahun 2022 adalah anjloknya pangsa dolar secara nyata," kata Jen dikutip dari Reuters.

Artinya ini merupakan suatu reaksi terhadap pembekuan setengah dari cadangan emas dan FX Rusia senilai US$ 640 miliar setelah invasi tahun 2022 ke Ukraina. Ini telah memicu pemikiran ulang di negara-negara seperti Arab Saudi, Cina, India, dan Turki tentang diversifikasi ke mata uang lain.

Pangsa dolar dari cadangan devisa bank sentral pada kuartal terakhir tahun 2022 memang mencapai level terendah dalam dua dekade, tetapi pergerakannya bertahap dan sekarang berada pada level yang hampir sama dengan tahun 1995.

Bank sentral perlu menopang nilai tukar dolar selama krisis ekonomi. Jika mata uang melemah terlalu jauh terhadap dolar, minyak dan komoditas lain yang diperdagangkan dalam mata uang AS menjadi mahal, meningkatkan biaya hidup dan memicu inflasi.

Banyak mata uang, dari dolar Hong Kong hingga balboa Panama, dipatok terhadap dolar karena alasan serupa.

Penggunaannya Dalam Perdagangan

Dolar yang 'maha kuasa' telah mengunci perdagangan komoditas, namun pada kenyataannya perdagangan mulai bergeser.

India membeli minyak Rusia dalam dirham dan rubel, China beralih ke yuan untuk membeli minyak, batu bara, dan logam Rusia senilai US$ 88 miliar. Perusahaan minyak nasional China CNOOC dan TotalEnergies Prancis menyelesaikan perdagangan LNG pertama yang diselesaikan dengan yuan pada bulan Maret.

Terlebih belakangan ini memang terdengar kabar bahwa mata uang China siap gantikan dolar. Pasalnya mata uang yuan China perlahan tapi pasti diadopsi untuk lebih banyak pembayaran internasional. Ini dinilai dapat meletakkan dasar untuk sistem perdagangan yang berjalan paralel dengan dolar AS yang dominan.

Baru-baru ini, data menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya lebih banyak transaksi lintas batas dengan China diselesaikan dalam yuan pada Maret daripada dalam dolar. Adapun Argentina mengatakan siap secara teratur membayar barang-barang China dalam yuan dan bukan dolar.

Sementara dolar masih mendominasi mata uang perdagangan dunia, makin banyak kesepakatan bilateral yang mengatur pembayaran yuan dengan China, mulai dari pembelian minyak China di Timur Tengah hingga perdagangan dari Brazil ke Rusia.

Pesatnya penggunaan yuan tersebut turut didorong oleh sanksi Barat, khususnya dari AS, terhadap Rusia yang mengeluarkannya dari sistem pembayaran global. Hal tersebut mendorong negara lain untuk mempercepat pengembangan mata uang alternatif untuk perdagangan.

"Eksportir dan importir komoditas terbesar dunia - China, Rusia, dan Brasil - sekarang bekerja sama menggunakan yuan untuk pembayaran lintas batas," kata Chi Lo, ahli strategi investasi senior di BNP Paribas Asset Management di Hong Kong, dikutip dari Reuters.

"Kerja sama mereka dapat menarik negara lain untuk pembayaran yuan dari waktu ke waktu dan secara kumulatif, kelompok ini dapat mengangkat yuan dengan mengorbankan dolar," katanya.

China telah lama berusaha untuk meningkatkan bagian yuan yang hanya sebesar 2,2% dari pembayaran global. Perang Rusia di Ukraina, dan sanksi Barat yang dihasilkan, telah memberikan dorongan yang substansial.

Pangsa yuan dari transaksi valas over-the-counter global naik dari hampir tidak ada 15 tahun lalu menjadi 7%, menurut Bank for International Settlements (BIS).

Meskipun beberapa analis percaya bahwa dominasi dolar AS tidak akan berubah dalam waktu dekat. Namun fakta adanya,mata uang yuan China perlahan tapi pasti diadopsi untuk lebih banyak pembayaran internasional.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Sistem Terlalu Kompleks Untuk Gantikan Dolar

Dedolarisasi akan membutuhkan jaringan eksportir, importir, pedagang mata uang, penerbit utang, dan pemberi pinjaman yang luas dan kompleks untuk secara mandiri memutuskan untuk menggunakan mata uang lain.

Menurut data BIS, dolar berada di satu sisi dari hampir 90% transaksi valas global, mewakili sekitar US$ 6,6 triliun pada tahun 2022. Sekitar setengah dari semua utang luar negeri dalam dolar, dan setengah dari semua perdagangan global ditagih dalam dolar.

Fungsi dolar "semuanya saling memperkuat", kata Barry Eichengreen, profesor ekonomi dan ilmu politik Berkeley.

Sebab itu, tidak ada mekanisme untuk membuat bank, perusahaan, dan pemerintah mengubah perilaku mereka pada saat yang bersamaan.

Meskipun mungkin tidak ada satu pun penerus dolar, menjamurnya alternatif dapat menciptakan dunia terpecah belah ke depan.

Bank sentral global melihat lebih banyak jenis aset, termasuk utang perusahaan, aset berwujud seperti real estat, dan mata uang lainnya.

Bahkan menurut Mark Tinker, direktur pelaksana Toscafund Hong Kong, menyebut bahwa "Proses ini sedang berlangsung, dan dolar akan digunakan lebih sedikit dalam sistem global.

Dolar Belum Mampu Digoyahkan

Karena simpanan bank yang besar tidak selalu diasuransikan, bisnis menggunakan obligasi pemerintah sebagai alternatif uang tunai. Oleh karena itu, status dolar didukung oleh pasar Treasury AS senilai US$ 23 triliun. Ini juga dipandang sebagai tempat berlindung yang aman untuk uang.

"Kedalaman, likuiditas, dan keamanan pasar Treasury adalah alasan besar mengapa dolar adalah mata uang cadangan terkemuka," kata Brad Setser, anggota Dewan Hubungan Luar Negeri yang melacak aliran mata uang lintas batas.

Kepemilikan Treasuries internasional sangat luas dan belum ada alternatif yang kredibel. Pasar obligasi Jerman saja masih relatif kecil, hanya di atas US$ 2 triliun.

Produsen komoditas mungkin setuju untuk berdagang dengan China dalam yuan, tetapi mendaur ulang uang tunai menjadi obligasi pemerintah China tetap rumit karena kesulitan membuka rekening dan ketidakpastian peraturan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular