Macro Insight

Kode Keras BI: Sudah, Jangan Berharap Suku Bunga Turun!

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
25 May 2023 18:21
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan April 2023. (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan April 2023. (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)
  • BI kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada Mei
  • BI memperkirakan inflasi akan turun lebih cepat tetapi masih ada risiko terhadap pergerakan rupiah ke depan
  • BI diproyeksi baru akan menurunkan suku bunga pada kuartal I-2023

Jakarta, CNBC Indonesia -Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75% pada bulan ini.

Namun, BI mulai pesimisme terhadap kondisi ke depan sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian global.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, Kamis (25/5/2023) juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga Deposit Facility di level 5,0%, dan suku bunga Lending Facility di level 6,50%.

Suku bunga sebesar 5,75% kemudian ditahan selama empat bulan terakhir.

BI mengerek suku bunga acuan hingga 225 basis points (bps) sejak Agustus 2022 menjadi 5,75% pada Januari 2023.



Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan BI sudah konsisten denganstancekebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

Perry juga mengatakan suku bunga ditahan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar serta mengendalikan inflasi barang impor di tengah ketidakpastian global.

Ketidakpastian global salah satunya datang dari krisis plafon utang pemerintah AS. Kondisi tersebut bisa membuat nilai tukar rupiah tertekan karena outflow.


"Yang menjadi persoalan adalah ketidakpastian global. Uncertainty masih tinggi karena dipengaruhi dampak risiko stabilitas keuangan di negara maju dan penyelesaian debt ceiling di Amerika Serikat (AS) yang masih berlangsung," tutur Perry, dalam konferensi pers hasil RDG, Kamis (25/5/2023).

Inflasi Indonesia sudah melandai menjadi 4,33% (year on year/yoy) pada April 2023, terendah dalam 10 bulan. Inflasi inti juga sudah kembali ke bawah 3% yakni 2,83% (yoy) pada Mei 2023, terendah sejak 10 bulan.

Nada Pesimis Menguat, Kredit Perbankan Mulai Megkhawatirkan

Inflasi diperkirakan akan menurun lebih cepat. Inflasi diperkirakan kembali ke dalam kisaran sasaran 2-4% pada kuartal III-2023.

Namun, indikator lain belum menunjukkan kinerja sebaik inflasi. Kredit perbankan terus melemah dalam empat bulan terakhir.

Kredit perbankan tumbuh 11,35% (year on year/yoy) pada Desember 2022 tetapi kemudian terus melemah sejak awal tahun hingga hanya tumbuh 8,08% pada April tahun ini.

Perlambatan kredit terutama terjadi untuk modal kerja. Permintaan kredit tidak merata di mana sektor pertambangan relatif tinggi. Namun, sektor konstruksi masih lemah.

"Kita juga bertanya. Dari sisi permintaan bagus karena sejumlah korporasi kinerjanya bagus. Mungkin sejumlah korporasi melunasi kreditnya sebelum menentukan next stepnya utk investasi dan pembiayannya," ujar Perry.



Berbeda dengan bulan lalu, BI kini juga lebih pesimis terhadap kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Pada bulan lalu, BI optimis agresivitas The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan (fed fund rate) diperkirakan akan terhenti. Seiring dengan munculnya persoalan krisis perbankan di negeri Paman Sam tersebut.

Pandangan tersebut berubah pada hari ini. BI melihat suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/FFR).
"Probabilitas bagi FFR untuk naik di Juni ga terlalu besar, akan tetap stay. Tapi kalau lihat inflasi AS kok turunnya lambat banget maka kemungkinan FFR itu akan stay for longer," imbuh Perry.

BI Mulai Memangkas Suku Bunga Tahun Depan?

Kemungkinan masih tingginya suku bunga The Fed ke depan diperkirakan membuat BI sulit memangkas suku bunga dalam waktu dekat.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan BI baru bisa memangkas pada kuartal I atau II tahun depan.

Damhuri menjelaskan inflasi AS masih sulit diturunkan ke kisaran target The Fed yakni 2%. Pasar tenaga kerja AS masih panas sehingga inflasi diproyeksi masih sulit turun tajam.

Inflasi AS melandai ke 4,9% (yoy) pada April tahun ini atau dua kali lebih tinggi di atas target The Fed.

Masih panasnya pasar tenaga kerja dan inflasi AS juga mencerminkan daya beli masyarakat tetap kuat dan masih berpotensi mendorong kenaikan harga-harga.

Kondisi ini diperkirakan membuat the Fed cenderung mempertahankan suku bunga acuannya di level yang tinggi sampai dengan tahun 2024 mendatang.

"Ini juga berarti Bank Indonesia sulit untuk memotong bunga acuannya tahun ini, karena akan dapat berdampak negatif terhadap kurs rupiah. Suku Bunga BI-7DRR diperkirakan akan bertahan pada level 5,75% sampai akhir tahun ini, dan tampaknya akan mulai turun pada Q1 atau Q2 2024 mendatang," tutur Damhuri kepada CNBC Indonesia.

Senada, ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja juga memperkirakan BI baru akan memangkas suku bunga pada kuartal I tahun depan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation