Polling CNBC Indonesia

10 Ekonom Percaya Suku Bunga Acuan Tetap, 2 Ogah

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
15 February 2023 06:25
Pengumuman Hasil RDG Bulanan Bulan januari 2023 dengan Cakupan Tahunan. (CNBC Indonesia/Cantika Dinda)
Foto: Pengumuman Hasil RDG Bulanan Bulan januari 2023 dengan Cakupan Tahunan. (CNBC Indonesia/Cantika Dinda)
  • Mayoritas pelaku pasar meyakini BI akan menahan suku bunga pada bulan ini
  • Inflasi yang melandai menjadi penopang bagi BI untuk menahan suku bunga
  • Sebagian pelaku pasar masih memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga tahun ini karena masih besarnya tekanan eksternal

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk pertama kalinya dalam setengah tahun terakhir, mayoritas pelaku pasar meyakini Bank Indonesia (BI) akan menahan suku bunga acuan. BI diharapkan sudah tidak lagi menaikkan suku bunga pada bulan ini.


Kondisi ini berbanding terbalik pada bulan-bulan sebelumnya di mana pasar yakin bank sentral RI akan tetap mengerek 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).

Sebagai catatan, BI mulai menaikkan suku bunga acuan sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023. Secara total, kubu MH Thamrin sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 225 basis points (bps) menjadi 5.75%.

Suku bunga Deposit Facility dinaikkan sbesar 225 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,50%.

BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Rabu dan Kamis pekan ini (15-16 Februari 2023).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia terbelah antara yang memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan dan yang memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan. Namun, mayoritas melihat BI tidak akan lagi mengerek suku bunga.

Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga di level 5,75%.

Dua institusi memperkirakan BI akan mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%.

Institusi yang memperkirakan BI akan menahan suku bunga menjelaskan suku bunga akan ditahan di 5,75% sejalan dengan melandainya inflasi dalam negeri.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia mencapai 5,28% (year on year/yoy) pada Januari 2023 sementara inflasi inti 3,27% (yoy).

Inflasi umum lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat 5,51% (yoy) sementara inflasi inti tercatat 3,36%.

Inflasi diperkirakan akan terus melandai seiring hilangnya dampak kenaikan harga BBM subsidi pada September 2022.

Sementara itu, lembaga yang memproyeksi BI masih agresif pada bulan ini menjelaskan BI perlu menaikkan suku bunga untuk mengantisipasi besarnya tekanan eksternal.

Menurut mereka, masih ada peluang bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) untuk melanjutkan kebijakan hawkishnya. 

Terlebih, inflasi AS pada Januari 2023 melaju di atas ekspektasi. Inflasi AS menembus 6,4% (yoy) pada Januari 2023, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yang berada di kisaran 6-6,2%.


Data tenaga kerja AS juga masih panas, terbukti dengan tingkat pengangguran AS yang justru melemah. Pada Januari 2023, tingkat pengangguran AS melandai ke 3,4% atau terendah sejak Mei 1969.

Masih tingginya inflasi AS dan masih adanya kemungkinan kelanjutan kebijakan hawkish The Fed bisa membuat rupiah kembali tertekan.

Rupiah bahkan sudah tertekan sepanjang bulan ini karena pasar mulai khawatir The Fed akan kembali hawkish.

Rupiah melemah 1,12% sepanjang Februari 2023. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penguatan sebesar 3,9% pada Januari 2023.


CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

 

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular