Lengkap! Keputusan Dewan Gubernur BI Tahan Suku Bunga 5,75%

Widya Finola Ifani Putri, CNBC Indonesia
25 May 2023 16:53
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2023. (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2023. (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga deposit facility sebesar 5%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,5%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi inti terkendali dalam kisaran 3% plus minus 1% pada sisa tahun 2023.

Perry juga mengungkapkan inflasi indeks harga konsumen (IHK) diperkirakan akan segera kembali pada kisaran sasaran 3% plus minus 1% pada kuartal III-2023.

Lebih lanjut, Perry menyebut bahwa inflasi saat ini turun lebih cepat dan rendah dari yang diperkirakan. "Dulu inflasi diperkirakan 5,5% sampai 5,7% dan sekarang turun rendah. Demikian juga dengan inflasi inti yang berada di bawah titik tengah di bawah 3%," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (25/5/2023).

Seperti diketahui, IHK hingga April 2023 secara bulanan tercatat 0,33% (month to month/mtm), sehingga secara tahunan menurun dari 4,97% (year on year/yoy) pada Maret 2023 menjadi 4,33% (yoy).

Sementara itu, inflasi volatile food turun dari 5,83% (yoy) pada Maret 2023 menjadi 3,74% (yoy) didukung pasokan pangan yang terjaga, di tengah pola kenaikan permintaan musiman di periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

"Dahulu inflasi volatile food pada Agustus-September 2022 berada pada level 11,3%. Sekarang 3,74%. Ini rendah banget. Itu yang membuat inflasi lebih rendah dan lebih cepat turunnya dalam merumuskan bauran kebijakan, khususnya suku bunga," tutur Perry.

Saat ini, kata Perry kokus kebijakan BI diarahkan pada penguatan stabilitas nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Adapun nilai tukar rupiah menguat sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI. Perry mengungkapkan, nilai tukar rupiah pada kuartal II-2023 berada dalam tren menguat.

Nilai tukar rupiah hingga 24 Mei 2023 menguat 0,63% secara point to point dibandingkan dengan level akhir kuartal I-2023, didorong kuatnya aliran masuk modal asing di investasi portofolio.

Di sisi lain, pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (25/5/2023) nilai tukar rupiah melemah 0,34% ke level Rp 14.945/US$. Pelemahan ini, kata Perry juga dipicu adanya sentimen kenaikan utang atau debt ceiling Amerika Serikat).

"Kenapa fed fund rate (FFR) sudah peak, terjadi debt ceiling, tapi indeks dolar atau DXY tetap kuat pada kisaran 102-104. Tekanan depresiasi nilai tukar terjadi di seluruh dunia, tidak hanya rupiah," jelas Perry.

"Sehingga kalimatnya BI rate tetap fokusnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, supaya imported inflation tetap rendah dan dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan bisa dimitigasi," kata Perry lagi.

Mengenai proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, BI meyakini pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 mencapai 2,7% (yoy), akan lebih tinggi dari prakiraan semula yang sebesar 2,6%. Peningkatan ekonomi global tersebut ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang lebih kuat.

Dari ekonomi domestik juga dinyatakan BI tetap kuat. Perkembangan terkini menunjukkan kegiatan ekonomi tetap membaik pada kuartal II-2023, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan positif penjualan eceran, ekspansi Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, dan kenaikan keyakinan konsumen.

Kinerja ekspor pada April 2-23 juga kuat di tengah membaiknya perekonomian global. "Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tetap dalam kisaran 4,5% sampai 5,3%," jelas Perry.

Kendati demikian, Perry menyebut bahwa bank sentral akan melakukan kajian lebih lanjut, bagaimana pergerakan investasi di dalam negeri, khususnya investasi bangunan. Sebab secara historis investasi akan tertahan, karena pengusaha cenderung wait and see menjelang tahun politik.

"Sehingga tadi kenapa kalimat bias ke atas tidak kami masukkan ke dalam kisaran 4,5% hingga 5,3%. Kami masih dalami dahulu investasi, khususnya bangunan seperti apa," ucapnya.

"Semoga pola wait and see pemilu (pada 2024 mendatang) tidak memberi tekanan terhadap perilaku dunia usaha untuk investasi di Indonesia," kata Perry lagi.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kenaikan Suku Bunga Acuan AS Dkk Dekati Puncak, Kabar Baik?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular